Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57 Institute, Praswad Nugraha mendorong Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said maju mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau capim KPK. Menurut Praswad, KPK saat ini tidak hanya butuh pimpinan yang berintegritas, tapi juga berani dan punya penguasaan politik yang mumpuni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kriteria seperti itu ada pada Sudirman Said,” kata mantan penyidik KPK itu dalam diskusi di Jakarta Pusat pada Ahad, 14 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eks penyidik KPK ini berpendapat, rekam jejak Sudirman Said saat melawan Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov dalam skandal “Papa Minta Saham” merupakan bukti integritas dan keberanian sosok yang dikenal lurus dan anti korupsi itu. Meski perlawanan itu berujung pemecatan Sudirman selaku Menteri ESDM, pada akhirnya Setnov terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
“Kita ingat bagaimana beliau tak takut dicopot dari jabatannya untuk melawan Setya Novanto dalam skandal Papa Minta Saham. Tak berselang lama, KPK menetapkan Setnov jadi tersangka,” ujar Praswad.
Kilas balik skandal Papa Minta Saham
Kasus Papa Minta Saham mencuat setelah Sudirman Said melaporkan Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Ketua DPR RI itu disebut meminta jatah 11 persen saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Skandal ini lalu dijuluki “Papa Minta Saham”, pelesetan dari penipuan bermodus minta pulsa melalui pesan singkat “Mama Minta Pulsa”.
Dilansir dari Koran Tempo terbitan Senin, 28 Desember 2015, Sudirman Said mengadukan Setya Novanto karena mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden dalam lobi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Lobi yang dimaksudkan adalah pertemuan Setya dengan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin dan saudagar minyak, M. Riza Chalid, di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 Juni lalu.
Dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan Setnov dan Riza, yang intinya mereka dapat membantu perpanjangan kontrak Freeport. Ada juga permintaan saham ke Freeport untuk proyek pembangkit listrik di Papua. Bermodalkan rekaman itu, Sudirman Said membuat laporan pada November 2015. Sudirman juga membawa barang bukti berupa rekaman pembicaraan dalam pertemuan di Hotel Ritz-Carlton Jakarta itu.
Setnov kemudian disidang oleh MKD. Kepada Tempo, Setnov mengakui pertemuan tersebut. Namun dia menampik tudingan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Dalam percakapan yang direkam Maroef dan diperdengarkan di sidang MKD, Presiden disebut minta jatah 11 persen, sedangkan Wakil Presiden akan kebagian 9 persen saham Freeport. “Ini guyon, tapi jadi serius,” ujar Setnov.
Pada 16 Desember 2015, Setnov mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR hanya beberapa menit sebelum putusan sidang MKD diketuk. MKD menutup kasus sidang tanpa vonis apakah Setya melanggar etika atau tidak. Kejaksaan Agung kemudian mengusut kasus “Papa Minta Saham” ini sebagai bentuk pemufakatan jahat untuk memberikan sanksi kepada Setnov. Belakangan upaya itu dihentikan.
Beberapa bulan setelah kasus ini, nama Sudirman Said ramai digemborkan sebagai salah satu menteri yang bakal diganti oleh Jokowi. Rongrongan dari sejumlah pihak menilai Sudirman Said tak becus menjalankan tugas. Semasa menjadi Menteri ESDM, ia dinilai hanya membuat kegaduhan, terutama soal kasus Papa Minta Saham.
Jokowi disebut marahi Sudirman Said buntut kasus Papa Minta Saham
Saat menjadi tim pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sudirman Said akhirnya buka suara. Dirinya mengaku pernah dimarahi Presiden Jokowi. Dia menuturkan amarah itu terkait laporan terhadap Setnov ke MKD soal kasus Freeport yang dikenal dengan kasus Papa Minta Saham. Padahal, kata dia, saat itu masyarakat mendukung tindakannya itu.
“Saya dipanggil pak Presiden (Jokowi) di tengah-tengah proses itu kemudian beliau menunjukkan marahnya dan menanyakan dengan nada tinggi, siapa di balik ini semua? Ya saya jawab tidak ada,” kata Sudirman Said kepada wartawan di Sekretariat Koalisi Perubahan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ahad, 3 Desember 2023 lalu.
Sudirman Said mengatakan dirinya yakin bahwa laporan tersebut sudah berdasarkan persetujuan Jokowi. Pihaknya mengaku tidak tahu penyebab mengapa Jokowi marah pada saat itu. Yang jelas, sejak kasus Papa Minta Saham, dirinya perlahan-lahan mulai terdepak dari kabinet, hingga kemudian diganti.
Menanggapi pernyataan Sudirman Said, Ari Dwipayana selaku Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi menepisnya. “Tidak benar Presiden Jokowi memarahi Sudirman Said karena melaporkan Setya Novanto (Ketua DPR saat itu) ke MKD pada tahun 2015,” kata Ari dalam keterangan. Ari kemudian mengungkit pernyataan Sudirman Said pada 7 Desember 2015. Saat itu Sudirman Said menyebut Jokowi mengapresiasi proses terbuka yang dilakukan di MKD DPR.
“Faktanya, Presiden, seperti disampaikan Bapak Sudirman Said tanggal 7 Desember 2015 di Istana, justru sangat mengapresiasi proses terbuka yang telah dilakukan MKD dan terus mengikuti dari berbagai media dan stafnya Presiden juga berpesan untuk terus mendidik masyarakat karena persoalan etika itu penting bagi publik,” kata Ari.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DESTRIANITA K. | YUDONO YANUAR | KORAN TEMPO