Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi
Laporan Utama

Main Mata Denda Sawit

Jaksa menyelisik dugaan korupsi denda sawit di kawasan hutan. Utak-atik rumus penghitungan.

2 Maret 2025 | 08.30 WIB

Sampul Main Mata Denda Sawit
Perbesar
Sampul Main Mata Denda Sawit

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Jaksa sedang menyelisik dugaan korupsi denda sawit di kawasan hutan kepada korporasi.

  • Penyidikan menemukan kemungkinan utak-atik rumus penghitungan denda yang membuat nilainya anjlok.

  • Ada dua versi surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang patokan dan rumus denda.

SEANDAINYA tak ada penyelewengan denda sawit di kawasan hutan, Presiden Prabowo Subianto tak perlu membuat kebijakan pemangkasan anggaran yang memotong bujet layanan publik. Prabowo bisa berfokus pada pemotongan anggaran yang tak perlu tanpa harus memangkas anggaran pembangunan sekolah, pengawasan hakim, atau perlindungan hak asasi manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam penghitungan Tim Satuan Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengendalian Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, nilai denda sekitar 2.000 perusahaan yang menyerobot kawasan hutan itu bisa tembus Rp 300 triliun. Uang ini bahkan cukup untuk membiayai program makan bergizi gratis yang menjadi proyek prioritas Prabowo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun utak-atik tim satuan pelaksanaan itu membuat negara kehilangan potensi penerimaan negara bukan pajak. Angka Rp 300 triliun itu berasal dari penghitungan denda sawit jika memakai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 661 Tahun 2023. SK ini memasukkan nilai ekonomi hutan semacam potensi tebangan kayu.

Nilai denda berubah karena muncul SK baru, Nomor 815 Tahun 2023, sebulan setelah SK Nomor 661 terbit pada Juni 2023. Nilai denda menurut SK baru ini hanya menghitung provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi sebatas area hutan yang tertanam sawit. Hasilnya, hingga Februari tahun lalu, tagihan denda yang riil masuk kas negara menciut kurang dari separuhnya.

Jaksa sedang menyidik dugaan penyelewengan denda sawit ini. Mereka sudah menggeledah kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyita telepon seluler para pejabatnya, hingga mengangkut barang-barang elektronik dari ruang kerja para pejabat itu untuk pemeriksaan. Jaksa masih menunggu penghitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Denda adalah mekanisme hukuman yang ditetapkan UU Cipta Kerja untuk menyelesaikan penyerobotan sawit di kawasan hutan. KLHK menyebutnya sebagai “ketelanjuran”. Para pengusaha membuka hutan tanpa legalitas yang cukup, sehingga dari sekitar 17,1 juta hektare perkebunan kelapa sawit yang ada sekarang, sekitar 3,3 juta hektare berstatus ilegal.

Itulah sebabnya sawit Indonesia dicap buruk oleh pasar Uni Eropa karena menyebabkan deforestasi ilegal. Jangan lupa, Indonesia mengenal deforestasi terencana (planned deforestation), yakni deforestasi yang disiapkan dalam pengertian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Dokumen Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) pemerintah kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan perencanaan deforestasi digunakan untuk menghitung produksi emisi karbon akibat penggundulan hutan.

Undang-Undang Cipta Kerja, yang dibuat memakai metode omnibus law, mencoba memutus kekacauan perizinan perkebunan sawit itu dengan memasang denda. Pengusaha yang punya kebun di kawasan hutan tak perlu masuk penjara jika membayar denda lalu melengkapi segala syarat perizinannya. Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, penyelesaian ini memakai asas ultimum remedium, yang mengutamakan sanksi administratif ketimbang hukuman pidana.

Rancangan sampul "Main Mata Denda Sawit".

Dengan cara itu, tak mengherankan jika banyak yang menyebut denda sawit sebagai pemutihan penyerobotan hutan oleh korporasi. Kerusakan lingkungan, deforestasi yang menjadi penyebab krisis iklim, dan turunnya nilai komoditas alam Indonesia di pasar dunia cukup dibayar memakai denda. Impunitas ini makin menebal karena jaksa mencium nilainya pun diutak-atik agar lebih murah.

Belakangan, pengampunan itu meluas. Presiden Prabowo Subianto menambah subyek impunitas dengan memasukkan usaha pertambangan di dalam kawasan hutan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Opsi dalam peraturan ini hanya satu, yakni pengambilalihan area perkebunan atau pertambangan oleh negara setelah pembayaran denda.

Denda bagi perusak hutan sebetulnya bisa diterima. Denda bisa menjadi bagian dari penghitungan kerugian negara akibat eksploitasi sumber daya alam yang memasukkan kerugian ekonomi, kerugian ekologi, dan biaya pemulihan. Korupsi timah Bangka Belitung nilainya sebesar Rp 271 triliun karena memasukkan tiga biaya itu. Seperti korupsi timah, sawit di kawasan hutan juga semestinya tak mengesampingkan hukuman pidananya.

Dengan posisi seperti itu, redaksi memilih gambar sampul dua orang berjabat tangan di tengah hutan yang gundul untuk menggambarkan dugaan korupsi denda sawit dalam laporan utama pekan ini. Traktor uang dan gagak yang mengincar koper duit terlalu literal menggambarkan “Main Mata Denda Sawit” ini. Selamat membaca.

Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Jakarta Jurnalis Award dan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita. Sejak 2023 menjabat wakil pemimpin redaksi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus