Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan bahwa Indonesia memiliki 3,31 juta hektare hutan mangrove yang tersebar di 34 provinsi. Namun, dari total luasan tersebut terdapat 637.624 hektare luas lahan dengan kondisi rusak yang harus direhabilitasi. Kerusakan hutan mangrove banyak diakibatkan oleh alih fungsi menjadi tambak, industri, pemukiman, dan perkebunan. Selain itu juga hutan mangrove rusak akibat pembalakan liar, kayunya dicuri untuk dijadikan material bangunan, kapal, arang, dan kayu bakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono Prawiraatmadja mengatakan, bahwa melakukan rehabilitasi hutan mangrove menjadi sangat penting. Pasalnya, dalam ekosistem mangrove mempunyai banyak manfaat, seperti mencegah abrasi, menyerap polutan yang ada di perairan, hingga mengurangi risiko bencana tsunami. “Sehingga kondisi rusak dan perlu direhab, sedangkan sisanya masih baik dan perlu kita lindungi dan dijaga supaya kondisinya tetap utuh dan baik,” kata dia, Kamis, 22 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia dengan Negara kepulauan sebagai pemilik 20 persen mangrove dunia mendapat tantangan dengan kondisi mangrove yang kritis sebesar kurang lebih 19 persen. Luasan ini jauh lebih tinggi dibandingkan Brazil dan Australia masing-masing mempunyai proporsi sekitar 7 persen dari hutan mangrove global. Sehingga rehabilitasi mangrove di Indonesia diharapkan berkontribusi menjaga keanekaragaman hayati tinggi, serta berperan penting dalam pengendalian perubahan iklim dan menjaga keutuhan wilayah daratan Nusantara.
Hartono menjelaskan, hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan dengan kelompok tumbuhan yang dapat hidup di daerah dengan kadar garam yang tinggi. Biasanya hutan ini didominasi dengan tumbuhan berkayu dan tumbuh di sepanjang garis pantai dan subtropis. Selain mencegah abrasi di garis pantai, mangrove pun dapat mencegah intrusi air laut dengan sifatnya mengendapkan lumpur dengan akar-akarnya.
Kemudian manfaat besar lain dari hutan mangrove, kata Hartono adalah dapat sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Berdasarkan analisis LIPI pada 2018, memberikan gambaran tentang potensi serapan karbon di Indonesia yang cukup tinggi yang diperoleh dari nilai Net Primary Productivity (NPP). Hasil penelitian itu menunjukan, bahwa rata-rata hutan mangrove di Indonesia mampu menyerap 52,85 ton CO2 per hektare/tahun, dan itu lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan estimasi global yakni 26,42 ton CO2 per hektare/tahun. Secara keseluruhan, hutan mangrove Indonesia memiliki potensi penyerapan karbon sebesar 170,18 metrik ton CO2 per tahun tahun.
Penanaman Bibit Mangrove oleh masyarakat di Desa Baskara Bakti, Namang, Kab. Bangka Tengah, Kep. Bangka Belitung.
Sebagaimana yang tertuang dalam Perpres Nomor 120 Tahun 2020, BRGM akan melakukan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi selama empat tahun sampai 2024, yakni Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua barat. Dari total target indikatif 637 ribu hektare, BRGM pada tahun 2021 ditargetkan dapat merehabilitasi 83 ribu hektare hutan mangrove. Namun sejak ada Surat Keputusan Menteri LHK No.315/2021 pada Juni 2021 target kegiatan rehabilitasi mangrove dipecah menjadi 43 ribu hektare dan 40 hektare di 32 provinsi.
Adapun dalam perkembangannya, hingga Juli 2021 BRGM telah merehabilitasi 10.016 hektare hutan mangrove. Guna menggenjot realisasi rehabilitasi, penetapan lokasi penanaman mangrove tahun ini diprioritaskan untuk lokasi-lokasi yang dikategorikan low hanging fruit atau yang tidak memiliki banyak kesulitan.
Dengan memiliki karakteristik tersendiri, Hartono menjelaskan, bahwa dalam melakukan rehabilitasi mangrove pun ada puncak musimnya. Sebab, dia pun menyebut penanaman mangrove ini akan sangat tergantung pada ketersediaan bibit. Sementara, biji mangrove untuk panen raya baru akan terjadi pada Agustus dan September. Sehingga capaian rehabilitasi ekosistem mangrove itu akan dikebut dalam dua bulan mendatang. “Jadi prediksi kami akan semakin cepat di bulan Agustus penanamannya,” ujarnya.
Dalam melakukan rehabilitasi mangrove, Hartono mengatakan, pihaknya pun selalu melibatkan masyarakat sekitar wilayah penanaman. Mulai dari melakukan rancang teknis hingga kepada proses penanaman. Selain memperbaiki tutupan lahan serta dapat berkontribusi dalam meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon, kata dia, rehabilitasi mangrove juga diharapkan dapat memberikan lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar.
Program rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan oleh BRGM saat ini, mereplikasi strategi pada restorasi gambut yang telah mereka lakukan dalam beberapa tahun belakangan. Dengan pola melibatkan masyarakat, diharapkan dapat mendorong keikutsertaan untuk mau melakukan pengelolaan secara berkelanjutan. Sehingga, pihaknya pun membuat program yang disebut sebagai Desa Mandiri Peduli Mangrove. “Dengan demikian manfaat dari keberadaan mangrove bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Hartono.
Salah satu tantangan dalam melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove, kata Hartono, adalah terkait pemahaman masyarakat yang keliru, seperti pengalih fungsian hutan mangrove menjadi tambak. Memang tak dapat dipungkiri, tambak menguntungkan secara ekonomi. Akan tetapi, pengelolaannya perlu memperhatikan kelestarian ekosistem mangrove. Bahkan manfaat ekonomi secara jangka panjang tergantung pada keutuhan mangrove di sekelilingnya. Sehingga mangrove yang rusak perlu direhabilitasi.
“Penolakan ini dikarenakan adanya pemahaman dan ketakutan pemilik tambak akan terjadinya perubahan fungsi kawasan menjadi kawasan hutan atau tanah negara setelah dilakukan rehabilitasi,” ungkapnya.
Pemahaman ini kurang tepat, tutur Hartono, karena kegiatan penanaman bibit mangrove di areal tambak, selain dapat mengembalikan fungsi ekologi mangrove juga meningkatkan produktivitas tambak yang lebih ramah lingkungan. Sehingga pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan memberikan penjelasan mengenai manfaat, serta mendorong adanya gerakan cinta mangrove.
Pasalnya, kelestarian mangrove penting dijaga karena secara ekologi mangrove dapat menahan lajunya abrasi dan benteng dari hantaman ombak. Rusaknya ekosistem mangrove juga akan merugikan masyarakat secara ekonomi karena fungsinya sebagai tempat pemijahan biota laut seperti udang dan kepiting hilang.
Pelaksanaan rehabilitasi mangrove di tingkat tapak juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk didalamnya pemerintah daerah, unit pelaksana teknis, dinas, lembaga swadaya masyarakat, universitas dan masyarakat. Sebab dalam proses ini perlu kerja gotong royong, serta komitmen dari semua pihak untuk keberlanjutan ekosistem mangrove
Dalam menyambut Hari Mangrove Sedunia pada 26 Juli nanti, Hartono berpesan, seperti amanat konstitusi bahwa semua sumber daya alam perlu dimanfaatkan guna kemakmuran rakyat Indonesia. Khusus untuk ekosistem mangrove, dia menyebut harus dimanfaatkan secara bijaksana serta seimbang. Sebab, manfaat dari mangrove dapat memberikan perlindungan serta peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.
“Oleh karena itu kita mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama melindungi mangrove yang memang wajib dilindungi dan kita pulihkan. Mangrove yang besar bisa memberikan fungsi sebagai perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian mangrove bisa optimal sebagai salah satu sumber daya alam milik bangsa Indonesia,” tuturnya.
WWW.BRG.GO.ID