TELEGRAM dikirim Buyung Nasution dari Jakarta, 26 Mei lalu,
atas nama pimpinan pusat (DPP) Peradin kepada Kepala Kejaksaan
Tinggi Jawa Timur di Surabaya. Isinya: Memprotes cara
pemanggilan dan pemeriksaan Jaksa Syaff Effendi SH terhadap
Advokat Pamudji SH beberapa hari sebelumnya. "Cara-cara
pemeriksaan, sikap dan kata-kata jaksa terhadap anggota Peradin
tersebut," demikian Buyung, "sangat sinis dan tidak sepantasnya
dilakukan oleh seorang kolega sarjana hukum . . . "
Dan yang "tidak sepantasnya" itu, seperti dilaporkan Pamuji
kepada DPP Peradin, adalah sebagai berikut:
Tjeng Kai Ming dan J. Walep bekerja sama dalam CV Kuda Laut.
Belakangan mereka cek-cok memperebutkan kekayaan perusahaan.
Walep ternyata berhasil menarik tangan kejaksaan. Dengan tuduhan
menggelapkan kekayaan perusahaan berupa mobil, mebel dan
sejumlah uang, awal Januari 1978 Kai Ming ditahan dan diperiksa
oleh Jaksa Sinaga.
Kai Ming minta bantuan hukum Pamudji, lalu menceritakan
pengalamannya berurusan dengan jaksa. Mula-mula, katanya, jaksa
menyita semua barang yang dilaporkan digelapkannya. Setelah itu
barulah Kai Ming dipertemukan dengan saksi pelapor, J. Walep.
Diwasiti Jaksa Sinaga keduanya merundingkan cara-cara membagi
kekayaan perusahaan. Di situlah sebenarnya mulai tampak sesuatu
yang tidak seharusnya dicampuri kejaksaan: mengurus perkara
perdata.
Dakwaan Baru
Toh, buktinya Walep dan Kai Ming sepakat membagi kekayaan CV
Kuda Laut menurut aturan pembukuan. Dengan tercapainya
persetujuan tersebut Kai Ming boleh bebas dari tahanan
sementara.
Tapi Kai Ming menolak perhitungan buku yang dianggap merugikan
haknya. Dia menuntut agar pembuuan diperiksa akuntan.
Sebenarnya cara yang layak. Tapi Walep ternyata tak mau
memenuhinya. Ketika itulah Jaksa Sinaga, menurut Kai Ming,
kembali turun tangan. Kali ini, katanya, ia diminta
menandatangani sepucuk surat pernyataan (di atas meterai).
Isinya: pengakuan dan kesanggupan membayar hutang Rp 3,5 juta
kepada J. Walep. Tentu saja Kai Ming menolak.
Tapi akibatnya payah. Tiba-tiba Jaksa Sinaga menyodorkan dakwaan
baru. Kai Ming dituduh memanipulasikan uang kredit Bank Bumi
Daya. Perkara yang belakangan itulah yang membawa Kai Ming,
didampingi pembela Pamudji, menghadap majelis hakim di
Pengadilan Negeri Surabaya.
Di pengadilan Pamudji mencoba menempatkan perkara kliennya
kembali ke asal cerita. Kepada saksi pelapor, Walep, disodorkan
sebuah pertanyaan: Apa sebenarnya yang dilaporkan ke kejaksaan?
Walep tak bisa menjawab lain kecuali: "Memang soal pembagian
kekayaan perusahaan." Jadi hanya perkara perdata pada
mulanya.
Dalam sidang pengadilan itu pula, 10 Mei lalu, Pamudji memancing
Kai Ming agar membuka cerita tentang Jaksa Sinaga dan kertas
bermeterainya. Jaksa Sinaga memprotes. Namun Pamudji makin maju
melalui hakim diminta agar Kejaksaan Tinggi memeriksa tuduhan
Kai Ming terhadap Jaksa Sinaga. Dan selama kasus itu diperiksa,
pinta Pamudji, sebaiknya Jaksa Sinaga dibebastugaskan sebagai
penuntut umum, demi "tetap berwibawanya lembaga penuntut umum .
. . " kata Pamudji. Permintaannya, sesuai dengan kehendak
majelis iakim, dipertegas Pamudji dengan sepucuk surat resmi
yang disampaikannya pada persidangan 16 Mei berikutnya. Tapi
yang dilakukan Asisten Operasi Ke Kejati, Martin Rahman SH,
malah memanggil Pamuji untuk diinterogasi.
Merasa terpaksa memenuhi panggilan kejaksaan, Pamudji berhadapan
dengan jaksa pemeriksa Syaff Effendi. Keduanya kenalan lama
teman kuliah dan pernah tinggal satu asrama. Tapi sambutan Syaff
menurut Pamudji tidak menyenangkan. "Saya memanggil saudara
bukan sebagai teman tapi sebagai macgistraat," begitu Pamudji
mengutip Syaff.
Ada pula pertanyaan Jaksa Syaff yang, menurut Pamudji, begini
"Saudara pernah ikut organisasi apa?" Merasa kesal Pamudji
membuat pernyataan: "Tolong catat, saya pernah menjadi anggota
partai yang dibubarkan pemerintah!" Pengacara ini memang cukup
ternama di Jawa Timur sebagai pembela beberapa perkara Komando
Jihad. Beberapa di antaranya ia berhadapan, juga tarik urat,
dengan Jaksa Syaff sebagai penuntut umum.
Bagi Pamudji, perlakuan Jaksa Syaff rupanya patut ditarik
panjang. Laporannya kepada DPP Peradin di Jakarta melahirkan
telegram protes. Di samping mengecam cara-cara pemeriksaan,
sikap dan kata-kata seorang jaksa pemeriksa terhadap
pesakitannya, Peradin juga memperingatkan beberapa persoalan
hukum yang cukup penting.
Telegram protes Peradin telah diterima Kejati. Kasi Penyidikan,
Prapto Soepardi SH, menyatakan intansinya memang sudah dua kali
memeriksa Jaksa Sinaga. Hasilnya, "sejauh ini belum ada bukti
tuduhan Kai Ming itu benar," ujar Prapto. Adakah Jaksa Sinaga
boleh tetap mendapat kepercayaan sebagai penuntut umum dalam
perkara Kai Ming? "Biarlah pemeriksaan terhadap Sinaga
berlangsung dan pengadilan Kai Ming juga berjalan terus," kata
Prapto. "Kalau menarik Jaksa Sinaga berarti telah memvonisnya
bersalah," lanjutnya.
Kali ini Jaksa Syaff Effendi, karena tugas-tugasnya di luar
kota, belum angkat bicara. Sedangkan Jaksa Sinaga tengah
berfikir-fikir perlu tidaknya menuntut Pamudji dan kliennya
berdasarkan fasal-fasal penghinaan terhadap pegawai negeri
yang sedang menjalankan tugasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini