Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip
Laporan Utama

Berita Tempo Plus

Jika Tentara Mengelola Kebun Sawit di Kawasan Hutan

Pemerintah membentuk satuan tugas untuk mengatur denda sawit di kawasan hutan. Peran baru tentara dan polisi.

2 Maret 2025 | 08.30 WIB

Penandatanganan Nota Kesepahaman Kementerian Kehutanan dengan TNI di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, 12 Februari 2025. Menlhk.go.id
Perbesar
Penandatanganan Nota Kesepahaman Kementerian Kehutanan dengan TNI di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, 12 Februari 2025. Menlhk.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Satgas Penertiban Kawasan Hutan melibatkan personel TNI dan Polri di lapangan.

  • Ombudsman RI menilai ada potensi maladministrasi dalam pembentukan Satgas PKH.

  • Pengusaha membayar ulang denda kepada Satgas PKH bentukan Prabowo Subianto.

SEJAK pertengahan Februari 2025, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menerima beberapa laporan soal kedatangan tentara dan polisi ke perkebunan kelapa sawit milik warga di Kalimantan Tengah. Mereka menyebut diri Tim Garuda, gabungan personel kepolisian dengan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para polisi dan tentara itu mendatangi beberapa titik di Seruyan, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat. Kepada pemilik kebun, para polisi dan tentara itu bertanya soal lahan sawit yang mereka sebut masuk kawasan hutan. “Penyampaiannya mengagetkan karena seolah-olah kami tidak boleh beraktivitas lagi,” kata Ketua Dewan Nasional SPKS Mansuetus Darto pada Kamis, 27 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aparat berdatangan ke kebun sawit setelah Presiden Prabowo Subianto membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Satgas ini lahir lewat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang ditandatangani Prabowo pada 21 Januari 2025. 

Ada tiga bentuk penertiban dalam peraturan presiden itu. Pertama, menagih denda administratif kepada perusahaan atau pengelola lahan. Kedua, menguasai kembali kawasan hutan. Ketiga, memulihkan aset di kawasan hutan.

Prabowo menunjuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Ketua Dewan Pengarah Satgas PKH. Ia dibantu tiga wakil, yaitu Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ketua Pelaksana Satgas PKH dijabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah.
 
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjadi anggota Dewan Pengarah. Dua pekan setelah Perpres Nomor 5 Tahun 2025 terbit, ia menandatangani Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 yang berisi 436 subyek hukum usaha perkebunan kelapa sawit yang telah beroperasi di kawasan hutan tanpa izin. 

Landasan kebijakan denda kebun sawit di kawasan hutan ini tertuang dalam Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Untuk mengeksekusinya, Raja Juli menandatangani nota kesepakatan dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada Rabu, 12 Februari 2025. Keduanya bersepakat menetapkan kawasan hutan dan lahan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.

Raja Juli tak membalas surat permintaan wawancara hingga Jumat, 28 Februari 2025. Saat ditemui seusai rapat kerja dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi kehutanan di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis sore, 27 Februari 2025, ia juga menolak mengomentari perihal kewenangannya sebagai anggota pengarah Satgas PKH. “Cek ke Satgas PKH saja, ya,” tuturnya.

Juru Kampanye Yayasan Auriga Nusantara Hilman Afif terkejut membaca isi nota kesepahaman antara Menteri Kehutanan dan Panglima TNI. Sebab, seharusnya fungsi pengelola kawasan hutan tak melekat pada TNI, melainkan Kementerian Kehutanan. “Nota kesepahaman ini mempertegas adanya militerisasi dalam bidang kehutanan,” ujarnya.

Seseorang yang mengetahui kinerja Satgas PKH di lapangan mengatakan sejumlah perwakilan perusahaan yang beraktivitas di kawasan hutan dan tak berizin diperiksa di kantor Satgas PKH di gedung Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan pada pertengahan Februari 2025. Mereka diminta mempresentasikan data ihwal lahan sawit yang dikuasai. Keterangan itu kemudian dicocokkan dengan data Satgas PKH.

Seusai presentasi, mereka diminta menandatangani tiga surat pernyataan. Salah satu poinnya adalah kesanggupan membayar denda. Satgas juga menyampaikan bahwa lahan sawit yang terbukti berada di dalam kawasan hutan bakal diambil alih oleh negara.

Tempo mengirimkan surat permintaan wawancara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah. Namun surat itu tak ia respons. Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar tak banyak berkomentar soal Satgas PKH. “Wewenangnya bukan di kami, melainkan Satgas PKH,” katanya.

Alih-alih merasa cemas bakal kehilangan lahan sawit, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono merespons positif terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025. Mereka menganggap perpres tersebut angin segar bagi pengusaha dalam mendapatkan kepastian hukum lahan sawit. “Anggota kami akan patuh terhadap hasilnya,” ucapnya.

Menurut Eddy, selama ini pemerintah belum memberikan kepastian hukum apakah lahan sawit mereka berada di dalam kawasan hutan atau tidak. Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2023 tak bisa memverifikasi dugaan itu.

Presiden saat itu, Joko Widodo, menunjuk Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Pengarah Satgas Peningkatan Tata Kelola Sawit. Keputusan presiden itu juga mengatur denda bagi pengusaha sawit yang menyerobot kawasan hutan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kala itu, Siti Nurbaya Bakar, menandatangani Surat Keputusan Nomor 661 Tahun 2023 tentang Penetapan Tarif Kebun Sawit di Hutan pada 21 Juni 2023. Namun target penerimaan denda sawit tak terpenuhi. Kejaksaan Agung mengendus adanya korupsi dalam penghitungan denda tersebut.

Pada Agustus 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan 394 perusahaan yang membuka kawasan hutan telah memenuhi syarat mendapat izin operasi asalkan ada izin. Sekretaris Jenderal KLHK saat itu, Bambang Hendroyono, mengirimkan surat kepada para pengusaha agar melengkapi data permohonan persetujuan penggunaan hutan.

Kebijakan berganti seiring dengan pergantian presiden. “Semua anggota Gapki sudah membayar denda, tapi pemerintah mengubah aturan karena tidak sesuai dengan target,” tutur Ketua Umum Gapki Eddy Martono.
 
Ombudsman Republik Indonesia turut menyoroti sengkarut aturan denda sawit itu. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyebutkan ada potensi maladministrasi atas lahirnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 dan SK Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025. Sebab, pejabat KLHK belum rampung menginventarisasi data lahan perkebunan sawit yang teridentifikasi berada di kawasan hutan sebanyak 3.325 subyek hukum.

Ombudsman berencana membahas aturan denda sawit dengan Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Yeka mengatakan Ombudsman sudah mengirim surat kunjungan kerja kepada Satgas PKH. “Semua pihak harus mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai persoalan ini agar tidak salah langkah,” ujar Yeka.

Adapun Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin tak membalas surat permintaan wawancara Tempo hingga Jumat, 28 Februari 2025. Juru bicara Kementerian Pertahanan, Frega Wenas, mengatakan bosnya sedang tak bisa ditemui. “Pak Menteri masih ada kegiatan dinas di luar kota,” ucapnya.

Juru Kampanye Yayasan Auriga Nusantara Hilman Afif mengatakan pembentukan Satgas PKH bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 yang mengatur sanksi administratif di bidang kehutanan. Peraturan itu menyebutkan bahwa kewenangan pengurusan sawit di kawasan hutan dipegang KLHK yang kini menjadi Kementerian Kehutanan. “Bukan didominasi TNI-Polri,” tuturnya.

Mohamad Khory Alfarizi dan Khairul Anam berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Prajurit di Kebun Sawit

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus