Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Untung gepeng dan nasib sopirnya

Pelawak gepeng dihukum 5 bulan penjara karena menyimpan senjata api tanpa izin. (hk)

24 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEPENG tak selalu beruntung. Walau ia sudah menyatakan penyesalannya dan meminta maaf di depan pengadilan, dan bahkan kepada seluruh penonton TVRI, kesalahannya tak bisa diampuni hakim. Majelis Pengadilan Negeri Surakarta, pekan lalu, menghukum primadona rombongan Srimulat itu 5 bulan penjara potong tahanan. "Hakim berkeyakinan bahwa dia melakukan kejahatan menyimpan senjata api tanpa izin," ujar Ketua Majelis Hakim Setyo Harsoyo. "Jongos" Srimulat itu dua pekan lalu muncul untuk pertama kalinya di TVRI sejak ia kena perkara. Selain meminta maaf, serius-serius lucu, Gepeng juga berharap kasus yang menimpa dirinya tidak terulang pada anak-cucunya serta anggota masyarakat lainnya. Tak lupa pula Gepeng, yang memang tidak tamat SD itu, sekali lagi mengemukakan ketidaktahuannya tentang hukum -- termasuk larangan memegang senjata api tanpa izin. Bela diri, atau menurut Gepeng alias Aris Freddy sekadar mengeluarkan uneg-uneg di hatinya pula, telah disampaikannya pada acara pembelaan di pengadilan: "Saya beli senjata api itu karena ditawari. Ketika itu saya ingat sopir saya bekas ABRI dan bisa menggunakannya. Senjata itu bagi saya untuk menakut-nakuti gali. Pada gali, hati saya selalu takut dan kacau." Yang jelas, sambungnya, "saya orang kecil, buta hukum, tak niat melanggar hukum." Di luar sidang, Gepeng membenarkan bahwa pledoinya itu dimaksudkannya untuk mengetuk hati hakim. Tapi, ternyata, majelis hakim berpendapat bahwa sebodoh-bodohnya Gepeng ia tentu tahu senjata api yang dimilikinya itu harus dilengkapi surat izin. Apalagi soal itu sudah pernah diingatkan rekannya, Tarzan, dan juga sopirnya, Dadang. Karena itu, hakim sependapat dengan perumpamaan jaksa, perbuatan Gepeng tak ubahnya "Petruk jadi raja", orang kecil yang bertingkah macam-macam karena tiba-tiba mendapat kekuasaa dan kekayaan. Majelis berkeyakinan bahwa Gepeng bersalah. Menurut Hakim Setyo, jika hukuman itu diterima, pekan ini juga pelawak itu harus masuk penjara selama 5 bulan dipotong sejak ia ditahan 22 Juni sampai 23 Juli (tahanan polisi) dan sejak 23 Juli sampai 10 Agustus sebagai "tahanan kota". "Saya masih bingung, Mas," ujar Gepeng selesai sidang. Ia belum memutuskan apakah akan banding atau menerima putusan itu. "Mungkin saya akan meminta grasi saja kepada Presiden," ujar Gepeng. Tapi yang lebih bingung adalah boss Srimulat, Teguh. Ia risau bila anak buah kesayangannya itu harus masuk penjara sebab, artinya, Gepeng akan sulit diterima menjadi anggota organisasi artis film (Parfi). Persoalan itu, katanya, bakal punya ekses ke bisnisnya -- artis yang bukan anggota Parfi sulit untuk diterima main film. "Padahal, masih ada tiga film lagi yang harus diselesaikannya," keluh Teguh. Namun, sejelek-jeleknya, nasib Gepeng masih lebih baik. Ia, seperti juga tertuduh-tertuduh perkara senjata api gelap lainnya, lolos dari ancaman hukuman tertinggi yang dicantumkan Undang-Undang Darurat/No. 12/1951, yaitu mati. Bahkan putusan hakim pun lebih ringan dari permintaan jaksa yang sebelumnya menuntut 10 bulan penjara. Tambahan lagi, dibandingkan dengan sopirnya, Dadang Sugiyatno, yang dituntut jaksa dengan hukuman 1 tahun penjara, Gepeng boleh bersyukur. Bernasib lain dengan Gepeng, sampai kini Dadang masih mendekam di tahanan. Permohonan tahanan luarnya ditolak hakim. Di LP Solo, tempat ia ditahan, Dadang menangis meratapi nasibnya. Selama di tahanan, menurut Dadang yang dulu merangkap pemain Srimulat itu, ia tidak sekali pun dikunjungi Teguh. Sampai-sampai, katanya, istrinya menjual sepeda motor satu-satunya untuk hidup. Tapi, yang lebih mengecewakannya, adalah perlakuan hakim dan jaksa terhadapnya: dibedakan dengan Gepeng. Padahal, "dulu sebenarnya saya tidak mau membawa senjata itu, tapi dipaksa Gepeng," katanya. Senjata api jenis FN itu, yang menurut Gepeng dibelinya dari seorang mahasiswa bernama Syahrial, memang tertangkap di tangan Dadang, Juni lalu. Ketika itu Dadang main bilyar di kompleks Srimulat, Balekambang, Solo. (TEMPO, 20 Agustus). Baik hakim maupun jaksa membantah adanya diskriminasi hukum antara Gepeng dan sopirnya. "Kami memang melihat faktor subyeknya di samping obyeknya," ujar Hakim Setyo Harsoyo. Menurut hakim itu, Gepeng di persidangan terbukti berpendidikan rendah, jujur, dan tidak pernah menggunakan senjata itu. Sementara itu, sopirnya, bekas tentara, tahu benar seluk-beluk senjata dan membawanya ke mana-mana. Dengan itu, hakim akhirnya membenarkan bahwa keputusan terhadap Dadang, akhir September ini, akan lebih berat dari Gepeng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus