Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL telah mengajukan permohonan pindah rumah tahanan (rutan) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kuasa hukum SYL, Abu Bakal Efra mengatakan permohonan pemindahan rutan ini dilakukan karena alasan kesehatan kliennya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada saat ini SYL menjalani hukuman penjara di rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami merekomendasikan rutan Salemba karena di sana cukup luas, kemudian ada ruang terbuka untuk bisa melakukan jogging," kata Abu Bakar Efra di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Rabu, 20 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, SYL membutuhkan tempat dengan sirkulasi udara yang baik. Sebab, kondisi paru-parunya saat ini hanya ada setengah. "Paru-paru Pak SYL tinggal separuh lagi, kira-kira seperti itu," ujarnya.
Dia menjelaskan sirkulasi udara rutan KPK tidak memungkinkan untuk ditempati SYL dengan kondisi kesehatan saat ini. SYL juga harus menjalani pemeriksaan rutin di Rumah Sakit Gatot Subroto.
Menurut Efra, selain gangguan paru-paru, SYL juga memiliki masalah kesehatan di lutut, pengapuran, dan ada beberapa penyakit yang mengharuskan untuk menajalani perawatan rutin sebulan sekali di RS Gatot Subroto.
Dalam sidang sebelumnya, terdakwa kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian itu meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor membebaskan dirinya dari jerat hukum.
“Kami memohon Majelis Hakim yang mengadili perkara ini, kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan sela yang sekaligus pula sebagai putusan akhir,“ kata penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, dalam sidang pembacaan eksepsi perkara dugaan korupsi di Kementan itu pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 13 Maret 2024.
Menurut tim kuasa hukum SYL, rumusan surat dakwaan penuntut umum tak cermat, tak jelas, dan tak lengkap serta kabur, oleh karenanya batal demi hukum. Surat Dakwaan Nomor: 32/TUT.01.04/24/02/2024 tertanggal 19 Februari 2024 berbentuk alternatif yaitu Dakwaan Kesatu dinilai melanggar Pasal 12 huruf e UU No. 31/99; Dakwaan Kedua melanggar Pasal 12 huruf f UU 31/99 dan Dakwaan Ketiga Pasal 12 huruf B UU No. 31/99.
“Tindak pidana yang didakwakan adalah tindak pidana khusus. Oleh karena itu, bentuk dakwaan yang cocok adalah Dakwaan Tunggal mengingat perbuatan materiil di antara ketiga dakwaan adalah satu secara substansial,” katanya.
Bentuk Surat Dakwaan yang berbentuk alternatif itu dinilai menunjukkan bahwa JPU ragu terhadap nilai pembuktian yang dimiliki oleh masing-masing tindak pidana.
Kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo mengatakan, dalam membuat dakwaan, JPU harus merumuskan unsur tindak pidana yang bersesuaian dengan fakta-fakta yang mendukung materiilheid dari unsur tersebut sehingga terdapat persesuaian antara fakta dengan unsur deliknya.