Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan aturan pengelolaan Ikan Bilih atau Mystacoleucus padangensis, karena mengalami penangkapan berlebih atau overfishing dan penurunan ukuran tangkap selama beberapa tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL), Firdaus Agung mengatakan, ikan bilih termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori Vulnerable (VU).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ikan ini mengalami ancaman kepunahan akibat penangkapan berlebih, penggunaan alat dan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan serta pencemaran, penurunan kualitas habitat dan degradasi habitat,” ujarnya saat menghadiri acara Focus Group Discussion (FGD), Upaya Konservasi Ikan Bilih.
Saat ini terdapat 8 jenis ikan air tawar genus Mystacoleucus.spp di dunia dan jenis ikan bilih hanya ada di Danau Singkarak, Sumbar. Hasil penelaahan Pokja Perlindungan Biota Perairan Terancam Punah Prioritas Tahun 2023, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), merekomendasikan perlindungan terhadap ikan bilih perlu dilakukan.
Merujuk pada Pasal 12 UU Perikanan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia. Karena itu, perlindungan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan perlu dilakukan melalui sinergi berbagai pihak.
Selain kerjasama intens antara pemangku kepentingan, perlindungan ikan bilih dan ekosistem Danau Singkarak juga harus dilaksanakan berdasarkan kajian ilmiah serta memperhatikan aspek ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat sekitar Danau Singkarak.
"Sesuai tugas dan fungsinya, KKP akan mulai mengatur konservasi ekosistem dan biota perairan di perairan daratan. Konservasi ikan bilih di Danau Singkarak menjadi contoh baik dalam hal peran pemerintah melindungi sumber daya perairan tawar,” kata Firdaus Agung.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Barat, Reti Wafda mengatakan, berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan ikan bilih dari ancaman kepunahan, salah satunya dengan menetapkan Danau Singkarak sebagai 15 danau prioritas nasional yang perlu penyelamatan melalui Peraturan Presiden (perpres) Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.
Menurutnya, lewat perpres tersebut pemerintah telah menetapkan Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penggunaan Bahan Alat Penangkapan Ikan di Danau Singkarak yang melarang penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) yang dapat merusak sumber daya ikan di perairan Danau Singkarak.
“API yang dimaksud adalah jaring angkat/bagan,” kata Reti Wafda.
Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Syahroma Husni Nasution memaparkan, terjadi penurunan populasi dan ukuran selama periode 24 tahun terakhir. Ukuran ikan bilih juga mengalami penurunan sebesar 60 persen dari 186 menjadi 59 mm dan terjadi over fishing ([E] ikan Bilih > 0,61) oleh alat tangkap bagan.
“Ikan bilih di Danau Singkarak perlu dilindungi secara terbatas berdasarkan ukuran, yaitu tidak boleh ditangkap pada ukuran ikan 70-90 mm karena kondisi matang gonad. Selain itu, tidak boleh menggunakan jaring berukuran <3/4 inci pada alat tangkap bagan dan gillnet,” kata Syahroma Husni.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan komitmen dalam menjaga kelestarian biota dan keberlanjutan populasinya untuk kesejahteraan bangsa dan generasi yang akan datang, khususnya mamalia laut sebagai salah satu biota laut yang terancam punah dan telah dilindungi penuh baik secara nasional maupun internasional. (*)