Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sidang rapat gelap, lancar

Pengurus organisasi muda-mudi bandung raya (mmbr) diajukan ke pengadilan, dituduh mengadakan rapat gelap dan melakukan pemerasan. mereka dijaring dalam operasi penumpasan kejahatan di bandung. (hk)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA petugas bersenjata lengkap, tampak mengawal jalannya sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Sabtu pekan lalu. Namun lima lelaki muda yang duduk di hadapan hakim tunggal Achyar Sudjana, tak merasa canggung sedikit pun. Mereka itu adalah Denny, Tata, Hudrat, Eddy, dan Yunus, yang menjabat sebagai pengurus organisasi Muda-Mudi Bandung Raya (MMBR). Jaksa mengajukan mereka ke sidang dengan tuduhan menyelenggarakan rapat gelap -- tanpa izin yang berwajib. Mereka sekaligus juga dituduh melakukan pemerasan yang disertai ancaman. Perbuatan model begitu biasa dilakukan para gali -- yang belakangan ini sempat ramai diburu. Sidang atas pengurus MMBR, memang merupakan sidang hasil operasi pemberantasan kejahatan di Jawa Barat, khususnya Bandung. Rapat gelap dimaksud, menurut tuduhan Jaksa Saleh Abdullah, terjadi 12 Mei lalu di Jalan Mohammad, Bandung. Rapat yang dihadiri sekitar 90 orang lebih, terdiri para residivis dan anggota perkumpulan liar itu, sebelumnya tidak minta izin pihak berwajib. Rapat tersebut membicarakan rencana pembentukan organisasi Yayasan Bina Kemanusiaan (YBK) Cabang Bandung, sekaligus merencanakan memberi sumbangan darah. Dr. Maruli Siregar, kepala Dinas Transfusi Darah Bandung, malam itu memang memberikan ceramahnya sekitar persoalan donor darah. Namun, menurut penjelasan petugas keamanan ketika itu, soal donor darah hanyalah sekadar kamuflase. Lagi pula, YBK yang dipimpin Effendi Talo -- dia kini entah berada di mana setelah diculik kawanan bersenjata -- sebagai organisasi bekas residivis, saat itu tengah banyak disorot. Maka Denny, yang menjabat ketua MMBR beserta pengurus yang lain, ditangkap. Apalagi MMBR disinyalir sering melakukan tindakan pemerasan terhadap toko-toko atau pengusaha. Beberapa korban pemerasan itu, oleh jaksa diajukan ke sidang sebagai saksi. Nyonya Ratu dan Nyonya Ida, misalnya, dalam sidang Sabtu lalu itu terus terang menyatakan bahwa mereka sering diperas kelompok MMBR. "Mereka datang dalam keadaan mabuk, dan setiap minggu, sejak dua tahun lalu, kami dikenai uang keamanan Rp 15 ribu," kata Ratu, yang dibenarkan Ida. Kedua wanita tadl, mengaku bekerja sebagai germo di sebuah hotel yang cukup ramai. Namun Denny menyangkal keterangan para saksi. "Kami tidak pernah melakukan pemerasan," katanya. Memang, katanya, setiap bulan organisasi yang dlpimpinnya itu bisa mengumpulkan sejumlah dana. Tapi sama sekali bukan hasil memeras, melainkan, "sumbangan suka rela dari para donatur yang berjumlah sekitar 30 orang. Para donatur itu, menurut Denny, mau menyumbang Rp 15 ribu-Rp 50 ribu sebulan, setelah diberi penjelasan apa kegiatan MMBR. Organisasi yang didirikan Agustus tahun lalu itu, menurut Denny, bertujuan positif: membina muda-mudi agar tidak terjerumus dalam dunia narkotik, mabuk-mabukan, atau melakukan tindak kriminal lainnya. Terdakwa Tata, mahasiswa FH Unpad, mengaku tertarik ikut mengelola organisasi itu karena arahnya yang positif tadi. Di MMBR guru PMP di SMP Yayasan Pesantren Islam itu, duduk sebagai pembina. Rencana organisasi, menurut Denny, sebenarnya cukup banyak. Antara lain membuka bengkel kendaraan bermotor. Dan yang kini sudah berjalan ialah membuka kedai roti bakar, "Roti Bakar Bandung Raya", yang terletak di terusan Jalan Pasteur. Lewat usaha tadi, banyak remaja tersalurkan dan mendapat penghasilan. Tapi, berapa banyak remaja yang sudah bisa tertolong -- juga berapa jumlah yang menjadi anggota MMBR Denny belum tahu persis. "Maklum ini organisasi baru," katanya kepada TEMPO. Yang jelas, menurut sumber TEMPO, organisasi itu berdiri karena ada restu dari aparat setempat. Mereka punya panji-panji berupa bendera putih bergambar tengkorak berwarna hitam di tengahnya. Di bawah gambar tengkorak, terdapat tulisan berbunyi Paskal yang ternyata singkatan dari Pasir Kaliki nama sebuah jalan di Kota Bandung. Tak jelas, mengapa yang tertera di bendera bukan nama organisasi, MMBR. Barang bukti itu, oleh jaksa turut dibawa ke dalam sidang sebagai barang bukti. Dan para terdakwa mengakui bahwa bendera tersebut memang merupakan lambang geng mereka. Namun sebilah golok yang juga diajukan jaksa, mereka tolak. "Kami tidak tahu itu golok siapa," kata Denny. Jaksa, dalam sidang -- yang akan berlanjut hari-hari ini -- juga sempat menanyakan mengapa mereka berniat bergabung di bawah YBK, yang tak lain sebuah organisasi bekas residivis. Kalau tidak ada kesamaan ide, kata Jaksa Saleh, tak mungkin mereka mau bergabung. "Kenapa tidak bernaung saja di bawah KNPI, yang juga menampung kegiatan muda-mudi?" tanya jaksa lagi. Menurut Denny, pihaknya bukan tak pernah mengontak KNPI. "Tapi jawaban yang kami terima, di KNPI tidak ada wadah yang bisa menampung kegiatan yang seperti kami lakukan," kata Denny yang mengaku punya usaha kontraktor dan perdagangan umum itu. Para terdakwa tampaknya tenang-tenang saja, meski tak didampingi pembela. "Perkara ini tidak terlalu berat, jadi kami pikir, buat apa pembela?" kata Denny. Hakim Achyar Sudjana pun tampak gembira karena sidang berjalan lancar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus