Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya telah menetapkan dua tersangka dugaan penganiayaan dalam pembubaran diskusi diaspora bersama tokoh dan aktivis nasional yang digelar Forum Tanah Air (FTA) oleh sekelompok orang di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 28 September 2024.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan di Jakarta pada Ahad, 29 September 2024, pihaknya telah menangkap lima orang dan dua orang ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam mengatakan sebanyak 11 polisi diperiksa berkaitan dengan pembubaran diskusi diaspora di Kemang, Jakarta Selatan itu. Dia menuturkan ke-11 polisi itu diperiksa perihal pengamanan dalam insiden pembubaran diskusi tersebut.
Berbagai kalangan mengecam aksi premanisme tersebut dan mendesak polisi mengusut tuntas kasus itu dan mengungkap para pelakunya.
1. Amnesty International Desak Kapolri Tangkap Otak di Balik Pembubaran Diskusi
Amnesty International Indonesia mendesak Kapolri menangkap otak di balik pembubaran diskusi diaspora yang diadakan oleh FTA di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan.
“Kapolri wajib memastikan adanya tindakan hukum yang tegas terutama terhadap otak pelaku aksi main hakim sendiri,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan pers, Senin, 30 September 2024.
Usman juga mendesak kepolisian mengusut anggotanya yang membiarkan pelaku intimidasi melancarkan aksinya. Polisi yang seharusnya mencegah dan menindak pelaku intimidasi, kata dia, justru membiarkan peristiwa itu terjadi.
“Malah berangkulan dan berjabat tangan dengan mereka, seperti yang terlihat pada insiden sabotase acara diskusi Forum Tanah Air,” ucapnya.
Amnesty International juga mendesak Komisi III DPR RI segera mengevaluasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara menyeluruh. Amnesty menilai evaluasi ini penting untuk memastikan keseriusan negara dalam menjaga hak asasi manusia secara keseluruhan.
2. Komnas HAM Mendorong Penegakan Hukum
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, meminta penegak hukum mengusut kasus pembubaran paksa kegiatan diskusi diaspora yang terjadi pada Sabtu pagi, 28 September 2024. Diskusi yang digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, itu dihadiri oleh beberapa tokoh, di antaranya Din Syamsudin, Refly Harun, dan Said Didu.
“Kami menyesalkan pembubaran dan penyerangan ini. Ini jelas pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 29 September 2024.
Komnas HAM mendorong dilakukannya penegakan hukum. Komnas juga berharap aparat penegak hukum, agar melindungi ruang kebebasan sipil.
Atnike menuturkan Komnas HAM sangat menyesali terjadi perampasan hak sipil hingga tindakan intimidatif dalam kegiatan diskusi itu, seperti yang terekam dalam video yang telah beredar di sosial media. Dia mengatakan hal tersebut sudah tidak boleh lagi terjadi karena pemerintah berkewajiban menjamin dan melindungi hak masyarakat untuk berkumpul secara damai dan berekspresi.
Karena itu, Komnas HAM akan menelusuri lebih lanjut peristiwa pembubaran diskusi tersebut guna mencari tahu penyebab dari insiden itu. Setelah itu, pihaknya akan terus mendorong kasus ini agar dapat ditangani secara hukum.
“Komnas HAM masih melakukan pemantauan dan pengumpulan informasi terkait duduk perkara peristiwa ini,” ujar Atnike.
3. SETARA Institute Sebut Pembiaran oleh Aparat Negara Adalah Pelanggaran HAM
Direktur Eksekutif SETARA Institute For Democracy and Peace, Halili Hasan, juga mengecam dugaan pembiaran oleh aparat kepolisian yang berada di lokasi atas aksi premanisme tersebut. Menurut dia, aparat kepolisian seharusnya mengambil tindakan yang presisi untuk melindungi kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresi dalam diskusi itu.
“Pembiaran yang dilakukan oleh aparat negara merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia (violation by omission),” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 28 September 2024.
SETARA mendesak pemerintah, khususnya aparat kepolisian, mengusut tuntas sejumlah aksi premanisme dan mempertanggungjawabkan kepada publik penanganan yang dimaksud. Halili menuturkan pembubaran diskusi melalui aksi premanisme merupakan alarm nyaring yang menandai kebebasan sipil semakin menyempit di tengah demokrasi yang semakin surut (regressive democracy).
4. Komisi Kepolisian Nasional Desak Polisi Harus Mengusut Tuntas
Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas meminta polisi mengusut tuntas kasus pembubaran paksa diskusi diaspora bersama tokoh dan aktivis nasional yang digelar Forum Tanah Air (FTA) oleh sekelompok orang di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 28 September 2024.
“Aparat kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi di Jakarta pada Senin, 30 September 2024 seperti dikutip dari Antara.
Poengky menyebutkan aksi kekerasan yang ditunjukkan kelompok pengganggu diskusi itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul, berekspresi, dan mengemukakan pendapat. “Sangat mengejutkan setelah 26 tahun reformasi ternyata masih dijumpai kelompok seperti ini di Indonesia,” ujarnya.
Dia juga meminta Bidang Profesi Pengamanan (Bid Propam) Polda Metro Jaya mengevaluasi kinerja anggotanya yang menjaga di tempat kejadian. Propam Polda Metro Jaya diharapkan segera mengevaluasi upaya antisipasi polisi yang ternyata gagal membendung tindakan kekerasan pengganggu diskusi.
“Kami berharap tindakan kekerasan ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tutur Poengky.
ERVANA TRIKARINAPUTRI | INTAN SETIAWANTY | DANI ASWARA | ANTARA
Pilihan editor: Alexander Marwata Dilaporkan ke Dewas KPK, Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Beri Respons
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini