Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Pendidikan usia dini memang penting. Meskipun setiap orang belajar terus sepanjang hidupnya, belajar di masa kecil menentukan masa depan seseorang. “Bahkan waktu bayi kita belajar 24 jam,” ujar Lula Kamal, pegiat pendidikan dan parenting influence dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pendidikan usia dini memang membekas pada tiga dua muda pejuang mimpi, yakni Ahmad Fuadi dan Stanley Ferdinandus. Ahmad Fuadi, pengarang Novel “Negeri 5 Menara” mengatakan, dia menulis karena ingin membagi pengalamannya. Novel tersebut masuk dalam jajaran best seller tahun 2009 dan masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award. “Tulisan lebih kuat dari peluru. Tulislah minimal satu buku dalam hidupmu,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkat ketekunannya di bidang tulis menulis, Ahmad berhasil mendapatkan sejumlah beasiswa. Antara lain, dia mendapatkan Fullbright Scholarship dari Amerika Serikat pada 1999-2002. Lalu meraih Chevening Award dari Pemerintah Inggris pada 2004-2005. Kemudian di tahun yang sama, Ahmad memperoleh Chevening untuk belajar film dokumenter di Royal Holloway, University of London.
Kesulitan Ahmad Fuadi dalam menggapai cita-cita untuk memperoleh pendidikan yang baik mendorongnya mendirikan komunitas Menara. Ini adalah yayasan sosial untuk membantu pendidikan masyarakat yang kurang mampu, khususnya untuk usia pra sekolah. Saat ini, Komunitas Menara memiliki sebuah sekolah anak usia dini gratis di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.
Para pemuda juga bisa belajar banyak dari Stanley Ferdinandus yang mendirikan Yayasan Heka Leka, sebuah yayasan nirlaba di bidang pendidikan. Stanley mendirikan yayasan ini pada 7 September 2011. “Heka Leka” adalah simbol semangat untuk terus berkolaborasi dengan sesama dan dengan organisasi yang peduli untuk membangun dunia pendidikan di Maluku
Stanley berkeinginan mewujudkan Maluku Cerdas setelah melihat keterpurukan yang dialami masyarakat Maluku pasca konflik horisontal. Lantas, dia mengajak beberapa pemuda di Ambon untuk melakukan kegiatan berupa Gerakan 2 Jam Voor Maluku. Lewat kegiatan ini, Stanley mengajak para pemuda menggunakan dua jam waktunya dalam sepekan untuk mengajar dan menginspirasi anak-anak Maluku melalui berbagai kelompok belajar.
Sejumlah kegiatan Heka Leka tidak hanya terpusat di Kota Ambon, tapi juga menjangkau berbagai daerah terpencil lainnya di Propinsi Maluku. “Jangan pernah apatis sebagai pemuda. Apa yang kita lakukan adalah hal yang mulia,” ujar Stanley.
Hal-hal positif yang dilakukan Ahmad dan Stanley adalah kegiatan yang bisa dilakukan pemuda-pemuda Indonesia megikuti jejak para pemuda penggagas Sumpah Pemuda tahun 1928. Cerita inspiratif keduanya yang sukses mewujudkan cita-citanya itu dapat membangkitkan semangat generasi muda.
“Jadilah penggagas, bukan pengikis,” ujar Sri Hartini, pamong budaya ahli utama dan koordinator umum Pekan Kebudayaan Nasional 2020, dalam sebuah webinar yang digelar Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, akhir Oktober lalu.
Puspeka adalah unit di Kemendikbud yang bertugas melaksanakan penguatan karakter secara menyeluruh ke seluruh pelosok negeri. Untuk mendukung terwujudnya Profil Pelajar Pancasila, khususnya kepada generasi muda, Puspeka juga mengembangkan konten kampanye nilai-nilai Pancasila dan menyebarluaskan konten melalui berbagai media termasuk melalui media social seperti Instagram @cerdasberkarakter. kemdikbudri, Facebook dan Youtube Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI, laman https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id, dan tiktok @cerdasberkarakter.(*)