Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bendera hukum tak berkibar

Direktur dan wakil direktur PT Kalioso, thomas wibowo dan hirosutgu yang dituduh melakukan manipulasi pajak, dibebaskan dari tuntutan hukuman oleh pengadilan tinggi. (hk)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UJI coba Jaksa Agung Ismail Saleh menonjok korupsi di sektor perpajakan kandas di Pengadilan Tinggi Jakarta. Pengadilan banding itu, bulan lalu melepaskan presiden dan wakil presiden direktur PT Kalisco (PT Kalimantan Steel Co), Thomas Wibowo dan Hirosutgu Murai, dari tuntutan hukum. Kedua pengusaha PMA itu sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dijatuhi hukuman dua dan tiga tahun penjara karena dianggap terbukti memanipulasikan pajak perusahaannya sehingga merugikan negara Rp 887 juta. Kekandasan tersebut mengagetkan kalangan kejaksaan yang semula yakin bahwa operasi mereka akan sukses. "Putusan itu tidak wajar, karena itu kami tidak bisa menerimanya," teriak Ketua Asistensi Kasus Pajak, Bob Nasution, yang pekan lalu menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung. Jaksa Agung Ismail Saleh pun menyatakan kekecewaannya dan bertekad akan berupaya semaksimal mungkin "menebus" kebobolan tersebut. Sejak menduduki jabatan barunya, Ismail Saleh yang semula Ketua Badar Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu, mengeluarkan ancaman akan mengobrak-abrik perusahaan-perusahaan yang menyelewengkan pajaknya. Ancamannya itu tahun lalu dibuktikan dengan dihadapkannya Wibowo dan Murai ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain mereka, direktur akunting PT Tobusco (PT Tobu Indonesia Steel), Jojiro Kitayama, juga diseret ke pengadilan yang sama. Semua pengusaha PMA patungan Jepang-Indonesia itu dituduh telah membuat buku ganda di perusahaan mereka. Satu buku yang sebenarnya untuk intern perusahaan dan satu buku palsu untuk dilaporkan ke Inspeksi Pajak (TEMPO, 10 Juli 1982). Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Pitoyo sependapat dengan jaksa. Wibowo dan Murai dianggap terbukti menandatangani Surat Pemberitahuan Pajak Perseroan (SPT-PPS) palsu. Perbuatan yang sama, menurut hakim, dilakukan pula oleh tiga orang direktur akunting PT Kalisco, Koji Okano, H. Fujioka, dan Takeo Satake. Ketiga warga negara Jepang itu -- ketika itu sudah kembali ke Jepang -- dijatuhi hukuman masing-masing tiga tahun penjara dalam persidangan in absentia. Thomas Wibowo, 40 tahun, dan Hirosutgu Murai, 46 tahun, ditahan sejak 8 September sampai 14 September 1982, oleh hakim juga diharuskan melunasi kembali tunggakan pajaknya berikut denda sekitar Rp 3,5 milyar, dan membayar denda Rp 30 juta. Melalui pengacara mereka, Albert Hasibuan, kedua pengusaha itu naik banding. Pengadilan banding, ternyata berpendapat lain. Diketuai Bambang Soemedhy dengan anggota L.M. Silalahi dan Nyonya Aslamiah Suraiman, majelis hakim tinggi berpendapat, manipulasi itu bukan tanggung jawab presiden dan wakil presiden direktur PT Kalisco. Sesuai dengan anggaran dasar perusahaan itu dan pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), tanggung jawab pembukuan, menurut para hakim tinggi, terletak di tangan direktur akunting. Adapun terbuktinya Wibowo dan Murai menandatangani SPT-PPS palsu, menurut hakim di luar tanggung jawab mereka. Kesimpulan hakim itulah, menurut Bob Nasution, mencampuradukkan antara definisi pertanggungjawaban hukum pidana dengan hukum dagang. Dibenarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat itu bahwa menurut hukum dagang, pertanggungjawaban menurut jabatan masing-masing pejabat. Tapi menurut hukum pidana, tanggung iaWab terletak pada siapa yang berbuat. Baik Wibowo maupun Murai, menurut Bob, terbukti berbuat. Jaksa yang pengurus Pertina organisasi tinju itu, belum mengaku kalah atas putusan pengadilan banding itu. "Siapa bilang KO, pertandingan belum selesai," katanya. Jaksa Agung Ismail Saleh juga belum beranggapan bahwa anak buahnya gagal membuktikan kasus manipulasi pajak itu. "Seorang jaksa dikatakan gagal, bila ia tidak berhasil mengajukan suatu perkara ke pengadilan," katanya. Dalam kasus PT Kalisco, Jaksa Agung menganggap, justru Pengadilan Tinggi Jakarta yang gagal. Oleh karena itu usaha kejaksaan mengobrak-abrik penyelewengan pajak, katanya, tidak akan dihentikan. "Bendera hukum harus berkibar walau ada hambatan dan tantangan. Mudah-mudahan bendera itu tidak hanya berkibar di kejaksaan tapi juga di pengadilan," tambah Ismail Saleh. Jaksa Agung mengharapkan Mahkamah Agung yang telah memeriksa kasus itu akan bertindak lebih adil. Sementara itu majelis hakim tinggi rupanya tidak begitu berselera mengeluarkan pendapat setelah keputusannya itu. "Karena kasusnya telah kasasi, masalahnya kan sudah mentah lagi," ujar hakim anggota, Nyonya Aslamiah. Hakim anggota lainnya, L.M. Silalahi, meminta agar menunggu saJa putusan Mahkamah Agung. "Karni tidak enak berkomentar atas putusan yang lagi diperiksa atasan," ujar Silalahi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus