Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa ujaran kebencian dan penistaan agama, Muhammad Yahya Waloni, meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menghapus konten video ceramahnya.
Yahya tidak ingin video ceramahnya yang berisi ujaran kebencian dan penistaan terhadap agama beredar di media sosial. "Semua konten video saya terkait ketersinggungan dan telah menyakiti dan telah melukai perasaan saudara-saudara saya kaum Nasrani tolong bekerja sama dengan Kominfo untuk dihapus," katanya saat menyampaikan pembelaannya secara lisan dalam sidang pembacaan tuntutan secara virtual, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 28 Desember 2021, dikutip dari Antara.
Yahya Waloni dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) tujuh bulan penjara dan denda Rp50 juta dengan subsider satu bulan kurungan. Ia menerima tuntutan jaksa penuntut dan mengajukan pembelaan (pleidoi) secara lisan.
Dalam pembelaannya, penceramah kelahiran Manado tersebut mengakui perbuatannya, menyesali serta berjanji tidak akan mengulanginya. Siap menjalani segala bentuk hukuman yang akan dijatuhkan terhadap dirinya.
Yahya Waloni mengaku khilaf atas ulahnya melontarkan ujaran kebencian dalam ceramah-ceramahnya. “Setelah saya mendengar, melihat dan sekaligus disadarkan oleh Bareskrim, itu saya merasa itu bukan pribadi saya yang berbicara, saya merasa bodoh, merasa orang yang tidak berpendidikan," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Yahya Waloni, penjara memberikannya pelajaran tentang arti keberagaman dan saling menghormati antarumat beragama. Ia mengamini jika perbuatannya telah melanggar etika publik, etika Pancasila, melanggar etik Undang-Undang Dasar 1945, bahkan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca juga: