DUA petugas bersenjata lengkap, tampak mengawal jalannya sidang
di Pengadilan Negeri Bandung, Sabtu pekan lalu. Namun lima
lelaki muda yang duduk di hadapan hakim tunggal Achyar Sudjana,
tak merasa canggung sedikit pun. Mereka itu adalah Denny, Tata,
Hudrat, Eddy, dan Yunus, yang menjabat sebagai pengurus
organisasi Muda-Mudi Bandung Raya (MMBR).
Jaksa mengajukan mereka ke sidang dengan tuduhan
menyelenggarakan rapat gelap -- tanpa izin yang berwajib. Mereka
sekaligus juga dituduh melakukan pemerasan yang disertai
ancaman. Perbuatan model begitu biasa dilakukan para gali --
yang belakangan ini sempat ramai diburu. Sidang atas pengurus
MMBR, memang merupakan sidang hasil operasi pemberantasan
kejahatan di Jawa Barat, khususnya Bandung.
Rapat gelap dimaksud, menurut tuduhan Jaksa Saleh Abdullah,
terjadi 12 Mei lalu di Jalan Mohammad, Bandung. Rapat yang
dihadiri sekitar 90 orang lebih, terdiri para residivis dan
anggota perkumpulan liar itu, sebelumnya tidak minta izin pihak
berwajib. Rapat tersebut membicarakan rencana pembentukan
organisasi Yayasan Bina Kemanusiaan (YBK) Cabang Bandung,
sekaligus merencanakan memberi sumbangan darah. Dr. Maruli
Siregar, kepala Dinas Transfusi Darah Bandung, malam itu memang
memberikan ceramahnya sekitar persoalan donor darah.
Namun, menurut penjelasan petugas keamanan ketika itu, soal
donor darah hanyalah sekadar kamuflase. Lagi pula, YBK yang
dipimpin Effendi Talo -- dia kini entah berada di mana setelah
diculik kawanan bersenjata -- sebagai organisasi bekas
residivis, saat itu tengah banyak disorot. Maka Denny, yang
menjabat ketua MMBR beserta pengurus yang lain, ditangkap.
Apalagi MMBR disinyalir sering melakukan tindakan pemerasan
terhadap toko-toko atau pengusaha. Beberapa korban pemerasan
itu, oleh jaksa diajukan ke sidang sebagai saksi. Nyonya Ratu
dan Nyonya Ida, misalnya, dalam sidang Sabtu lalu itu terus
terang menyatakan bahwa mereka sering diperas kelompok MMBR.
"Mereka datang dalam keadaan mabuk, dan setiap minggu, sejak dua
tahun lalu, kami dikenai uang keamanan Rp 15 ribu," kata Ratu,
yang dibenarkan Ida. Kedua wanita tadl, mengaku bekerja sebagai
germo di sebuah hotel yang cukup ramai.
Namun Denny menyangkal keterangan para saksi. "Kami tidak pernah
melakukan pemerasan," katanya. Memang, katanya, setiap bulan
organisasi yang dlpimpinnya itu bisa mengumpulkan sejumlah dana.
Tapi sama sekali bukan hasil memeras, melainkan, "sumbangan suka
rela dari para donatur yang berjumlah sekitar 30 orang. Para
donatur itu, menurut Denny, mau menyumbang Rp 15 ribu-Rp 50 ribu
sebulan, setelah diberi penjelasan apa kegiatan MMBR.
Organisasi yang didirikan Agustus tahun lalu itu, menurut Denny,
bertujuan positif: membina muda-mudi agar tidak terjerumus dalam
dunia narkotik, mabuk-mabukan, atau melakukan tindak kriminal
lainnya. Terdakwa Tata, mahasiswa FH Unpad, mengaku tertarik
ikut mengelola organisasi itu karena arahnya yang positif tadi.
Di MMBR guru PMP di SMP Yayasan Pesantren Islam itu, duduk
sebagai pembina.
Rencana organisasi, menurut Denny, sebenarnya cukup banyak.
Antara lain membuka bengkel kendaraan bermotor. Dan yang kini
sudah berjalan ialah membuka kedai roti bakar, "Roti Bakar
Bandung Raya", yang terletak di terusan Jalan Pasteur. Lewat
usaha tadi, banyak remaja tersalurkan dan mendapat penghasilan.
Tapi, berapa banyak remaja yang sudah bisa tertolong -- juga
berapa jumlah yang menjadi anggota MMBR Denny belum tahu persis.
"Maklum ini organisasi baru," katanya kepada TEMPO.
Yang jelas, menurut sumber TEMPO, organisasi itu berdiri karena
ada restu dari aparat setempat. Mereka punya panji-panji berupa
bendera putih bergambar tengkorak berwarna hitam di tengahnya.
Di bawah gambar tengkorak, terdapat tulisan berbunyi Paskal yang
ternyata singkatan dari Pasir Kaliki nama sebuah jalan di Kota
Bandung. Tak jelas, mengapa yang tertera di bendera bukan nama
organisasi, MMBR.
Barang bukti itu, oleh jaksa turut dibawa ke dalam sidang
sebagai barang bukti. Dan para terdakwa mengakui bahwa bendera
tersebut memang merupakan lambang geng mereka. Namun sebilah
golok yang juga diajukan jaksa, mereka tolak. "Kami tidak tahu
itu golok siapa," kata Denny.
Jaksa, dalam sidang -- yang akan berlanjut hari-hari ini -- juga
sempat menanyakan mengapa mereka berniat bergabung di bawah YBK,
yang tak lain sebuah organisasi bekas residivis. Kalau tidak ada
kesamaan ide, kata Jaksa Saleh, tak mungkin mereka mau
bergabung. "Kenapa tidak bernaung saja di bawah KNPI, yang juga
menampung kegiatan muda-mudi?" tanya jaksa lagi.
Menurut Denny, pihaknya bukan tak pernah mengontak KNPI. "Tapi
jawaban yang kami terima, di KNPI tidak ada wadah yang bisa
menampung kegiatan yang seperti kami lakukan," kata Denny yang
mengaku punya usaha kontraktor dan perdagangan umum itu.
Para terdakwa tampaknya tenang-tenang saja, meski tak didampingi
pembela. "Perkara ini tidak terlalu berat, jadi kami pikir, buat
apa pembela?" kata Denny. Hakim Achyar Sudjana pun tampak
gembira karena sidang berjalan lancar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini