Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Bulan Juni ini, musim kemarau sudah mulai memasuki beberapa wilayah, termasuk di Sumatera Selatan. Kesiapsiagaan masyarakat mencegah kebakaran lahan gambut pun menjadi salah satu kunci penting mengurangi kebakaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti yang dilakukan Pak Achmad, warga Desa Simpang Tiga Abadi di Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yang baru saja melakukan pengecekan dan pemeliharaan terhadap sumur-sumur bor di desanya. “Alhamdulillah, semua sumur bor masih berfungsi,” ujar anggota Kelompok Masyarakat Peduli Api ini sambil menghela nafas lega.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Pak Achmad, sumur bor yang masih berfungsi itu memberi jaminan bahwa desanya lebih siap mencegah kebakaran lahan gambut. Simpang Tiga memang kerap mengalami kebakaran gambut saat musim kemarau tiba. Beberapa sumur di desa itu ada yang dibangun oleh LSM Kemitraan yang menjadi mitra Badan Restorasi Gambut (BRG).
bWarga cek sumur bor.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna Safitri, mengutarakan bahwa kebakaran lahan gambut banyak terjadi karena faktor manusia.
“Kita semua tidak ingin bencana asap terjadi, apalagi di tengah upaya besar menanggulangi Pandemi Covid-19. Karena itu, semua pihak termasuk masyarakat perlu siaga dan terus melakukan pencegahan kebakaran,” katanya.
BRG yang mendampingi desa-desa melalui program Desa Peduli Gambut (DPG), terus melakukan sosialisasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat. Warga bersama fasilitator desa juga didorong untuk aktif memeriksa keberadaan infrastruktur pembasahan gambut yang telah dibangun, seperti sekat kanal dan sumur bor.
Di Desa Sungai Namang, Kabupaten Hulu Sungai Utara di Kalimantan Selatan, fasilitator DPG, Yeni Kusuma, bersama anggota Masyarakat Peduli Api setempat, aktif melakukan pengecekan alat pengukur tinggi muka air di lahan gambut. Alat yang kerap disebut TMA ini dibangun oleh BRG untuk memberikan informasi perihal kondisi tinggi muka air secara real time. Terhubung dengan sistem yang disebut SIPALAGA atau Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut, alat ini menjadi instrumen penting untuk deteksi dini terhadap kekeringan lahan gambut.
Selain mengecek alat TMA, Yeni juga mengajak warga memasang bendera pada sumur-sumur bor yang ada. Ini untuk memudahkan mereka menemukan lokasi sumur jika terjadi kebakaran. “Pengalaman kami pada tahun-tahun sebelumnya, sulit menemukan lokasi sumur di lapangan jika tidak ada penanda yang jelas. Karena itu, kami berinisiatif memasang bendera dengan tiang yang cukup tinggi di dekat sumur-sumur bor ini,” ucap Yeni.
Pengecekan kondisi sumur, sekat kanal dan alat TMA, menjadi aktivitas sehari-hari banyak fasilitator DPG pada beberapa bulan ini. Mereka menemani warga melakukan pembersihan di sekitar lokasi alat-alat tersebut, memastikan alat berfungsi dan melaporkan kepada BRG jika ada kerusakan. Hal inilah yang dilakukan juga oleh Jery, fasilitator Desa Pulau Limbung di Kalimantan Barat dan Achmad Fauzi, fasilitator Desa Pulau Damar, Kalsel.
Semua pihak perlu bekerja sama untuk mencegah terjadinya kebakaran. “Pengecekan dan pemeliharaan alat-alat yang telah dibangun oleh masyarakat ini adalah bukti bahwa masyarakat turut ambil peran dalam upaya pencegahan. Beberapa desa bahkan mengalokasikan APBDes-nya untuk memelihara sekat kanal dan sumur bor yang ada. Ini sangat membanggakan,” kata Myrna.
Dari Desa-desa Peduli Gambut yang didampingi BRG dan Kemitraan tahun 2019 lalu, APBDes yang dialokasikan untuk pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut mencapai Rp 1,8 miliar, dan dana untuk operasional Kelompok Masyarakat Peduli Api kurang lebih Rp 1,4 miliar. Lagi-lagi ini memberi bukti bahwa pemerintahan desa betul-betul berkomitmen melakukan pencegahan kebakaran pada wilayah mereka. Sangat disayangkan jika hal ini dicederai oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, yang berniat melakukan pembakaran di wilayah desa-desa gambut. (*)