Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menaker Terbitkan Surat Edaran Pelaksanaan THR 2019

Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja.

16 Mei 2019 | 14.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri meninjau Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan yang terletak di Jalan Gatot Subroto KM 7,8 kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (15/3/2019).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2019.  Surat yang ditandatangani pada 14 Mei 2019 itu ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Hal ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan," ujar Hanif di Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam surat itu, Hanif mengatakan SE pelaksanaan THR ini berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

"THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul fitri 1440 Hijriah. Pekerja yang telah bekerja selama sebulan secara terus-menerus berhak mendapat THR," ucapnya.

"Jika mengacu pada regulasi, pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7. Namun saya mengimbau kalau bisa pembayaran dilakukan maksimal dua minggu sebelum Lebaran agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik," katanya.

Terkait dengan jumlah besaran THR, setiap pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih memperoleh THR sebulan upah. Bagi pekerja yang mempunyai masa kerja sebulan secara terus-menerus, tapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dan dikali satu bulan upah.

Sementara itu, bagi pekerja harian lepas yang mempunyai masa kerja 12  bulan atau lebih, besaran THR berdasarkan upah satu  bulan yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Bagi pekerja lepas yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

"Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan," tuturnya.

Terkait dengan penerapan sanksi, apabila pengusaha terlambat atau tidak membayar THR Keagamaan, dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam  Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Untuk mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan, Hanif berharap masing-masing provinsi membentuk  Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Tahun 2019.

“Kita juga meminta para gubernur beserta para bupati/wali kota untuk memperhatikan, mengawasi dan menegaskan kepada para pengusaha di wilayahnya untuk melaksanakan pembayaran THR tepat waktu,” katanya. (*)

Esra Dopita Meret

Esra Dopita Meret

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus