Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Telegram Protes Peradin

Peradin memprotes Kejati Jatim atas kasus Jaksa Syaff Effendi terhadap advokat Pamudji. Semula Pamudji diminta untuk menyelesaikan perkara Kai Ming & J. Walep dari CV. Kuda Laut. Masalah ini belum diselesaikan. (hk)

9 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEGRAM dikirim Buyung Nasution dari Jakarta, 26 Mei lalu, atas nama pimpinan pusat (DPP) Peradin kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya. Isinya: Memprotes cara pemanggilan dan pemeriksaan Jaksa Syaff Effendi SH terhadap Advokat Pamudji SH beberapa hari sebelumnya. "Cara-cara pemeriksaan, sikap dan kata-kata jaksa terhadap anggota Peradin tersebut," demikian Buyung, "sangat sinis dan tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang kolega sarjana hukum . . . " Dan yang "tidak sepantasnya" itu, seperti dilaporkan Pamuji kepada DPP Peradin, adalah sebagai berikut: Tjeng Kai Ming dan J. Walep bekerja sama dalam CV Kuda Laut. Belakangan mereka cek-cok memperebutkan kekayaan perusahaan. Walep ternyata berhasil menarik tangan kejaksaan. Dengan tuduhan menggelapkan kekayaan perusahaan berupa mobil, mebel dan sejumlah uang, awal Januari 1978 Kai Ming ditahan dan diperiksa oleh Jaksa Sinaga. Kai Ming minta bantuan hukum Pamudji, lalu menceritakan pengalamannya berurusan dengan jaksa. Mula-mula, katanya, jaksa menyita semua barang yang dilaporkan digelapkannya. Setelah itu barulah Kai Ming dipertemukan dengan saksi pelapor, J. Walep. Diwasiti Jaksa Sinaga keduanya merundingkan cara-cara membagi kekayaan perusahaan. Di situlah sebenarnya mulai tampak sesuatu yang tidak seharusnya dicampuri kejaksaan: mengurus perkara perdata. Dakwaan Baru Toh, buktinya Walep dan Kai Ming sepakat membagi kekayaan CV Kuda Laut menurut aturan pembukuan. Dengan tercapainya persetujuan tersebut Kai Ming boleh bebas dari tahanan sementara. Tapi Kai Ming menolak perhitungan buku yang dianggap merugikan haknya. Dia menuntut agar pembuuan diperiksa akuntan. Sebenarnya cara yang layak. Tapi Walep ternyata tak mau memenuhinya. Ketika itulah Jaksa Sinaga, menurut Kai Ming, kembali turun tangan. Kali ini, katanya, ia diminta menandatangani sepucuk surat pernyataan (di atas meterai). Isinya: pengakuan dan kesanggupan membayar hutang Rp 3,5 juta kepada J. Walep. Tentu saja Kai Ming menolak. Tapi akibatnya payah. Tiba-tiba Jaksa Sinaga menyodorkan dakwaan baru. Kai Ming dituduh memanipulasikan uang kredit Bank Bumi Daya. Perkara yang belakangan itulah yang membawa Kai Ming, didampingi pembela Pamudji, menghadap majelis hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Di pengadilan Pamudji mencoba menempatkan perkara kliennya kembali ke asal cerita. Kepada saksi pelapor, Walep, disodorkan sebuah pertanyaan: Apa sebenarnya yang dilaporkan ke kejaksaan? Walep tak bisa menjawab lain kecuali: "Memang soal pembagian kekayaan perusahaan." Jadi hanya perkara perdata pada mulanya. Dalam sidang pengadilan itu pula, 10 Mei lalu, Pamudji memancing Kai Ming agar membuka cerita tentang Jaksa Sinaga dan kertas bermeterainya. Jaksa Sinaga memprotes. Namun Pamudji makin maju melalui hakim diminta agar Kejaksaan Tinggi memeriksa tuduhan Kai Ming terhadap Jaksa Sinaga. Dan selama kasus itu diperiksa, pinta Pamudji, sebaiknya Jaksa Sinaga dibebastugaskan sebagai penuntut umum, demi "tetap berwibawanya lembaga penuntut umum . . . " kata Pamudji. Permintaannya, sesuai dengan kehendak majelis iakim, dipertegas Pamudji dengan sepucuk surat resmi yang disampaikannya pada persidangan 16 Mei berikutnya. Tapi yang dilakukan Asisten Operasi Ke Kejati, Martin Rahman SH, malah memanggil Pamuji untuk diinterogasi. Merasa terpaksa memenuhi panggilan kejaksaan, Pamudji berhadapan dengan jaksa pemeriksa Syaff Effendi. Keduanya kenalan lama teman kuliah dan pernah tinggal satu asrama. Tapi sambutan Syaff menurut Pamudji tidak menyenangkan. "Saya memanggil saudara bukan sebagai teman tapi sebagai macgistraat," begitu Pamudji mengutip Syaff. Ada pula pertanyaan Jaksa Syaff yang, menurut Pamudji, begini "Saudara pernah ikut organisasi apa?" Merasa kesal Pamudji membuat pernyataan: "Tolong catat, saya pernah menjadi anggota partai yang dibubarkan pemerintah!" Pengacara ini memang cukup ternama di Jawa Timur sebagai pembela beberapa perkara Komando Jihad. Beberapa di antaranya ia berhadapan, juga tarik urat, dengan Jaksa Syaff sebagai penuntut umum. Bagi Pamudji, perlakuan Jaksa Syaff rupanya patut ditarik panjang. Laporannya kepada DPP Peradin di Jakarta melahirkan telegram protes. Di samping mengecam cara-cara pemeriksaan, sikap dan kata-kata seorang jaksa pemeriksa terhadap pesakitannya, Peradin juga memperingatkan beberapa persoalan hukum yang cukup penting. Telegram protes Peradin telah diterima Kejati. Kasi Penyidikan, Prapto Soepardi SH, menyatakan intansinya memang sudah dua kali memeriksa Jaksa Sinaga. Hasilnya, "sejauh ini belum ada bukti tuduhan Kai Ming itu benar," ujar Prapto. Adakah Jaksa Sinaga boleh tetap mendapat kepercayaan sebagai penuntut umum dalam perkara Kai Ming? "Biarlah pemeriksaan terhadap Sinaga berlangsung dan pengadilan Kai Ming juga berjalan terus," kata Prapto. "Kalau menarik Jaksa Sinaga berarti telah memvonisnya bersalah," lanjutnya. Kali ini Jaksa Syaff Effendi, karena tugas-tugasnya di luar kota, belum angkat bicara. Sedangkan Jaksa Sinaga tengah berfikir-fikir perlu tidaknya menuntut Pamudji dan kliennya berdasarkan fasal-fasal penghinaan terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus