Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO JABAR — Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, berkoordinasi dengan Bupati Karawang, Celicca Nurachadiana, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bekasi, dan Direktur PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf, terkait tumpahan minyak (oil spill) Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita berkumpul, membahas terkait force majeure, kejadian luar biasa, yaitu pada tanggal 16 Juli terjadi tumpahan minyak karena masalah teknis yang luar biasa," kata Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat, 2 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, penanganan tumpahan minyak di wilayah Karawang itu melalui dua tahap. Pertama adalah masa tanggap darurat, yaitu pembenahan minyak yang tumpah dan penanganan kepada warga terdampak.
Tahap tersebut, kata Emil, memerlukan waktu dua bulan setengah. Selain itu, pihak Pertamina telah memanggil perusahaan global yang ahli menangani tumpahan minyak.
Tahap recovery, yakni pembenahan lingkungan secara struktur, infrastruktur, kultur, dan lingkungan sosial masyarakat sekitar. Menurut Emil, tahap ini diperkirakan memakan waktu dua sampai enam bulan.
"Yang di-recovery ada ekonomi warga, dampak sosial, dampak psikologi, dan dampak lingkungan," ucapnya.
Pertamina sendiri telah menempatkan tim ahli sebanyak 58 orang di lokasi kejadian selama 24 jam. Kemudian 40 TNI dan 56 relawan turun tangan menangani tumpahan minyak.
Direktur PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf, mengatakan pihaknya serius menangani dampak tumpahan minyak. Salah satunya dengan mengerahkan Octopus Skimmer untuk mengisap tumpahan minyak. Saat ini, sudah terkumpul sekitar 390 ribu karung minyak.
"Sifat lilin lebih memudahkan di dalam penanganannya. Gumpalan-gumpalan bisa dengan jaring dan diangkat," katanya.
Menurut Nanang, penyebab tumpahan minyak karena kebocoran gas yang menimbulkan gelembung udara di sumur YYA-1 Blok Offshore North West Jawa (ONWJ).
Nanang mengatakan, ada indikasi anomali tekanan pengeboran sumur YYA-1, sehingga menyebabkan munculnya gelembung gas diikuti tumpahan minyak. Kebocoran gas tersebut berdampak pada pergeseran pondasi YY.
"Sebenarnya kan semua sudah ada SOP, cuma kadang-kadang yang namanya bawah tanah ada yang kita tidak bisa kontrol. Artinya, sepanjang kita ikut SOP ada kejadian itu termasuk force majeure, sesuatu yang tidak diinginkan," katanya. (*)