Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Termakan bualan dukun

Karena percaya dukun, lalu jadi pembunuh. seorang anak SD pun tewas di tangannya.

16 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARMANTO Sitompul, 24 tahun, adalah contoh korban bualan dukun. Bagaikan peristiwa di zaman batu, petani karet dari Desa Aekparupuk, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, ini menombak dan menikam tiga penduduk sedesanya. Akibatnya, Iwan Panjaitan, 9 tahun, bocah SD, tewas bersimbah darah, akhir April lalu. Kini, Armanto sudah dua pekan tidur Polsek Batangangkola, Tapanuli Selatan. Seusai diperiksa polisi, ayah dua anak ini sempat juga mencoba melarikan diri. "Hingga ia terpaksa dititipkan di Rumah Tahanan Salambue, Padangsidempuan," kata Kapolsek Batangangkola, Serka. S. Sitanggang, kepada TEMPO. Kisah awalnya berpangkal pada sakit aneh yang diidap istrinya, Tio Samaria boru Tobing, 20 tahun, April lalu. Jika istrinya itu kumat, tubuhnya kejangkejang dan acap tak siuman. Belakangan, dari Sidikalang, Kabupaten Dairi, datang dukun Maruhum Simamora mengobati Tio. "Sudah banyak dukun lain yang gagal mengobatinya," kata Armanto. Sambil memejamkan mata, Maruhum komat-kamit membaca mantera di hadapan Tio. Singkat cerita, Maruhum berbisik ke kuping Armanto, "Binimu ini sakit karena digunagunai orang." Siapa pelakunya? Wak dukun ini cuma berbahasa aba-aba, begini: jika Tio sembuh akan ada orang desa itu yang sakit. Ternyata, Risma boru Hutapea, istri Samuel Panjaitan, tetangga Armanto, jatuh sakit. Sejak itulah Risma dicurigai. Namun, tetangganya yang lain, yaitu Korma boru Panjaitan, ikut dicurigai Armanto, karena istri Bistok Silitonga, 62 tahun, ini semarga dengan suami Risma. Soalnya sederhana saja: Korma pernah mendatangi Armanto di rumahnya. Setelah Korma pulang, tiba-tiba Tio rubuh dan pingsan. Maka, ia yakin Korma juga terlibat. Dalam panik itulah ia berniat membunuh keduanya. Sebenarnya, Korma datang untuk mengundang Armanto sekeluarga menghadiri pesta perkawinan anaknya pada 5 Mei lalu. Tapi bagi Armanto kejadian itu dianggapnya bukti bisikan sang dukun. "Kok setelah Korma pulang, istriku kumat lagi," katanya ketika ditemui TEMPO. Segera ia lari ke rumah Jabanggol Pasaribu. Kakek berusia 82 tahun ini mempunyai tombak khusus berburu babi. "Saya pinjam dulu tombakmu untuk berburu babi," katanya. Lalu, ia bergegas ke sasaran. Di tengah kerumunan orang menjenguk kumatnya Tio, ia melihat Bistok, suami Korma. Bak pendekar, ia pun menusuk perut Bistok tembus ke usus. Ketika ia mencoba menusuk lagi, Jabonggal yang datang menyusul merampas tombak itu. Tapi Armanto yang sudah seperti kerasukan itu lari ke rumah Esta boru Nainggolan. Ia mengambil pisau yang panjangnya 15 sentimeter. Kemudian, ia ke rumah Risma. Rupanya, yang ada hanya dua anak Risma, Togi dan Iwan, murid kelas 2 SD. Armanto menikam perut Iwan, 9 tahun. Anak ini tewas saat itu juga. Ususnya terburai. Togi, 14 tahun, yang melihat adiknya roboh, mencoba merampas pisau itu sehingga tangannya terluka. Penduduk segera datang melerai agar korban baru tak jatuh. Setelah mendapat laporan dari penduduk, polisi menangkap Armanto. Bistok yang ususnya kini mulai pulih memang pernah berselisih dengan Armanto. Yakni, ketika ia membikin pagar rumahnya yang merembes melewati batas tanah Armanto. Setelah ditegor Armanto, ia membongkar lagi dan mendirikannya di batas tanah yang benar. "Mungkin karena soal pagar itu mereka menggunagunai istriku," kata Armanto. Sebaliknya Bistok. Ia sudah melupakan kasus pagar itu. "Saya tak sangka soal itu masih berbuntut," katanya. Itulah kenapa ketika ia melihat Armanto membawa tombak, Bistok tak menyangka ia akan dijadikan sasaran. Setelah di tahanan, Armanto mengaku menyesal. "Aku gelap mata mendengar cerita dukun itu," katanya. Menurut KUHAP, Maruhum yang dari Sidikalang itu kelak bisa dijadikan saksi dalam persidangan Aramanto. Jika dukun ini mengakui membuali Armanto, modus operandi pembunuhan bermotif percaya pada klenik itu pun bisa dibuktikan. Bersihar Lubis dan Affan Bey

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus