Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HNW : Hukuman Mati Pemerkosa Santriwati Sesuai Konstitusi

Sanksi hukuman mati diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016.

14 Januari 2022 | 14.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


INFO NASIONAL- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid, kembali mendukung sikap tegas jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman mati terhadap Herry Wirawan terdakwa pemerkosa 12 santriwati. Hidayat mengingatkan kepada mereka yang menolak agar konsisten dengan pelaksanaan prinsip konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Dalam praktek hukum juga hanya merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.  

“ Sanksi hukuman mati itu diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU Perlindungan Anak (PA). Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 menyatakan pemberlakuan hak asasi manusia di Indonesia harus tunduk pada pembatasan yang dibuat oleh undang-undang, seperti UU PA,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat 14 Januari. 

HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid  menyatakan,   meski UUD NRI 1945 memberikan jaminan terhadap hak hidup sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28I, tetapi pelaksanaan hak hidup itu dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2). “Artinya, sanksi hukuman mati itu tetap sah diberlakukan selama diatur melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Menurut HNW, UU PA  jelas mencantumkan beberapa ketentuan hukuman mati terhadap kejahatan serius terhadap anak. Selain Pasal 81 ayat (5) terkait kekerasan seksual terhadap anak yang dikenakan kepada Herry Wirawan, ada pula Pasal 89 ayat (1) yang mencantumkan hukuman mati terkait pelibatan anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan / atau psikotropika.  

Anggota Komisi VIII DPR RI itu juga mendukung  tuntutan Jaksa terhadap Herry Wirawan yang menambahkan sanksi pemberat,  sebagai ikhtiar kesungguhan menghadirkan perlindungan terhadap anak-anak.  “Ada pihak yang berdalih tidak ada korelasi antara hukuman mati dan efek jera, dengan argumen  kejahatan toh masih ada. Kalau cara berpikirnya seperti itu, maka semua sanksi pidana yang ringan sekalipun akan bisa dianggap tidak diperlukan, karena dianggap tidak memiliki efek jera,” ujarnya

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, dukungan  hukuman mati terhadap Hery Wiryawan, kata HNW merupakan komitmennyamemberantas dan mencegah kekerasan serta  kejahatan seksual. Karenanya  HNW juga berharap agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diperbaiki sesuai aspirasi publik.  Antara  lain dengan mencantumkan hukuman yang maksimal ini. 

Secara tegas, HNW juga mengkritik Komnas HAM yang justru berkomentar menolak tuntutan hukuman mati terhadap predator anak.  Seharusnya, norma hukum yang dijadikan acuan hukum oleh Komnas adalah yang berlaku di Indonesia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Setiap negara memiliki kedaulatan  menentukan sistem atau jenis hukum yang diberlakukan di negaranya. Dan Indonesia adalah Negara Hukum dengan UUD NRI tahun 1945 dan UU PA yang melegalkan hukuman mati.  Dengan  logika hukum dan HAM, maka Komnas HAM mestinya ikut mendukung pemberlakuan norma hukuman mati tersebut. Semoga hakim mengabulkan tuntutan hukuman mati, yang bisa menghadirkan efek jera,” katanya.(*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus