SEJAK semakin gencarnya penangkapan terhadap pengecer koran di
persimpangan jalan, menurut para agen, penjualan koran dan
majalah di Jakarta turun 20 sampai 40%. Terpukul karena
"pengejaran" itu, mereka Mei lalu membentuk organisasi untuk
memulihkan penjualan, bernama Persatuan Agen Surat Kabar-Majalah
(PASUM).
Penurunan jumlah penjualan itu, sebagaimana dikatakan Ketua
PASUM, Mesri Pasaribu, cukup mencemaskan "mengingat 40% dari
suratkabar dan majalah yang terbit di Indonesia dikonsumir di
Jakarta." Lagi pula penerbitan 'kan baru terpukul Knop '78.
"Saya mengkhawatirkan dalam beberapa bulan lagi akan banyak
suratkabar yang gulung tikar, terutama penerbit kecil," urai
Pasaribu.
PASUM yang beranggotakan 130 agen dan 1500 pengecer merencanakan
bertemu muka dengan Kadapol Metro Jaya untuk membujuk supaya
dilunakkannya peraturan tentang larangan berjualan di sekitar
lampu lalulintas. Begitu pula Gubernur DKI dan pihak Deppen
hendak dibujuknya. "Kita akan meminta agar anak-anak bisa
berjualan lagi di setiap traffic light. Juga akan mengajukan
kesanggupan kami untuk membekali anak-anak pengecer itu dengan
pakaian seragam dan tanda pengenal," tutur Mesri Pasaribu,
pemuda Batak yang menjadi salah seorang agen koran terpenting di
Jakarta.
Penjualan koran dan majalah di sekitar lampu lalulintas,
terutama Ketika lampu merah sedang menyala, biasanya membawa
rezeki bagi kaum pengecer, tapi uga membahayakan. Lalulintas
pun terganggu jadinya. Setengah tahun yang lalu seorang pengecer
bahkan meninggal tertabrak mobil ketika sedang menjajakan
korannya. Namun Mesri Pasaribu dan para pengurus PASUM
menganggap persimpangan tadi sebagai ladang yang subur. Ia tidak
menuntut berjualan sepanjang hari di daerah lampu lalulintas
itu. Hanya ia mengajukan kelonggaran, misalnya, pagi antara jam
6 sampai 10 dan sore antara 14.30 sampai 19.00. Namun pada
waktu itu di banyak tempat favorlt mereka lalulintas umumnya
tetap ramai.
Tempat-tempat terlarang berjualan koran sekarang ini bukan hanya
di persimpangan lalulintas, tapi juga di lingkungan pasar,
lapangan terbang, kantor pemerintah dan restoran tertentu.
Tampaknya PASUM ini akan memperjoangkan agar larangan itu buat
para pengecer koran ditiadakan.
Terbentuknya organisasi agen koran dan majalah ini disambut
hangat oleh sebagian penerbit. "Organisasi iu jelas melindungi
para pengecer. Mereka 'kan mencari sesuap nasi, membantu orang
tua dan untuk membiayai sekolah, kok dilarang. Koran, di mana
lagi dijual kalau bukan di perempatan yang strategis," sambut SK
Wibowo, pemimpin umum Berita Buana.
Pihak Kodak Metro Jaya sendiri nampaknya sudah tidak bisa
ditawar lagi untuk mengamankan lalulintas. "Tidak ada jalan
lain, mereka harus ditindak, dipersalahkan melanggar pasal 2
ayat 1 UUL," tukas Letkol R. Aritonang Kadispen Kodak Metro
Jaya. Kabarnya sudah 381 pengecer koran di Jakarta yang ditahan
dan didenda mulai dari Rp 500 sampai Rp 2000.
Meskipun ada larangan, suasana "gerilya" antara pihak penegak
hukum dan anak-anak pengecer masih menjadi pemandangan
sehari-hari di persimpangan jalan. Saniri, 14 tahun, bagaimana
pun tak bisa meninggalkan lampu lalulintas di perempatan Jalan
Perintis Kemerdekaan -- Jalan Achmad Yani, Jakarta. Dia yang
bertopi pandan mengejar Rp 1000 dengan menjajakan koran di
tempat itu. Malah dia bercita-cita membeli sawah di desanya
dengan tabungan yang dikumpulkannya dari berdagang koran. Tapi
tabungan itu -- dalam bentuk cincin emas -- sebulan yang lalu
terpaksa dijualnya. "Buat makan. Habis waktu itu tak biasa
berjualan, kita diuber-uber terus," keluh Saniri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini