Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabupaten Buton Tengah di Sulawesi Tenggara punya julukan sebagai “Negeri Seribu Surga”. Tak percaya? Mari kita buktikan bagaimana pesona gua-gua di sana menjadi magnet pariwisata hingga menarik turis lokal hingga mancanegara. Seorang pemandu wisata di Buton Tengah, Aditya Purwanto Sadif menyebutkan sejumlah nama gua yang menjadi primadona.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada Gua Bidadari, Gua Koo, Gua Loba-loba, Gua Maobu, Gua Oemamba, Gua Laumehe, dan banyak lagi. “Itu sebabnya slogan daerah ini adalah Paradise on Cave,” kata Aditya. Setiap gua punya karakter dan keunikan yang berbeda. Gua Bidadari di Desa Kolowa, Kecamatan Gu, misalkan. Gua ini masuk kategori gua vertikal dengan kedalaman hingga 80 meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keunikannya terletak pada garis sinar matahari yang terbentuk dari mulut gua seolah menuntun pengunjung menjelajahi setiap lekuknya. Pada bagian jantung gua terdapat telaga dengan air berwarna kebiruan yang dipercaya sebagai tempat pemandian para bidadari dari kayangan. “Penduduk setempat meyakini hikayat ini secara turun-temurun,” ucap Aditya.
Ada pula Gua Koo yang tak boleh dilewatkan. BJ Habibie pernah berkunjung ke sana saat masih menjabat sebagai presiden ketiga RI. Bukan sekadar datang, dia meninggalkan “tanda mata” berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang digunakan masyarakat selama bertahun-tahun.
Bagi penyelam gua, datanglah ke Gua Loba-loba di Desa One Waara, Kecamatan Lakudo atau Gua Oemamba di Kecamatan Mawasangka Timur. “Wisatawan mancanegara biasanya melakukan cave dive di sini,” kata Aditya. Keberadaan gua-gua di Kabupaten Buton tak hanya menjadi daya tarik pariwisata, namun juga bahan penelitian para periset dari dalam dan luar negeri.
Dan tentu saja membawa berkah buat masyarakat karena wisatawan dapat menginap di rumah penduduk, termasuk kediaman Suku Bajo di pesisir pantai. Di sana, mereka menikmati sensasi tinggal di atas permukaan laut. Ketua Indonesia Homestay Association (IHSA) Sulawesi Tenggara, Ahmad Nizar mengatakan, salah satu infrastruktur pendukung industri pariwisata di Sulawesi Tenggara yang harus dikuatkan adalah sarana penginapan berupa hotel sampai homestay.
Di Sulawesi Tenggara, 90 persen homestay masih mengandalkan rumah warga di dalam kawasan desa wisata. Menurut Nizar, konsep tersebut merupakan bentuk komitmen landasan desa wisata itu sendiri, yakni Pariwisata Inti Rakyat. “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk dinikmati kembali ke rakyat,” katanya.
Ada syarat minimal sebuah rumah dapat menjadi homestay: memiliki kamar yang siap disewa dan toilet yang bersih. Rumah yang masih mempertahankan arsitektur lokal, seperti rumah panggung, jauh lebih menarik. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara, Belli Harli Tombili mengatakan, pemerintah berkomitmen mengembangkan wisata berkelanjutan di Kabupaten Buton Tengah dengan mengedukasi dan melibatkan penduduk lokal.
“Kami juga membantu promosinya,” ujar Belli. Dia berharap promosi yang gencar akan mampu harus menjangkau pasar yang luas, hingga ke dunia internasional. Belli mengatakan, pemerintah turut menggandeng para influencer untuk mendukung promosi pariwisata sejumlah daerah di Sulawesi Tenggara, tak terkecuali Buton Tengah. Para pemengaruh ini, menurut dia, bisa menjadi media yang efektif guna memanggil banyak pengunjung untuk menjelajahi wilayah yang berjuluk Negeri Seribu Gua ini.