Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sulastri, Penerima PKH Mantap Tekuni Usaha Jahit

Kini Sulastri makin mantap dan yakin dengan usaha jahit dan mengembangkan usahanya dengan menambah SDM serta peralatan.

29 Maret 2021 | 10.05 WIB

Sulastri, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Tangerang Selatan, Banten.
Perbesar
Sulastri, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Tangerang Selatan, Banten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO NASIONAL - Sulastri tampak sibuk merangkai potongan kain yang telah terpola, lalu menjahitnya menjadi pakaian jadi. Perempuan 29 tahun itu makin mantap menekuni profesi sebagai penjahit. Dari kelincahan tangannya merangkai kain perca menjadi pakaian jadi, kini deras mengalir pundi-pundi rupiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ibu dua anak ini merupakan salah satu dari 314 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Tangerang Selatan. Sudah lima tahun ia memulai usaha sebagai penjahit pakaian dari kain perca.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Saat didatangi pada Jumat, 26 Maret 2021, ia mengisahkan perjuangannya menapaki usaha. “Awalnya saya dagang opak keliling sebagai reseller bareng suami dengan sistem bagi hasil,” katanya.

Keliling kampung menjajakan opak digeluti sekitar 3 tahun. Sekitar tahun 2013, Sulastri didatangi pengurus RT untuk menerima program PKH dari Kemensos. “Saya dapat pemasukan tambahan. Selain untuk biaya sekolah, saya tabung dan membeli mesin jahit bekas,” ucapnya.

Sulastri mengaku belajar menjahit secara otodidak. Setelah merasa mantap dengan kemampuannya, ia lantas membeli perangkat mesin jahit tua dengan hasil tabungan yang ia sisihkan dari dana PKH yang diterima setiap bulan.

Berbeda dengan pekerjaan sebelumnya, Sulastri kini tak perlu berkeliling kampung mencari pelanggan karena ia fokus mengirim pakaian kain perca yang sudah dijahit ke pengepul. Penghasilannya pun meningkat drastis dengan nilai relatif konsisten.

"Dulu jualan opak dapat Rp 50 ribu karena harus bagi hasil. Tapi sekarang dari hasil jahit kain perca bisa dapat Rp 2 juta per bulan," ujar perempuan lulusan SD tersebut.

Merasa sudah berhasil mengangkat perekonomian keluarga kecilnya, Sulastri mengajukan surat pengunduran diri dari PKH pada Maret 2020. "Saya ikut PKH sejak 2013. Itu sudah terlalu lama bagi saya. Bukannya tidak bersyukur, tapi masih banyak yang lebih membutuhkan PKH sehingga saya ingin graduasi mandiri saja," tuturnya.

Namun, niat mulianya itu belum dikabulkan lantaran suami Sulastri diberhentikan dari pekerjaannya akibat pandemi Covid-19. Pendamping PKH yang selama ini membantu Sulastri, tidak ingin terjadi dampak lebih serius bagi beban ekonomi keluarga tersebut.

"Kami menerima pengajuan graduasi mandiri dari Bu Sulastri namun kami tahan dulu karena di awal pandemi, suaminya terkena pengurangan karyawan sehingga perekonomian Bu Sulastri dianggap masih belum memadai," kata Heni Rohaeni, pendamping Sulastri.

Kini Sulastri makin mantap dan yakin dengan usaha jahit. Ia akan mengembangkan usahanya dengan menambah SDM dan peralatan. Ia sudah membeli dua mesin jahit dan satu mesin obras. Mesin jahit bekas yang dipakainya di awal merintis usaha, dialihkan ke adiknya yang kini giat menempa keterampilan sama.

Sang adik dan suami direkrut menjadi personil tambahan di usahanya. Kini ia rajin mengajari suaminya menjahit kain perca agar bisa menambah stok hasil pakaian ke pengepul.

“Di rumah sudah ada tiga mesin jahit. Rencananya mau nambah lagi tapi ruangannya kecil,” kata Sulastri. Meskipun usaha jahit kain percanya sudah berjalan lama, Sulastri tak lantas berpuas diri dengan kemampuannya.

Ia juga rutin menjadi peserta di berbagai pelatihan keterampilan, terutama pelatihan menjahit. “Menurut saya pendidikan itu sangat penting. PKH sangat membantu aspek pendidikan kedua anak saya,” kata Sulastri.

Sulastri menambahkan, selama menjadi peserta PKH, ia merasa banyak sekali terbantu oleh pendamping. “Mereka tidak hanya membantu proses pencairan, tetapi yang tidak ternilai adalah banyak memberikan perubahan pada kami untuk berjuang lebih keras keluar dari lingkaran kemiskinan,” ucapnya.

Sulastri merasakan dorongan dan motivasi dari pendamping sosial untuk memutus rantai kemiskinan. “Kami harus sehat, anak harus cerdas bersekolah dan kami pun dibimbing untuk lebih baik,” katanya.

Pendamping sosial juga memperkenalkan manajemen ekonomi dalam keluarga dengan baik. “Bimbingan dan motivasi sosial dari mereka itulah tak ternilai bagi kami,” ucap Sulastri.(*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus