Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Di balik paha bersembunyi susu

Yang berbaju longgar diawasi. bisnis eceran di pasar swalayan ditimpuk kerugian milyaran rupiah.

16 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUMPUKAN barang terpajang rapi. Ruangannya berudara sejuk AC. Dengan kondisinya demikian, membuat pembeli di pasar swalayan betah di dalam. Dan lebih dari itu, juga merangsang pengutil. Akibat ulah pencuri itu, kerugian pemilik toko tidak sedikit, seperti dialami Matahari Department Store. Nilai barang yang hilang di grup bisnis eceran milik Hari Darmawan itu, menurut media intern Berita Matahari, edisi April 1992, pernah mencapai Rp 7 milyar setahun. Salah satu contoh cabang Matahari di Senen, Jakarta Pusat. Kerugian akibat si pengutil selama tiga bulan ini Rp 6 juta. "Dan angka kehilangan barang meningkat terus," kata Putu Gede Aria, Asisten Store Manager itu. Maka, perangkat pengaman disiagakan. Ada delapan unit CCTV (circuit close television) yang meneropong di tiap lorong, dan 12 Satpam yang siap "memelototi" pembeli di Toko Matahari Cabang Senen. Toh barang di areal pembelanjaan seluas 7.000 meter persegi itu bobol juga. "Pengutil makin lihai," ujar Putu. Ada yang dapat digagalkan. Dari Januari hingga April lalu, di cabang Matahari itu berhasil dicekal 188 kasus pengutilan. Sebagian besar pelakunya adalah pelajar. Sebelum dilepas, mereka harus menebus barang yang kepergok dibawa itu, tanpa didenda. Lain lagi di Golden Truly. Pasar swalayan milik Sudwikatmono itu mengganjar pengutil dengan denda, yaitu enam kali dari nilai barang. Bila sanggup membayar mereka dibebaskan. "Bila tidak sanggup, ya, digiring ke kantor polisi," kata seorang satpam yang bertugas di Golden Truly Cabang Thamrin, Jakarta. Pengutil agaknya suka menggaet barang yang mudah dikantongi, seperti permen cokelat, sikat gigi, odol, dan parfum. Ada pula yang mencari di fashion shop. Mereka mengincar barang yang mudah dibawa serta mahal, seperti Tshirt dan sepatu. Department Store kalangan "atas" seperti Sogo juga sulit terhindar dari serangan si tangan jahil itu. Menurut L. Wada, General Service Manager, pengutilan barang di pusat pertokoan yang menjadi satu dengan Hotel Grand Hyatt Jakarta itu selalu ada. Gaya pengutilannya macam-macam. Ada yang mencoba dulu kemudian nyelonong pergi. Ada pula yang mencoba baju tiga, dikembalikan dua. Barang kecil seperti ikat pinggang, sering menjadi sasaran empuk. "Hampir tiap hari kami menangkap pengutil," kata Wada kepada TEMPO. Untuk mengatasi pengutil, sistem pengamanan mutlak dipakai. "Dan kami harus hati-hati agar pengunjung tak merasa dirinya dicurigai," kata Suryadharma Ali, Asisten Direktur Hero Supermarket, Jakarta. "Jika salah menebak, bisa kena damprat pembeli." Yang perlu diawasi adalah pengunjung berjaket tebal dan berbaju longgar. Model begitu gemar dipakai oleh pengutil. Ali enggan menyebut besar kerugian, tapi mengakui Hero sering bobol. Barang yang dicolong itu misalnya keramik, susu kaleng, dan minuman keras yang favorit pengutil. Seorang wanita pernah ditangkap ketika mencuri susu lima kilogram. Barang itu disembunyikan di antara pahanya. "Dan hebatnya, ia bisa jalan seperti biasa," cerita Ali lagi. Kejadian serupa juga dialami Toko Swalayan Sri Ratu, Semarang. Dua ibu setengah baya keluar masuk toko. Bila keluar tak pernah kelihatan membawa barang belanjaan. Seorang Satpam yang curiga mengontak pengawas CCTV. Petugas menjawab: aman. Namun, petugas satpam tadi penasaran. Dua wanita itu diikuti. Cara berjalan mereka itu unik. Kalau turun tangga, tubuhnya agak miring. Ketika salah seorang ditegur satpam, ia tampak kaget, dan meluncurlah kaleng susu Sustagen dari dalam roknya (TEMPO, 5 Juli 1986). Serunya pengutil yang menyerbu pasar swalayan membuat para pengelola di Semarang membuat kiat menarik. Mereka sepakat untuk saling tukar-menukar foto pengutil yang pernah tertangkap di lokasinya. Ternyata si pengutil masih merajalela. "Sebulan kami rata-rata menderita kerugian satu juta rupiah lebih," kata Alvin Lie, Direktur Utama Mickey Morse, Semarang. Kasus pencurian di pasar swalayan pernah disidangkan di Bandung. Dua orang yang dituduh mengutil di Matahari Department Store, Palaguna, Bandung, ketika itu diputus bebas. Menurut hakim, mereka dianggap tidak sengaja membawa barang yang tidak dibayar itu. Hasil putusan itu membuat kecewa para karyawan Matahari. Karena, gara-gara sering kecolongan mereka pula yang harus mengganti kerugian barang yang hilang itu. Ini pun setelah ada kejadiannya. Pengutilan tak hanya dilakukan pengunjung, sebab ada yang digalang oleh orang dalam sendiri. Yaitu kerja sama antara penjaga barang, kasir, dan pengawas. Mereka ada yang langsung memakai baju barang dagangan. Ada pula yang memindahkan sepatu mahal ke kardus sepatu murah. Kemudian dalam kardus itu dimasukkan barang-barang kecil yang mahal. Di Sogo, menurut Wada, pihaknya baru membongkar komplotan pengutil yang beranggotakan 10 orang yang terdiri dari orang dalam. Masalah pengutilan di pasar swalayan di Jakarta, menurut Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Letkol. Latief Rabar, cenderung meningkat. Toh pihak Polda belum mempunyai data yang spesifik. Selama ini, kasus itu tak dipilah dengan kasus pencurian biasa. Tapi, apa pun dalih pengutilannya, apakah iseng, hobi, atau kleptomania, menurut Latief, "Mereka itu tetap sebagai pencuri." Gatot Triyanto dan laporan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus