Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL- Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, sektor ekonomi kreatif masih menggeliat dan mampu memberikan hasil positif bagi perekonomian Indonesia. Terbukti industri kreatif, Kota Malang melebarkan sayap ke kancah internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan bahwa hasil produksi para pelaku industri kriya dan fesyen di Kota Malang mampu bersaing dengan produk daerah lain. Industri fesyen dengan berbagai produk andalan memiliki kualitas dan bersaing, tak hanya di pasar dalam negeri tetapi hingga luar negeri.
“Kaum milenial akan sangat berpengaruh besar pada kehidupan bangsa Indonesia. Maka harapan kami di era globalisasi dan digitalisasi semua industri di Kota Malang akan berbasis teknologi. Malang termasuk menjadi kota kreatif, nanti tentu akan ada sisi lain yang bisa mengantarkan, seperti e-commerce,” kata Sutiaji, Jumat, 30 Juli 2021
Sutiaji juga menegaskan, perkembangan ekonomi Kota Malang yang tumbuh secara anomali tidak lepas dari peran ekonomi kreatif. Menurutnya, ekraf kini menjadi primadona pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan Malang sebagai kota kreatif mempunyai potensi luar biasa, termasuk dalam subsektor kriya dan fesyen. Berbagai Industri Kecil dan Menengah (IKM) kriya dan fesyen di Kota Malang tumbuh subur.
Salah satunya House of Diamonds (HoD), sebuah usaha berbasis komunitas yang melibatkan dan memberdayakan sejumlah perempuan sebagai seniman tekstil untuk memproduksi berbagai produk jahitan tangan.
Mengusung konsep sociopreneurship, HoD yang diciptakan oleh dua bersaudara Nur Cholidah (Ida) dan Noor Fadillah (Lila) ini berupaya membawa dampak sosial dan berkelanjutan atas permasalahan di lingkungan sekitarnya.
Salah satu Founders HoD Ida menuturkan bahwa, HoD ingin berdampak sosial bagi ibu-ibu yang tidak mempunyai kesempatan untuk bekerja di pabrik besar atau ada kendala dalam mendapatkan penghasilan bisa bekerja dari rumah masing-masing.
“Intinya kami ingin berkontribusi menyejahterakan mereka dalam kehidupannya. Awalnya kami mulai dengan hanya dua orang, kemudian setelah belajar dan melakukan riset pada 2015. Akhirnya kami memulai kembali HoD setelah berhenti kurang lebih dua tahun. Lalu kami berkembang hingga 16 orang pengrajin yang aktif bekerja dan mendapat pelatihan,” ujar Ida.
Saat ini, kata dia, ada 30 orang yang sebagian bekerja sebagai freelancer. Ada pula yang menjadi ibu rumah tangga, tetapi dulu bekerja sebagai pekerja migran, korban human trafficking (perdagangan manusia), dan sebagainya.
Produk yang dihasilkan HoD, kata dia, berupa produk-produk tekstil, seperti selimut, bed cover, homeware yang pasarnya terbilang potensial hingga mancanegara.
“Ada kimono, scarves, bandana, clutch, masker, istilahnya proyek-proyek gampang yang bisa dikerjakan oleh ibu-ibu yang tergabung dalam HoD. Semua produknya handmade dan slow fashion, karena belum memakai teknologi tingkat tinggi, kami masih mengerjakan secara manual,” ujarnya.
Awalnya dia tak menyangka bahwa akan ada orang yang membeli produk yang dijual oleh HoD. Namun kini produknya telah dijual di dalam negeri, bahkan luar negeri seperti Inggris, Amerika Serikat, Canada, Australia, Singapura, Taiwan, dan Finlandia. Ida mengaku pembelinya lebih banyak dari luar Malang, seperti Jakarta.
“Pelanggan juga bisa pesan melalui online. Kami juga jadi produsen toko-toko retail yang mendukung bisnis kecil berbasis komunitas. Itu banyak sekali di luar negeri, sehingga kami reach out /(menjangkau) ke toko-toko atau organisasi yang membawahi retailer yang mau memanfaatkan produk lokal Indonesia, seperti di Kanada ada satu, Amerika ada tiga, Australia ada satu, di Singapura ada tiga,” katanya, menambahkan.
Menurut Ida, sistem penjualan HoD bermacam-macam, salah satunya dengan wholesale (grosir). Pertama-tama, HoD akan menawarkan kepada wholesaler atau toko-toko yang melakukan pembelian produk dalam jumlah besar produk tradisional yang biasa HoD produksi.
Biasanya para wholesaler langsung beli produk atau membuat pesanan custom sesuai keinginan pola dan model jahitan.
“Jadi masing-masing wholesaler mempunyai ciri khas sendiri, tapi diproduksi oleh HoD. Strategi bergabung dengan organisasi besar tujuannya supaya kami bisa dipromosikan, sehingga bisa mendapat wholesaler baru,” kata Ida.
Dia mengakui bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak kepada usaha HoD. Di awal pandemi, Februari HoD memproduksi masker kain bahan batik dan nonbatik untuk dipasok ke beberapa toko grosir di luar Indonesia, Jakarta, dan Malang.
Meskipun diakuinya ada kendala yang dihadapi akibat pandemi, seperti terhentinya pemasok bahan baku. Ke depan, pihaknya berharap bisa lebih efisien lagi dalam memproduksi dan memilih produk yang akan dijual usaha HoD yang berbasis komunitas tetap bisa eksis.
“Saat kondisi mulai membaik, kami mulai jalan lagi pelan-pelan memproduksi produk. Namun tetap melihat kondisi pasar, jadi harus cermat bikin produk apa yang bisa dijual,” ujarnya. (*)