SEORANG pemuda ganteng, rambut agak gondrong namun rapi bernama
WK dalam perjalanan dari Jakarta ke Surabaya mengajak kawannya
H dan SK untuk melakukan serangkaian pencurian di Bali. WK
yang menjadi otak, tahu bagaimana gampangnya hotel-hotel kecil
di Denpasar untuk dijadikan sasaran. WK, 30 tahun, asal Manado
dan mengaku beralamat di Jakarta sejak 2 tahun mengenal baik SK.
27 ketika pernah sama-sama senasib kalah pada salah satu kasino
-- di Jakarta. Setibanya di Surabaya, NS ikut ke Bali, walaupun
tidak tahu bahwa tujuan ke kota pariwisata Denpasar tiada lain
untuk maksud mencuri. Setelah semua peralatan sebagai penuri
kelas kakap yang mengandalkan otak, keempatnya tiba di Denpasar
25 Pebruari, lalu menginap semalam di Hotel Dewi. Dengan mudah
saja sebuah jam tangan Rolex digaet dari seorang tamu di hotel
tersebut. Selebihnya tak dapat apa-apa karena memang hotel itu
sepi.
WK yang sudah tahu seluk beluk kota Denpasar mengajak pindah ke
hotel agak ramai. Muncullah keempatnya di Hotel Bali Indah, dan
mendapatkan kamar no 3. Kebetulan sekali di kamar seberangnya
ada tamu yang bernama Kalandoro Citra Siantara, 24, pegawai
Golden State Olie beralamat Jl. Bongkaran 17 Surabaya.
Sama-sama orang rantau calon pencuri dan calon mangsa menjadi
akrab benar dalam satu hari itu. Bahkan di ruang depan hotel,
tatkala minum bir, WK mengajak Kalandoro piknik ke Bedugul.
Untung saja Kalandoro tidak mau, dan memang agaknya tawaran WK
tidak serius, cuma ingin melihat cara Kalandoro bertingkah. Dari
cara Kalandoro bicara, WK mengambil kesimpulan bahwa arek
Suroboyo ini baik dijadikan sasaran dan sebagai pegawai yang
akan menagih uang dari penjualan minyak pelumas pastilah ia
banyak duit. "Golden State banyak duit, awasi orangnya",
perintah WK pada H di kamarnya menjelang 26 Pebruari malam.
Seikat Uang
Besok siangnya ketika keempat kawanan ini habis berlibur di
Tampaksiring, kamar Kalandoro terlihat dalam keadaan terkunci.
Kasak-kusuk sana sini, akhirnya diketahui calon korban ini
keluar dengan meninggalkan tas di dalam. Siasatpun diatur.
Ketiga temannya mengawasi di pintu muka. Sedang WK sendiri
dengan kunci palsu yang begitu lengkap berhasil masuk kamar
nomor 4, di mana calon korban menginap. Dengan gesit sekali,
pintu dikunci dari dalam, dan WK langsung membuka dengan paksa 2
buah tas. Yang satu kosong, cuma berisi minyak rambut. Yang satu
ada seikat uang. Cepat ikatan uang itu ia masukkan ke dalam baju
sambil menggaet sebuah mesin hitung mini yang ada dalam tas.
Pintu kembali dikunci dari luar, dan WK segera mengumpulkan
kawan-kawannya di kamar. Dalam perundingan kilat ini kecepatan
maling yang berhasil itu memutuskan untuk kabur cepat-cepat
meninggalkan Bali dengan seikat uang yang belum mereka hitung.
Sepeda motor yang mereka sewa di Bali dikembalikan kepada Bakor
Motor (tempat menyewakan sepeda motor) dan mencari Colt yang
bersedia dicarter ke Surabaya. Supir Colt, Damayanti bersedia
mengantar pemuda-pemuda ganteng itu ke Surabaya dengan
pembayaran Rp 45.000. Begitulah, mobil meluncur ke arah
Gilimanuk, sekitar jam 20.00, 27 Pebruari.
Sementara itu Kalandoro datang, setelah seharian menagih uang
di Singaraja. Ia tiba-tiba kaget, uangnya hilang. Padahal pintu
terkunci. Dilaporkan kcpada petugas hotel. Tamu kamar no 3
segera dicurigai, apalagi orangnya tida ada lagi. Petugas hotel
dapat melaporkan ke Sektor Kepolisian Kota Denpasar dan laporan
menyusul pula ke Komres 1501 Badung. Malam itu pula Kabag
Reserse Komres 1501 Badung Kapten Pol. drs. Soeyono mengumpulkan
berbagai informasi guna mengetahui identitas pencuri. Ini tidak
menyulitkan benar, karena pada tempat-tempat sewa sepeda motor
yang dikordinir oleh Kasi Lantas Komdak Nusra memang ada
informan khusus.
Bali Terancam
Ke-4 kawanan pencuri dari kota metropolitan itu segera diketahui
ciri-cirinya dan dalam 5 menit petugas-petugas KP3 Gilimanuk
berjaga-jaga di pelabuhan. Jam 10.15 malam itu pula mobil yang
memuat 4 pemuda ganteng ditahan, sebelum menyentuh feri
Blambangan yang siap bertolak 1 jam lagi. Sejumlah uang yang
kemudian dihitung bnyaknya Rp 485.000 disita plus
peralatan-peralatan yang komplit, di antaranya 26 kunci pintu,
18 kunci sepeda motor, sebuah obeng besar, 14 kunci koper, 5
kartu penduduk dengan nama dan alamat berlainan dan 8 buah
alat-alat kikir. Alat kikir ini untuk meniru kunci pintu pada
hotel yang dijadikan sasaran, karena di antara sejumlah kunci
pintu yang dibawa ada yang belum sempurna "giginya". Ke4 pemuda
itu pun dikirim ke Denpasar kembali, untuk ditahan dan diusut.
Danres Kepolisian 1501 Badung, Letkol Pol drs Sofyendie yang
ditemui TEMPO sebelum acara rekonstruksi dimulai menilai, ke4
pencuri ini termasuk "kaliber kakap". Alasannya, mereka memakai
otak, korban diselidiki lama, tidak gegabah melakukan tindakan,
menyelidiki tempat yang empuk dijadikan sasaran. "Kalau
maling-maling metropolitan masuk Bali, dan masyarakat tetap
tidak waspada terhadap barangnya, Bali akan terancam", ujar
Danres serius.
Menurut drs Sofyendie, masyarakat Bali masih menganggap enteng
dan menyepelekan barang-barangnya. Pintu rumah tidak dikunci
padahal ke luar lama, jemuran tergeletak, menaruh seeda motor
seenaknya di jalan atau di kantor atau di rumah sakit, tanpa
dikunci. "Beruntung sekali Pulau Bali kecil, tempat pelarian
tidak ada, dan pintu keluar sedikit dan mudah diutup", ujar
Sofyendie. Selain menyerukan agar masyarakat mulai berhati-hati
-- karena nampaknya maling kaliber "otak" telah menyerbu Bali
Danres menyerukan agar yang bersangkutan secepatnya memberikan
laporan kepada kepolisian. "Terlambat satu jam saja sudah
bahaya, maling bisa terbang melalui Ngurah Rai", tambah Danres.
Khusus terhadap pemilik hotel, sudah berkali-kali diserukan agar
menaati ketentuan yang berlaku, misalnya melaporkan tamu kepada
kepolisian. Dan tata cara masuk hotel di Denpasar terlalu mudah
ini perlu diperketat. Danres Badung memberi contoh, dalam bulan
Pebruari sudah 5 kali pencurian dalam hotel yang kasusnya mirip
sama, pura-pura sebagai tamu, kemudian kabur setelah mengambil
barang milik tamu ain atau milik hotel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini