Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BKKBN Kejar Target Penurunan Stunting 14 Persen di 2024

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr.(H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) telah membuat Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia.

16 Desember 2023 | 17.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr.(H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) telah membuat Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) untuk mencapai target penurunan stunting 14 persen di 2024. RAN PASTI dibuat setelah adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami libatkan semua kabupaten kota, ada 514 kabupaten kota semua berkomitmen dalam percepatan penurunan stunting, kemudian ada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di provinsi, kabupaten, kota dan juga di seluruh kecamatan ada 7.226 Kecamatan dan juga di 82.723 desa atau kelurahan itu ada TPPSnya," kata Hasto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasto menjelaskan, angka stunting di Indonesia dari 2013 sampai 2018 rata-rata penurunannya adalah 1,3 persen pertahun. Kemudian dari 2019 ke 2021 dan ada pandemi dari 27,7 menjadi 24,4, sehingga totalnya satu tahunnya rata-rata 1,65 persen.

"Kemudian ada peraturan presiden tahun 2021 kerja keras kami ke 2022, alhamdulillah dalam waktu satu tahun itu turun dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen artinya turunnya 2,8 persen pertahun," ujar Hasto.

Hal itu berkat sosialisasi yang masif dan kerja tim PPS di tingkat provinsi, kabupaten, kota dan seluruh kecamatan. Namun, Hasto menegaskan, untuk menuju 14 persen di 2024, dibutuhkan penurunan di akhir 2023 sekitar 18 persen.

"Harapannya akhir tahun ini mencapai 17,8 atau 18 persen, sehingga harapannya nanti di tahun 2024 itu bisa mendekati 14 persen," ujarnya.

Stunting adalah kondisi yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. "Tapi yang harus diingat, stunting itu pasti bertubuh pendek, sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting," kata Hasto.

Menurut Hasto, stunting juga mempengaruhi atau menghambat perkembangan otak dan fisik anak, sehingga sulit mencapai prestasi di masa depan. Hasto menjelaskan, sekitar 70 persen kasus anak stunting disebabkan karena faktor sensitif, yakni kemiskinan, pendidikan, sanitasi yang buruk dan ketiadaan air bersih.

"Ini faktor-faktor jauh tapi pengaruhnya besar, karena meskipun makanan yang cukup, tapi kalau sanitasi tidak bagus anak jadi sering diare, ada juga yang TBC dan sebagainya," ujarnya.

Karena itu, Hasto berharap, keluarga menjadi rumah utama atau mesin utama untuk menciptakan lahirnya generasi yang cerdas dan sehat. "Itu harapan saya dan itu baru setingkat bangunlah badannya," kata dia. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus