Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedudukan Strategis Dana Indonesiana Bagi Ekosistem Seni Budaya

Dana Indonesiana telah hadir dengan model pendanaan seni budaya yang spesifik

16 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penerima Dana Indonesiana 2022

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagian besar pelaku dan organisasi seni di Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap dukungan dana eksternal. Tidak banyak dari mereka yang mampu menjamin keberlanjutan produksi karya serta lembaganya secara mandiri. Penelitian Koalisi Seni pada tahun 2016 memperlihatkan, mayoritas dari 227 organisasi seni yang tersebar di delapan kota di Indonesia masih bergantung pada pemberi dana eksternal, baik itu pemerintah, perusahaan, maupun lembaga donor, agar dapat bertahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketergantungan pendanaan di sektor seni terjadi secara merata di Indonesia. Kemudian diperparah ketika Pandemi. Sebagai solusi, Pemerintah meluncurkan program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) tahun 2020. Dana FBK berasal dari APBN dengan mengonsolidasikan seluruh anggaran hibah yang dikelola berbagai Direktorat di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Tujuan utamanya: proses produksi karya dan ekosistem seni budaya dapat terus berjalan. Pengelolaan FBK dirancang sedemikian rupa sebagai pilot project dari metode pengelolaan dana perwalian kebudayaan yang saat itu dalam proses pembentukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lahirnya program Dana Indonesiana pada tahun 2022 merupakan titik puncak dari amanat pembentukan dana perwalian kebudayaan yang diatur dalam UU Pemajuan Kebudayaan. Konsepsi ini tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) UU tersebut, yang kemudian diwujudkan melalui Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2021 tentang Dana Abadi Pendidikan yang di dalamnya juga mengatur dana abadi kebudayaan. Dana Indonesiana mendistribusikan hibah pemerintah di bidang kebudayaan secara terintegrasi. Sumbernya berasal dari pengelolaan dana abadi kebudayaan, APBN melalui FBK, dan dana abadi pendidikan (baik beasiswa gelar maupun non-gelar). 

Sejak diluncurkan, Dana Indonesiana memiliki peran strategis dalam mendukung kegiatan seni budaya di Indonesia. Ketergantungan pembiayaan produksi seni dan lembaga seni pada APBN/APBD, perusahaan, dan patron sedikit terurai.  Hingga tahun 2024, tercatat lebih dari 600 penerima manfaat yang menyebar di seluruh Indonesia dalam berbagai kategori. 

Anwar Jimpe, Direktur Makassar Biennale salah satu penerima kategori Dukungan Institusional merasakan manfaat signifikan sejak menerima Dana Indonesiana. Selama ini pendanaan Makassar Biennale terbatas dari tabungan (saving) lembaga, sponsor dan mitra lokal-nasional-internasional, dengan semangat ‘urunan’. Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan calon sponsor atau mitra untuk turut ‘urunan’ pada kegiatan yang minim pendanaan dengan program yang kompleks seperti Makassar Biennale. “Dukungan pendanaan Dana Indonesiana membuat skala pelibatan unsur terkait menjadi lebih luas, model karya lebih beragam, maupun jangkauan penyebaran terbitan dan arsip lebih melebar”. 

Dampak Dana Indonesiana pada Makassar Biennale antara lain akselerasi kota di Indonesia Timur menjadi bagian Makassar Biennale: ‘kota baru, kota kedua, kota ketiga’ untuk terlibat aktif dalam jaringan seni dan kebudayaan nasional dan internasional. Hal tersebut mendorong pertumbuhan komunitas dan inisiatif-inisiatif program mandiri di kalangan muda di kota-kota tersebut, melahirkan pelaku seni dan kebudayaan, dari praktisi manajemen, seniman, sampai penulis-penulis baru. 

Demikian juga dengan Suku Seni, penerima Dana Indonesiana di Riau. Sebelum ada Dana Indonesiana, Suku Seni menggelar karya secara swadaya serta berupaya menggalang dana sana sini, baik donatur pribadi maupun sponsor swasta. Namun, tim produksi sering kewalahan karena selalu tidak memadai untuk biaya produksi pertunjukan yang relatif besar. Marhalim Zaini, kepala Suku Seni mengatakan, solusi pendanaan produksi Suku Seni selama ini menggunakan dana talangan kemudian mengandalkan penjualan tiket. “Agak gambling sih”, ujar Marhalim. 

Setelah menerima Dana Indonesiana, Marhalim lebih percaya diri dan fokus mempersiapkan karya dan tim kerja yang memadai. Dampak signifikan Dana Indonesiana juga mengembangkan kelembagaan Suku Seni Seni untuk memiliki renstra 3 tahun dengan fokus pada program penguatan SDM baik internal maupun eksternal. Dana Indonesiana membuat Suku Seni lebih leluasa menyiapkan infrastruktur teknis dan non teknis terkait peningkatan literasi seni di Riau. Untuk itu Suku Seni membuat media, baik cetak maupun online sekaligus menyiapkan penulis-penulis baru.

Makassar Biennale dan Suku Seni, dua lembaga seni di antara ratusan pelaku seni budaya di Indonesia yang memanfaatkan Dana Indonesiana sebagai jawaban atas ketergantungan pendanaan seni pada APBN/APBD, sponsor perusahaan, donatur. Hal ini kemudian memunculkan karakter pendanaan seni budaya yang berbeda dengan kegiatan lain. 

Meskipun disadari bahwa terdapat beberapa hal yang masih perlu perbaikan dalam hal tata kelola Dana Indonesiana. Namun setidaknya, para pelaku seni budaya di Indonesia telah memiliki model pendanaan yang bersumber dari Dana Abadi Kebudayaan yang berkelanjutan di tengah pasang surutnya APBN/APBD dan dinamika minat dukungan swasta. Ini semua menjadi alasan kenapa Dana Indonesiana perlu terus ada dan wajib dikembangkan.

Setiap peralihan pemerintahan memiliki konsekuensi terhadap program yang telah berjalan sebelumnya. Juga Dana Indonesiana yang disusun perencanaannya setidaknya hingga tahun 2045 melalui Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan. Melihat manfaat yang sangat besar bagi ekosistem seni budaya di Indonesia, pemerintah berikutnya hanya perlu melakukan penguatan pengelolaan dana abadi kebudayaan, termasuk penambahan modal dasar dana abadi, agar dapat meningkatkan jumlah dana yang didistribusikan dan jumlah penerima manfaat.

Pengelolaan Dana Indonesiana diatur dalam mekanisme Badan Layanan Umum (BLU). Namun BLU yang mengelola Dana Indonesiana saat ini ada di LPDP Kemenkeu. Sementara di Kemendikbudristek, dikelola oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan. Terdapat wacana pembentukan BLU khusus di Kemendikbudristek sebagai pengelola program Dana Indonesia. Wacana ini mendesak untuk segera diwujudkan. Mekanisme BLU ini tepat sebagai jaring pengaman apabila terjadi perombakan susunan kementrian. Dan apabila wacana pembentukan Kementerian Kebudayaan, BLU hanya tinggal dipindah saja jalur koordinasinya.

Dana Indonesiana kini menjadi oase bagi pelaku seni budaya yang pada karya dan laku hidupnya menentukan keberlanjutan produksi dan reproduksi kebudayaan di berbagai pelosok. Dana Indonesiana berupaya mengatasi tantangan geografis Indonesia dengan perluasan akses dan aksi afirmasi, khususnya pada perempuan, pelaku di daerah 3T, serta penyandang disabilitas. Meski demikian, perlu penguatan mekanisme seleksi, penyusunan proposal termasuk penganggaran, terutama para pelaku seni budaya yang tidak familiar terhadap syarat  administratif.

Setelah dua tahun Dana Indonesiana berjalan, yang paling terasa selain perbaikan tata kelola, adalah kebutuhan peningkatan kapasitas bagi calon penerima manfaat. Dana Indonesiana telah hadir dengan model pendanaan seni budaya yang spesifik, maka spesifikasi tersebut hendaknya terwujud pada mekanisme seleksi, persyaratan dan model pelaporan. 

Spesifik di sini merujuk pada urusan dan hal abstrak seperti nilai serta kualitas yang melekat pada karya seni budaya. Meskipun tetap ada beberapa ukuran kuantitatif yang berlaku untuk kegiatan kebudayaan, hanya saja tidak kemudian diterapkan seragam dengan sektor lain. Untuk mewujudkan semua ini, perlu hadirnya mekanisme pengelolaan pengetahuan tentang Dana Indonesiana di tingkat daerah hingga nasional. 

Dinas Kebudayaan dan Balai Pelestarian Kebudayaan dapat menjadi garda depan bagi calon penerima, yang kemudian memfasilitasi forum pengetahuan antara calon penerima dan penerima yang pernah lolos seleksi. Pada saatnya, pengetahuan dan perspektif pengelolaan Dana Indonesiana yang berkualitas akan setara dan berkembang. Lebih cepat lebih bermanfaat bagi ekosistem seni budaya Indonesia.(*)

*Penulis: Aristofani Fahmi, Direktur Koalisi Seni

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus