Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tak Sampai Tua Di Pamardi Siwi

Pn jakarta pusat memvonis 3 bulan penjara potong masa tahanan atas nona dale carol jeffs, warga negara Australia, terbukti melakukan tindak pidana: menipu hotel dan terlibat urusan obat bius. (krim)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SENANG sekali", ujar nona Dale Carol Jeffs, 21 tahun, setelah menerina putusan Pengadilan Negeri Jakara Pusat Rabu dua minggu yang lalu. Dengan putusan itu maka "saya tidak jadi sampai tua di Pamardi Siwi". Nona Australia itu begitu girang sebab sebelumnya ia sering ditakut-takuti bahwa dirinya bisa dihukum sekitar 7 tahun. Jaksa Ny. Meity A sebelumnya menuntut hukuman 5 bulan tapi kemudian Hakim TM Abdullah SH menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara potong tahanan karena terbukti bersalah melakukan tiga macam tindak pidana. Sarjana muda bahasa Inggeris itu sebelumnya ditahan di Wisma Pamardi Siwi. Bulan Agustus tahun lalu Dale datang di Indonesia dari Singapura dan menginap di Hotel Borobudur. Di hotel inilah ia berkenalan dengan nona Yudith, juga warganegara Australia. Sejak itu Dale mulai mengenal morfin. Lewat rokok dan suntikan. Mula-mula ia selalu muntah-muntah, tapi makin lama makin bisa menyesuaikan diri dengan obat bius itu. Malah makin keranjingan. Sehari pengeluaran uangnya sampai Rp 20 ribu hanya untuk membeli morfin. Waktu itu Dale belum begitu lancar berbahasa Indonesia. Nah, untuk mendapatkan obat bius cukup dengan bantuan Yudith yang sudah lebih lama tinggal di Indonesia. Karena pengeluaran uang yang semakin besar Dale mulai kesulitan untuk membayar sewa hotel. Di Hotel Borobudur saja rekening mencapai Rp 563 ribu lebih. Bursa Morfin Rekening itu hanya dibayar dengan paspor yang diminta petugas hotel. Namun Dale sempat meminta fotokopi paspornya dengan alasan sebagai tanda pengenal. Ternyata kemudian digunakan untuk masuk ke Hotel Gajah Mada. Sejak itu Dale berpindah-pindah hotel. Fihak Hotel Gajah Mada tidak bisa berbuat lain kecuali membuka kamar yang ditinggalkan Dale. Seluruh isi kamar disita dan Dale tinggal memiliki apa yang dipakainya. Barang-barang itu setelah dibawa ke muka meja hijau, ternyata ada yang hilang. Menurut Dale tiket terselip di antara barang-barang yang ditinggalkannya di hotel. Tetapi petugas hotel mengatakan tidak melihat tiket tersebut. Memang sial nasib Dale. Sedianya ia menunggu Yudith tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang sedangkan Dale sudah sangat ketagihan morfin. Berangkatlah ia sendirian dengan taksi. Tujuannya daerah Berlan, kompleks yang dulu beken karena banyak perkelahian yang dilakukan penghuninya, dan kini dikenal sebagai salah satu bursa morfin. Di sini kebetulan sedang diadakan operasi oleh POM ABRI. Dale tertangkap basah dengan barang bukti berupa tiga alat suntik. Sialnya bukan hanya dalam soal morfin. Dalam-sewa hotelpun ternyata ia terkena hukuman sedangkan banyak sekali orang yang tinggal di beberapa hotel tanpa bayar tetapi tidak sampai berurusan dengan yang berwajib. Sejak terkena morfin Dale susut badannya sampai 16 kilogram. Namun kini kondisinya sudah pulih kembali. Sebab sejak tinggal di Wisma Pamardi Siwi, sebagai tahanan, ia sudah berhenti menyuntikkan morfin. Makanpun bertambah banyak. Sebelumnya ia tidak punya nafsu makan. Asal sudah merokok ditaburi morfin dan badannya disuntik dengan zat yang sama ia sudah cukup puas. "Saya hanya tidur, merokok, suntik dan tidur lagi, begitu terus", ujar Dale. Katanya ia tidak mengunjungi daerah-daerah lain karen? dengan kerja rutin itu ia sudah cukup puas. Tidak ke Bali? Tidak, karena ia belum tahu pasti apakah di pulau Dewata tersebut ia akan memperoleh morfin. Di negerinya ia tidak tahu menahu soal morfin. "Saya menyesal sekarang. Malu, malu sekali", katanya. Apalagi bila wartawan membidikkan lensa kearah wajahnya. Kepada TEMPO, ia mengatakan, kapan-kapan ia akan kembali ke Indonesia, tetapi bukan untuk mencari morfin. Keperluannya yang jelas tidak disebutkannya. "Saya tidak punya pacar di sini", katanya. Tetapi Jaksa Meity segera menyambung bahwa sebenarnya Dale punya kawan intim. Namun gadis Australia itu enggan menyebut siapa pria yang dikaguminya. "Sebab anda wartawan", begitu alasannya mengapa ia tidak mau berterus terang. Hakim Penterjemah Lain halnya dimuka meja hijau. Di depan hakim, Dale bersikap terus-terang. Siapa yang memberi memberi morfin kepadanya juga diungkapkan terus-terang kepada hakim. "Saya tidak suka cipoa, sebab hakim marah kalau saya cipoa". Walau baru beberapa saat berada di Indonesia ia sudah mengenal istilah "cipoa" yang artinya kurang lebih berbelit-belit. Sikapnya yang berterus terang itu juga tercermin ketika fihak kedutaan menawarkan pembela untuknya. Ia tidak suka terlalu banyak liku-liku dan banyak pertanyaan. Yang diinginkannya hanyalah segera mengetahui berapa lama lagi ia harus dikungkung. "Tidak mau, tidak mau pembela". Untuk seorang penterjemah, ia mau walaupun sudah agak lancar berbahasa Indonesia. Dalam sidang pengadilan hakim meminta seorang penterjemah. Secara spontan tampil penterjemah yang tidak lain adalah Hakim Hungudidjojo. "Tapi ini bukan penterjemah profesionil hanya amatir", sela Hakim Abdullah terhadap rekannya yang menyediakan diri mendampingi terdakwa. Suasana sidang agak gaduh tatkala penterjemah berdampingan dengan terdakwa. Apalagi ketika petugas membuka sebagian barang bukti antara lain berupa BH dan celana dalam. Setelah Nikmat Dale bukan satu-satunya orang Australia yang terlibat narkotika. Di Komdak Metro Jaya juga sedang ditahan I.B. Campbell karena ketahuan menggunanakan morfin. Selain itu Komdak juga sedang menguber Yudith dan supaya tidak kabur ke luar negeri perkara Yudith ini oleh Komdak sudah dilaporkan ke MABAK. Menurut seorang perwira menengah di Komdak Metro Jaya, kini banyak warga Australia yang terlibat hal-hal yang tidak baik. Antara lain menyalahgunakan morfin dan melakukan kejahatan lainnya. Sejak awal bulan lalu Komdak menambah kegiatan operasi menggerebek pengedar obat-obat bius. Yang tertangkap sebagian besar pemakai dan sedikit penjual. Jumlahnya 91 orang, seorang di antaranya meninggal pertengahan Januari lalu. Selain menyalahgunakan obat bius dan menipu hotel-hotel, Dale juga dipersalahkan melanggar undang-undang keimigrasian. Ia hanya mendapat izin tinggal selama dua minggu. Namun setelah nikmat dengan morfin ia lupa mengurus perpanjangan visanya. Alasannya, paspor ditahan di Hotel Borobudur. Soal tidak melapor rupanya tidak boleh hanya ditimpakan kepada wisatawan asing saja tetapi juga pihak yang didatangi. Menurut pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1954 ada kewajiban melapor bagi pemilik hotel atau pemilik rumah bila ada tamu asing. Laporan disampaikan kepada polisi. Tetapi kewajiban ini kini tidak berjalan seperti yang diharapkan, ujar seorang perwira PKN (Pengawas Keselamatan Negara). Seharusnya fihak yang berwajib, ujarnya, lebih aktif bergerak supaya orang-orang asing tidak bisa berkeliaran semaunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus