PEMERINTAH RI nampaknya sudah sependapat bahwa betapa
janggalnya pemasangan iklan obat-obat produksi nasional di
majalah terbit luarnegeri, sementara sasarannya adan dokter
Indonesia sendiri. Majalah kedokteran asing itu, misalnya,
Medical Progress dan Asian Medical News, yang datang dari
Hongkong.
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes, Dr Midian
Sira dalam surat edaran tanggal 15 Mei menganjurkan kepada
perusahaan farmasi nasional maupun asing yang berada di sini
supaya memasang iklan di berbagai media kedokteran yang terbit
di Indonesia saja. Iklan lokal semua lari ke majalah kedokteran
yang terbit di luarnegeri, karena masih lemahnya penerbitan
khusus kedokteran di sini. Namun setelah munculnya berkala
majalah seperti Media Aesculapius, Medika dan beberapa lagi yang
terbitkan oleh perhimpunan ahli, keadaan itu tetap saja
berjangkit.
Mutu cetak dan penulisan kelihatana membuat para dokter menjadi
kecanduan terbitan luarnegeri itu. "Lagipula banyak dokter yang
snob, lebih senang dengan majalah dalam bahasa Inggeris,
sekalipun itu hanya sebagai hiasan di meja tamu," kata seorang
dokter.
Untuk melayani kegemaran tersebut beberapa penerbitan memuat
tulisan dalam bahasa Indonesia dan Inggeris. Medika yang semula
bersemangat untuk hanya menggunakan "bahasa Indonesia yang baik
dan benar," mendekati ulangtahunnya yang ke empat -- bulan Juni
-- juga mengalah. Beberapa artikelnya (mengenai perkembangan
dunia kedokteran di luarnegeri) muncul pula dalam bahasa
Inggeris.
Gabungan Pengusaha Farmasi menyambut baik seruan Midian Sirait
itu. "Iklan obat itu timbul karena perkembangan bisnis dalam
negeri. Sudah sewajarnyalah media dalam negeri ikut terbantu
oleh perkembangan bisnis tersebut. Lagi pula di sini sudah cukup
media kedokteran dan farmasi yang bermutu," sambut Eddie
Lembong, anggota pimpinan gabungan itu.
GP Farmasi merencanakan pertemuan dalam waktu dekat ini untuk
membicarakan surat edaran Dr Sirait tadi. "Perusahaan asing akan
kami undang dan akan kami beritahukan bahwa surat edaran
tersebut bukan bertujuan memusuhi perusahaan asing, tapi sekedar
mengajak mereka supaya membantu pertumbuhan media kedokteran
dalam negeri," kata Lembong lagi.
Bagi Medika sendiri, menurut Pemimpin Redaksinya, dr Kartono
Mohamad, surat Dirjen itu menunjukkan suatu pengertian
pemerintah untuk mengembangkan penerbitan dan jurnal kesehatan
dalam negeri dan menunjang perkembangan ilmu kedokteran
Indonesia. Iklan yang masuk ke majalah yang diasuhnya sudah
lumayan ampai akhir tahun ini. "Saya menyambut surat edaran
tersebut dari sudut patriotisme. Masak kita memproduksi obat
dalam negeri untuk konsumen dalam negeri, tapi pakai iklan media
luarnegeri," katanya.
Tapi masih terbayang kesulitan. "Kita bisa mengajak mereka yang
berdomisili di sini untuk tidak memuat iklan di Hongkong atau
Pilipina. Tapi bagaimana kalau perusahaan itu berpusat di Swiss
atau Amerika dan langsung memasang iklannya ke sana?" tanya
seorang pejabat di POM.
Perusahaan multi nasional sepantasnya akan lebih senang memasang
di majalah terbitan Hongkong atau Manila tadi, karena mutu cetak
yang baik. "Sampai sekarang ini media kedokteran kita belum bisa
menandingi media kedokteran asing. Itulah makanya iklan hasil
industri farmasi sulit masuk ke media kedokteran lokal,"
komentar Savrinus Suardi, ketua Persatuan Pengusaha Periklanan
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini