"SENANG sekali", ujar nona Dale Carol Jeffs, 21 tahun, setelah
menerina putusan Pengadilan Negeri Jakara Pusat Rabu dua minggu
yang lalu. Dengan putusan itu maka "saya tidak jadi sampai tua
di Pamardi Siwi". Nona Australia itu begitu girang sebab
sebelumnya ia sering ditakut-takuti bahwa dirinya bisa dihukum
sekitar 7 tahun. Jaksa Ny. Meity A sebelumnya menuntut hukuman 5
bulan tapi kemudian Hakim TM Abdullah SH menjatuhkan hukuman 3
bulan penjara potong tahanan karena terbukti bersalah melakukan
tiga macam tindak pidana. Sarjana muda bahasa Inggeris itu
sebelumnya ditahan di Wisma Pamardi Siwi.
Bulan Agustus tahun lalu Dale datang di Indonesia dari Singapura
dan menginap di Hotel Borobudur. Di hotel inilah ia berkenalan
dengan nona Yudith, juga warganegara Australia. Sejak itu Dale
mulai mengenal morfin. Lewat rokok dan suntikan. Mula-mula ia
selalu muntah-muntah, tapi makin lama makin bisa menyesuaikan
diri dengan obat bius itu. Malah makin keranjingan. Sehari
pengeluaran uangnya sampai Rp 20 ribu hanya untuk membeli
morfin. Waktu itu Dale belum begitu lancar berbahasa Indonesia.
Nah, untuk mendapatkan obat bius cukup dengan bantuan Yudith
yang sudah lebih lama tinggal di Indonesia. Karena pengeluaran
uang yang semakin besar Dale mulai kesulitan untuk membayar sewa
hotel. Di Hotel Borobudur saja rekening mencapai Rp 563 ribu
lebih.
Bursa Morfin
Rekening itu hanya dibayar dengan paspor yang diminta petugas
hotel. Namun Dale sempat meminta fotokopi paspornya dengan
alasan sebagai tanda pengenal. Ternyata kemudian digunakan untuk
masuk ke Hotel Gajah Mada. Sejak itu Dale berpindah-pindah
hotel. Fihak Hotel Gajah Mada tidak bisa berbuat lain kecuali
membuka kamar yang ditinggalkan Dale. Seluruh isi kamar disita
dan Dale tinggal memiliki apa yang dipakainya. Barang-barang itu
setelah dibawa ke muka meja hijau, ternyata ada yang hilang.
Menurut Dale tiket terselip di antara barang-barang yang
ditinggalkannya di hotel. Tetapi petugas hotel mengatakan
tidak melihat tiket tersebut.
Memang sial nasib Dale. Sedianya ia menunggu Yudith tetapi yang
ditunggu tidak kunjung datang sedangkan Dale sudah sangat
ketagihan morfin. Berangkatlah ia sendirian dengan taksi.
Tujuannya daerah Berlan, kompleks yang dulu beken karena banyak
perkelahian yang dilakukan penghuninya, dan kini dikenal sebagai
salah satu bursa morfin. Di sini kebetulan sedang diadakan
operasi oleh POM ABRI. Dale tertangkap basah dengan barang bukti
berupa tiga alat suntik. Sialnya bukan hanya dalam soal morfin.
Dalam-sewa hotelpun ternyata ia terkena hukuman sedangkan banyak
sekali orang yang tinggal di beberapa hotel tanpa bayar tetapi
tidak sampai berurusan dengan yang berwajib.
Sejak terkena morfin Dale susut badannya sampai 16 kilogram.
Namun kini kondisinya sudah pulih kembali. Sebab sejak tinggal
di Wisma Pamardi Siwi, sebagai tahanan, ia sudah berhenti
menyuntikkan morfin. Makanpun bertambah banyak. Sebelumnya ia
tidak punya nafsu makan. Asal sudah merokok ditaburi morfin dan
badannya disuntik dengan zat yang sama ia sudah cukup puas.
"Saya hanya tidur, merokok, suntik dan tidur lagi, begitu
terus", ujar Dale. Katanya ia tidak mengunjungi daerah-daerah
lain karen? dengan kerja rutin itu ia sudah cukup puas. Tidak ke
Bali? Tidak, karena ia belum tahu pasti apakah di pulau Dewata
tersebut ia akan memperoleh morfin.
Di negerinya ia tidak tahu menahu soal morfin. "Saya menyesal
sekarang. Malu, malu sekali", katanya. Apalagi bila wartawan
membidikkan lensa kearah wajahnya. Kepada TEMPO, ia mengatakan,
kapan-kapan ia akan kembali ke Indonesia, tetapi bukan untuk
mencari morfin. Keperluannya yang jelas tidak disebutkannya.
"Saya tidak punya pacar di sini", katanya. Tetapi Jaksa Meity
segera menyambung bahwa sebenarnya Dale punya kawan intim. Namun
gadis Australia itu enggan menyebut siapa pria yang dikaguminya.
"Sebab anda wartawan", begitu alasannya mengapa ia tidak mau
berterus terang.
Hakim Penterjemah
Lain halnya dimuka meja hijau. Di depan hakim, Dale bersikap
terus-terang. Siapa yang memberi memberi morfin kepadanya juga
diungkapkan terus-terang kepada hakim. "Saya tidak suka cipoa,
sebab hakim marah kalau saya cipoa". Walau baru beberapa saat
berada di Indonesia ia sudah mengenal istilah "cipoa" yang
artinya kurang lebih berbelit-belit.
Sikapnya yang berterus terang itu juga
tercermin ketika fihak kedutaan menawarkan pembela untuknya. Ia
tidak suka terlalu banyak liku-liku dan banyak pertanyaan. Yang
diinginkannya hanyalah segera mengetahui berapa lama lagi ia
harus dikungkung. "Tidak mau, tidak mau pembela". Untuk seorang
penterjemah, ia mau walaupun sudah agak lancar berbahasa
Indonesia. Dalam sidang pengadilan hakim meminta seorang
penterjemah. Secara spontan tampil penterjemah yang tidak lain
adalah Hakim Hungudidjojo. "Tapi ini bukan penterjemah
profesionil hanya amatir", sela Hakim Abdullah terhadap rekannya
yang menyediakan diri mendampingi terdakwa. Suasana sidang agak
gaduh tatkala penterjemah berdampingan dengan terdakwa. Apalagi
ketika petugas membuka sebagian barang bukti antara lain berupa
BH dan celana dalam.
Setelah Nikmat
Dale bukan satu-satunya orang Australia yang terlibat narkotika.
Di Komdak Metro Jaya juga sedang ditahan I.B. Campbell karena
ketahuan menggunanakan morfin. Selain itu Komdak juga sedang
menguber Yudith dan supaya tidak kabur ke luar negeri perkara
Yudith ini oleh Komdak sudah dilaporkan ke MABAK. Menurut
seorang perwira menengah di Komdak Metro Jaya, kini banyak warga
Australia yang terlibat hal-hal yang tidak baik. Antara lain
menyalahgunakan morfin dan melakukan kejahatan lainnya. Sejak
awal bulan lalu Komdak menambah kegiatan operasi menggerebek
pengedar obat-obat bius. Yang tertangkap sebagian besar pemakai
dan sedikit penjual. Jumlahnya 91 orang, seorang di antaranya
meninggal pertengahan Januari lalu.
Selain menyalahgunakan obat bius dan menipu hotel-hotel, Dale
juga dipersalahkan melanggar undang-undang keimigrasian. Ia
hanya mendapat izin tinggal selama dua minggu. Namun setelah
nikmat dengan morfin ia lupa mengurus perpanjangan visanya.
Alasannya, paspor ditahan di Hotel Borobudur. Soal tidak melapor
rupanya tidak boleh hanya ditimpakan kepada wisatawan asing saja
tetapi juga pihak yang didatangi. Menurut pasal 8 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 tahun 1954 ada kewajiban melapor bagi
pemilik hotel atau pemilik rumah bila ada tamu asing. Laporan
disampaikan kepada polisi. Tetapi kewajiban ini kini tidak
berjalan seperti yang diharapkan, ujar seorang perwira PKN
(Pengawas Keselamatan Negara). Seharusnya fihak yang berwajib,
ujarnya, lebih aktif bergerak supaya orang-orang asing tidak
bisa berkeliaran semaunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini