Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Terjarahnya BBD Kebayoran Baru

Frits maringka, anneke maringka, onny huwae, tertuduh pembobolan rp 1 milyar dari bbd kebayoran baru diadili. prakteknya, mereka mendapatkan test key untuk mentransfer dari bbd karawang ke bbd keb. baru.

26 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELALUI telepon mereka menjarah Rp 1,065 milyar di Bank Bumi Daya (BBD) Cabang Kebayoran Baru. Kasusnya kini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hingga pekan ini Jaksa P.H. Farid Siagian, R.J.S. Siburian, dan M.H. Harahap, secara terpisah menghadapkan Frits Maringka, Anneke Maringka, dan Onny Huwae. Awalnya begini. Sekitar pukul 09.00, pada 24 Maret 1987. Herman Mulyadi, pegawai Sie Deposito BBD Kebayoran Baru, menerima telepon. Herman -- yang sementara menggantikan Suhaimi Ilham, pegawai Sie Transfer -- menanyakan identitas. Si penelepon, yang mengaku bernama Achmad, dengan Kode J.0.57.A. dari Bagian Transfer BBD Cabang Krawang, menyatakan ada dua transfer dari Krawang untuk BBD Cabang Kebayoran. Kemudian berita transfer sejumlah Rp 380 juta dan Rp 685 juta itu dibacakan. Si penelepon minta berita itu diulang, karena transfer akan segera dicairkan. Lantas Herman menguji berita transfer itu. Baik kode transfer maupun kode identitas pejabat pengirimnya cocok. Hari itu juga kedua transfer yang berjumlah Rp 1,065 milyar itu dikirim dengan giro ke rekening dimaksud. Sebenarnya, berita transfer tadi disampaikan Frits Maringka, 44 tahun, di sebuah kamar di lantai tiga Hotel Kartika Candra, Jakarta. Dan hari itu juga rekan Frits, Onny Huwae, 50 tahun, berhasil mencairkan dana hasil transfer itu. Menurut dakwaan jaksa, Onny, yang menggunakan nama Achmad Adriani, besoknya menukar sebagian transfer (Rp 990.600.000,00) itu dengan US$ 600 ribu di PT Ayu Mas Agung. Onny juga membuka cek, masing-masing Rp 10 juta, di lima cabang BBD. Itu dilakukan untuk mengacaukan -- bila kelak dilacak. Setelah hasilnya mereka bagi, Frits mendapat US$ 200 ribu, Anneke US$ 250 ribu dan Onny kebagian US$ 150 ribu. Frits menggunakan uang itu antara lain untuk melancong ke Eropa Barat. Onny memakai uang bagiannya untuk jalan-jalan di dalam negeri, makan-makan, dan judi. Dan Anneke, uang itu untuk melunasi utang. Penjarahan berjalan mulus lantaran dibantu Nyonya Anneke Maringka, 41 tahun. Wanita yang bersaudara dengan Frits itu waktu itu masih Kepala Bagian Umum BBD Cabang Kuningan, Jakarta. Ia pernah pula Kepala Bagian Administrasi Dana dan Jasa Dalam Negeri di situ. Kode transfer dan test key yang rumit dan rahasia itu tentu banyak diketahui Anneke. Kalau dakwaan jaksa benar: Frits merencanakan pembobolan itu dengan Anneke sejak Februari silam. Mereka bertemu di beberapa restoran hamburger di Jakarta. Selanjutnya, Onny mengusahakan KTP palsu, dan dapat. Ia memakai nama Achmad Adriani dengan menukar fotonya. Dengan dana Rp 1 juta, Onny lalu membuka rekening di City Bank, 10 Maret 1987. Agar kelihatan aktif, beberapa kali Frits mentransfer dengan memakai nama samaran. Di antaranya, pada 14 Maret dan 17 Maret, atas nama Arifin dari Cabang Krawang, masing-masing Rp 100 ribu. Semua transfer itu melalui BBD Cabang Kebayoran. Juga pada 18 Maret, atas nama Arifin dari Cabang Krawang senilai Rp 50 ribu. Setelah itu, Frits -- yang mengaku sebagai pejabat Cabang Kebayoran -- menelepon Cabang Krawang. Ia berupaya mendapatkan test key atas transfer yang pernah dilakukannya itu. Dengan alasan kiriman uang tak bisa diserahkan, ia minta berita transfer dari Cabang Krawang pada 18 Maret 1987 senilai Rp 50 ribu dibacakan kembali. Terpenuhi. Test key itu ia serahkan pada Anneke. Lalu "diolah" sesuai dengan skenario. Kemudian mereka memesan kamar di Hotel Kartika Candra. Dan besoknya, 24 Maret, "proyek" itu dilaksanakan. Menurut sumber TEMPO, enam bulan sebelumnya rencana itu sebenarnya sudah diketahui beberapa orang yang kerap terlibat kejahatan perbankan. Lewat berbagai pertemuan, di Hotel Kartika Plaza dan Borobudur Intercontinental, mereka yang diduga bersindikat itu menawari calon pemodal dan pelaku untuk membuka rekening. Bahkan sebelum pilihan jatuh pada Onny, seseorang bernama Iwan, di antaranya, pernah diminta Frits melakukannya. Cuma Iwan, yang menggunakan KTP atas nama Hendra Heryanto, memilih transfer melalui Cabang Gambir -- padahal Frits minta via BBD Cabang Kebayoran. Frits berang, dan buku cek itu disobeknya. "Iwan sama sekali tak tahu rencana itu," kata Thomas Avianto, pengacara yang mendampingi Iwan ketika diperiksa polisi. "Setelah buku cek itu disobek, tak ada lagi hubungan dan bantuan Iwan," ujar Thomas melanjutkan. Iwan, katanya, kenal dengan Frits dalam usaha penjaminan sertifikat tanah. Pembobolan BBD itu terungkap awal April lalu setelah Suhaimi Ilham kembali bekerja. Suhaimi, yang sebelumnya diperbantukan ke Cabang Cilangkap, melihat kejanggalan. "Kedua kode transfer itu seharusnya belum dipergunakan cabang pengirim di Krawang," kata Tosman, 45 tahun, Kepala Urusan Pengawasan Umum BBD Pusat. Setelah dicek, Cabang Krawang tak mengakui kedua transfer itu. Musibah itu dilaporkan ke Dewan Direksi pada 13 April 1987. Dirut BBD, Omar Abdalla, amat prihatin atas musibah terburuk yang dialami BBD itu. Tapi setelah polisi melacak selama dua bulan, Frits, Anneke, dan Onny dibekuk pada 19 Juli silam. Sedangkan uang yang tersisa pada mereka cuma Rp 100-an juta -- di antaranya sekitar Rp 13 juta dari Frits. Frits tak mau bicara siapa pelaku yang lain. "Agaknya, dia mau menanggung semua risikonya," kata seorang polisi di Mabak. Sementara itu, Herman Mulyadi kini dimutasikan ke Kantor BBD Pusat. "Terhadap dia sama sekali tak ada penurunan pangkat atau jabatan," ujar Tosman. Di sel tahanan PN Jakarta Selatan, sebelum sidang, Anneke, yang berkaca mata tebal itu, angkat bahu ketika ditanya soal pembobolan tersebut. Lain dengan Onny. "Sungguh, saya tak tahu urusan pembobolan itu. Pembukaan rekening itu untuk proyek tanah yang dijanjikan Frits," katanya. Happy Sulistyadi dan Ahmadie Thaha (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus