Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berita Tempo Plus

Surat kaleng perampok

Gunawan setiya pranoto, pemilik pabrik cat telaga mas, malang, tewas dirampok, dirumahnya. brankas yang berisi barang-barang berharga hilang. para pelaku berhasil ditangkap berkat surat kaleng.

6 April 1991 | 00.00 WIB

Surat kaleng perampok
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PAGI itu, sopir pemilik pabrik cat Telaga Mas, Malang, Tono Handoyo menjemput majikannya di rumahnya. Sesampainya di rumah si bos, duda yang tinggal sendirian di bilangan Jalan D.I. Panjaitan, langkah Tono tertahan. Ia melihat ruang tamu acak-acakan dan pintu tak terkunci. Dugaan jeleknya ternyata benar. Dari bawah karpet ruang tamu itu menyembul sepasang kaki. Sementara itu, darah segar menggenang di sekitar kepala yang tertutup karpet. Dan di bawah karpet itu Gunawan Setiya Pranoto sudah kaku menjadi mayat. Bagian belakang kepala remuk, dan pada lehernya terdapat luka menganga bekas tusukan. Pembunuhan pada 11 Maret lalu itu, yang menggegerkan kota dingin tersebut, diungkapkan Polres Malang pekan lalu. Motifnya, -- sementara -- menurut polisi, murni perampokan. Sabtu dua pekan lalu polisi berhasil meringkus empat orang pelaku dan menyita sejumlah perhiasan emas dan barang berharga lainnya. Sedangkan seorang pelaku lagi masih buron. Para pelaku ternyata hanya penjahat amatiran. Dua orang di antaranya karyawan pabrik cat PT Telaga Mas Saiful Anam dan Sudiono. Pada 7 Maret lalu mereka berdua di depan Bioskop Dinoyo, Malang, mengobrol bersama pedagang es Suparman, seorang tukang parkir, Hasan dan Fany Setiawan Ariyanto alias Cakil yang berstatus pengangguran, bercerita tentang sebuah brankas yang ada di rumah majikannya. Menurut Saiful, hampir setahun lalu dia pernah mengangkat sebuah brankas berisi emas lantakan di rumah bosnya. Cerita Saiful itu ternyata menarik perhatian kawan-kawannya. Mereka sepakat bertemu lagi dua hari kemudian. Pada pertemuan kedua, di Jalan M.T. Haryono itu mereka mematangkan rencana perampokan. Pada 10 Maret sore, Hasan dan Cakil menemui Gunawan di rumahnya berpura-pura memesan cat dan tiner. Tapi Gunawan menolak permintaan tersebut dan menyuruh mereka memesan barang itu melalui salesman. Kedua tamu itu terpaksa keluar. Melihat dua temannya gagal, Suparman kemudian ganti masuk rumah. Tanpa mengetuk pintu, penjual es itu langsung memukul kepala Gunawan beberapa kali. Gunawan, yang tak mampu melawan, sambil mengerang kesakitan langsung terkapar di lantai. Hasan dan Cakil yang menunggu di luar segera menyusul masuk kembali. Begitu melihat korban tergeletak, Hasan tanpa buang waktu langsung menancapkan pisaunya ke leher kiri korban. Setelah yakin korban tak bernyawa, sekawanan garong ini kemudian menguras barang yang ada di rumah Jalan Panjaitan itu, termasuk brankas tadi. Tapi untuk mengangkat brankas seberat 70 kg para garong itu agaknya menemui kesulitan. Dengan tenang malam itu mereka kemudian meninggalkan rumah korban dan mencari angkutan umum di Terminal Dinoyo. Dengan Mikrolet carteran, semua barang jarahan itu mereka bawa ke rumah Suparman di daerah Sumber Pucung tak jauh dari Malang. Di belakang rumah itu mereka ramai-ramai membagi "rezeki". Brankas itu dapat mereka buka paksa dengan linggis. Isinya berupa delapan emas lantakan seberat 3,5 kg, uang kontan Rp 5 juta, dan 2.000 dolar AS. Semua hasil kejahatan itu mereka bagi bersama. Salah seorang garong Fany belakangan menerima Rp 200 ribu dari kantung Saiful Anam. "Uang sebesar itu sudah habis saya pakai membayar SPP adik, beli sepatu, dan celana jin," kata Fany kepada pemeriksa. Kabarnya, delapan emas lantakan seberat 3,5 kg tadi mereka lebur menjadi gelang, kalung, dan perhiasan lain. Sedangkan hasil jarahan yang lain juga sudah banyak yang raib, termasuk surat-surat berharga yang ada di dalam brankas. "Semua surat-surat sudah hangus dibakar," kata Kapolresta Letnan Kolonel M.S. Djaja Atmadja. Sejak awal, kata Djaja Atmadja, pihaknya sudah menaruh curiga pada orang-orang dekat di sekitar korban. Baik anggota keluarga maupun para karyawan pabrik. Kecurigaan terhadap keluarga karena adanya persoalan warisan di antara mereka -- korban dan para keponakan yang belum terselesaikan. "Sebab, korban baru setahun mengambil alih pabrik cat itu setelah kematian kakaknya," kata Djaja lagi. Di tengah kesibukan polisi melacak kasus pembunuhan itu tiba-tiba datang sepucuk surat kaleng yang diduga ditulis salah seorang tersangka. Surat yang ditujukan kepada bagian Serse Polresta Malang itu antara lain menyebutkan pelaku pembunuhan adalah Suparman. Dari nada surat tersebut tampaknya si pengirim surat kaleng takut dibayangi-bayangi korban. Berdasar surat kaleng itulah, polisi dengan mudah meringkus Suparman. Berkat pengakuan Suparman dan Saiful, polisi berhasil menciduk kawanan garong yang lain. Kecuali Hasan yang sekarang masih dinyatakan buron. Untuk sementara, latar belakang pembunuhan pengusaha cat itu adalah perampokan. Paling tidak itu menurut pengakuan salah seorang pelakunya, Saiful Anam. Dia nekat melakukan perampokan dan pembunuhan itu gara-gara tergiur cerita brankas juragannya, yang berisi barang berharga. Sedangkan salah seorang anggota komplotan yang masih buron, Hasan, diduga lari ke Tasikmalaya, Jawa Barat. "Untuk menangkap Hasan hanya tinggal menunggu waktu saja," kata Djaja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus