Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengapa Kami Membuat Edisi Khusus 100 Hari Kabinet Prabowo

Blunder Prabowo Subianto dalam 100 hari pemerintahannya. Belum menyentuh persoalan fundamental. 

2 Februari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Dalam 100 hari kabinet Prabowo, pemerintahan tidak efektif bekerja.

  • Kabinet bongsor membuat anggaran membengkak dan ribet urusan pembentukan lembaga baru.

  • Tingkat kepercayaan investor masih rendah akibat inkonsistensi kebijakan.

SERUAN persatuan dalam pidato perdananya sebagai presiden pada 20 Oktober 2024 diwujudkan Prabowo Subianto dengan merangkul banyak orang ke dalam pemerintahannya. Ia memberi tempat kepada partai dan elite politik yang berkeringat mengantarkannya ke tampuk kekuasaan. Prabowo mengakomodasi kepentingan oligarki yang berjasa memodalinya dalam pemilihan presiden sebagai politik balas budi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia pun merangkul partai yang tak mendukungnya dalam pemilihan presiden. Makna persatuan, dalam pikiran Prabowo, adalah bagi-bagi kursi dan kekuasaan tanpa menyediakan ruang bagi partai rival menjadi oposisi. Alih-alih konsosiasionalisme, pembagian kekuasaan untuk stabilitas pemerintahan, penyusunan Kabinet Merah Putih menjadi ajang politik dagang sapi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain memilih 48 menteri dan menunjuk 56 wakilnya, Prabowo membentuk lima badan baru setingkat menteri. Dia juga menyediakan jabatan lain: utusan khusus dan penasihat khusus.  

Bagi-bagi kue ini langsung menimbulkan keruwetan yang menghambat efektivitas pemerintahan. Akibat pemecahan kementerian, kabinet Prabowo disibukkan oleh pelbagai hal teknis. Para menteri sibuk mencari kantor dan rumah dinas hingga membagi-bagi personel. Dalam 100 hari pertama pemerintahan, para menteri tidak bisa bekerja maksimal. 

Dampak lain penggemukan kabinet adalah tambahan anggaran untuk gaji, tunjangan, dan belanja barang. Kementerian Keuangan baru merampungkan alokasi anggaran dan aset milik negara dua bulan setelah pemerintahan berjalan.

Bukan hanya soal menteri, di awal pemerintahannya, Prabowo melakukan banyak blunder. Ia, misalnya, mengumumkan kerja sama dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan yang tabu di kalangan para diplomat karena merongrong kedaulatan. Pernyataan bersama Prabowo dan Presiden Cina Xi Jinping pada pertengahan November 2024 itu tak sejalan dengan prinsip diplomasi Indonesia sebelumnya. Kementerian Luar Negeri pun kelimpungan menjadi “pemadam kebakaran”. 

Sebulan kemudian, Prabowo mengungkapkan keinginannya mengampuni koruptor asalkan mengembalikan uang korupsi. Pernyataan itu bertolak belakang dengan janjinya sendiri yang hendak mengejar koruptor sampai ke Antarktika. Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sampai mencari pembenaran untuk mendukung pernyataan bosnya—meski tahu pengampunan koruptor bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia.

Presiden Prabowo Subianto didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bersiap untuk berfoto bersama dengan 48 orang menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Oktober 2024. Tempo/Subekti

Sibuk bermanuver untuk hal-hal tak penting, Prabowo melupakan soal yang lebih fundamental, yakni reformasi hukum, pemberantasan korupsi, ekonomi yang lesu akibat daya beli melemah dan anjloknya jumlah kelas menengah, serta maraknya pemecatan di pelbagai industri. Dalam 100 hari pertama ini, fokus pemerintahan Prabowo hilang sehingga ia menelan visinya yang hendak menjadikan Indonesia “macan Asia”.

Mantan Komandan Komando Pasukan Khusus ini juga cenderung membawa gaya militer ke dalam pemerintahannya. Tak cuma menempatkan purnawirawan sebagai menteri, wakil menteri, dan kepala badan negara atau menggelar retret kabinet dengan gaya militer, Prabowo mengerahkan tentara aktif untuk menjalankan banyak urusan, dari makan bergizi gratis hingga swasembada pangan

Gaya militeristik itu mencemaskan karena dwifungsi Tentara Nasional Indonesia tampak akan kembali. Prabowo berupaya menambah 22 komando daerah militer baru hingga 2029. Setiap tahun, pemerintah akan menambah 100 batalion infanteri teritorial untuk mendukung pembangunan. Tiap batalion akan punya kompi yang mengurusi peternakan, perikanan, pertanian, dan kesehatan. Dominasi militer ini akan melemahkan supremasi sipil sebagai prasyarat demokrasi. 

Dalam tiga bulan pertama, Prabowo lebih banyak mempercayakan sejumlah urusan kepada adiknya, Hashim Djojohadikusumo; Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad; Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin; dan Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya. Keempatnya membawa pengaruh besar dalam kerja 100 hari kabinet Prabowo.

Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyalami para menteri sebelum memimpin sidang perdana Kabinet Merah Putih di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 23 Oktober 2024. Tempo/Subekti

Hashim menjadi utusan khusus presiden untuk perubahan iklim dan energi. Ia juga menjabat Ketua Satuan Tugas Perumahan demi mewujudkan janji Prabowo membangun 3 juta rumah per tahun. Sedangkan Dasco adalah tangan kanan Prabowo untuk memuluskan kebijakan pemerintah di Dewan Perwakilan Rakyat.

Sjafrie, teman sekelas Prabowo di Akademi Militer yang lulus pada 1974, menjadi orang kepercayaan Prabowo untuk urusan pertahanan. Adapun Teddy, mantan asisten ajudan Presiden Joko Widodo, berperan mengatur jadwal dan tamu presiden, termasuk menjadi penghubung Prabowo dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Para menteri harus berkomunikasi dengan Teddy sebelum bisa melapor kepada Prabowo.

Di bidang lingkungan, pemerintahan Prabowo mencerminkan wajah bermuka dua. Di depan masyarakat internasional, ia dan para menterinya mendengungkan komitmen Indonesia dalam gerakan meredam pemanasan suhu bumi. Tapi, di dalam negeri, kebijakan 100 hari sama sekali belum menyentuh akar persoalan, yakni konflik akibat eksploitasi sumber daya alam. Ia bahkan mengatakan kebun sawit tak menyebabkan deforestasi. Prabowo melihat potensi sumber daya alam sebatas komoditas untuk membiayai program-program prioritasnya. 

Di masa bulan madu pemerintahan baru ini, tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia juga rendah. Gejala ini tampak dari tingginya imbal hasil atau yield surat berharga negara. Pemicunya adalah lemahnya perumusan kebijakan yang berujung pada melempemnya kepercayaan pelaku usaha. Kabinet Prabowo masih bergantung pada program populis, seperti makan bergizi gratis; pemutihan utang usaha mikro, kecil, dan menengah; pembukaan lahan sawah; serta pemeriksaan kesehatan gratis. Masalahnya, sejumlah program tidak ditopang kecukupan anggaran. Investor ragu akan keberlanjutan program populis Prabowo. 

•••

MENJELANG 100 hari kabinet Prabowo Subianto, kami memutuskan untuk melihat apa yang telah ia perbuat dan menyajikannya dalam sebuah edisi khusus. Meski Prabowo tak menetapkan target 100 hari kerja kabinetnya, penting untuk menilik arah pemerintahan dengan memeriksa janji-janji presiden baru. Ada yang bilang, 100 hari adalah masa bulan madu untuk melihat kinerja sebuah pemerintahan dalam lima tahun ke depan.

Rapat redaksi menyepakati bahwa tema besar edisi 100 hari pemerintahan Prabowo adalah tata kelola pemerintahan yang demokratis, transparan, dan akuntabel—salah satu amanat reformasi yang kerap terpinggirkan dalam pemerintahan Joko Widodo. Di masa kampanye, Prabowo menjanjikan pemerintahan yang bersih, menyetop kebocoran anggaran, dan menegakkan hukum.

Dalam buku Paradoks Indonesia dan Solusinya, Prabowo terlihat memiliki solusi atas pelbagai problem ruwet Indonesia. Dalam buku pamflet yang terbit pada 2022 itu, Prabowo mengurai masalah dan menyodorkan solusi jitu memperbaiki Indonesia. Edisi khusus 100 hari kabinet ini sekaligus memeriksa kesesuaian analisis Prabowo itu dengan implementasinya ketika ia memimpin Indonesia.

Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya sebelum sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 23 Oktober 2024. Tempo/Subekti

Di bidang politik, misalnya, kami mengukur efektivitas kabinet Prabowo yang mengakomodasi banyak partai politik. Dari sana, kami memetakan aktor terdekat di lingkaran Prabowo yang membawa pengaruh dalam 100 hari pemerintahannya. Salah satu kesimpulan dari rangkaian diskusi itu adalah Prabowo memiliki karakter militeristik kuat, yang menuntut command and control. Manuver-manuvernya yang tidak terduga membuat anak buahnya tergopoh-gopoh melayani pernyataannya yang tak didiskusikan di kabinet.

Fenomena itu terlihat dalam spontanitas lawatan Prabowo, yang mengindikasikan skala prioritas yang tidak jelas. Dalam urusan politik luar negeri, Prabowo memang selalu ingin tampil paling depan. Semua kebijakan berada di bawah komandonya. Keputusan diambil tiba-tiba, tanpa kajian mendalam, dan kerap memicu kegaduhan. Para narasumber menyebutnya sebagai “presidential show policy”. 

Lazimnya, pertemuan bilateral selalu didahului perundingan di tingkat menteri dan pejabat lain di Kementerian Luar Negeri. Dua kepala negara baru bertemu setelah kesepakatan sudah matang. Prabowo mengabaikan tata krama dan prosedur diplomatik ini. Mungkin karena ia merasa cakap berbahasa Inggris, berbeda dengan pendahulunya yang gagap dalam percakapan internasional itu.

Kami menemui puluhan narasumber di lapangan untuk mendapatkan cerita dari dekat bagaimana pemerintahan baru berjalan. Liputan ini dilengkapi kolom sejumlah pakar. Untuk keberimbangan dan “perspektif dari dalam”, kami meminta pandangan wakil pemerintah, seperti Menteri Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno, dan Duta Besar Indonesia untuk India, Ina Hagniningtyas Krisnamurthi. Kami juga mewawancarai Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. 

Mahasiswa melakukan aksi peringatan 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto di Kawasan Bundaran Patung Kuda Jakarta, 30 Januari 2025. Tempo/Amston Probel

Redaksi membuka ruang selebar-lebarnya kepada Presiden Prabowo untuk menjelaskan gagasan dan program-programnya dalam 100 hari pertama. Kami mengirim surat kepada Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo. Ia mengaku telah meneruskan surat tersebut kepada Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Melalui pesan WhatsApp pada Selasa, 28 Januari 2025, Prasetyo menyebutkan bahwa permintaan wawancara Prabowo akan dijawab oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital. Dihubungi kembali, Angga Raka tak merespons pesan dan panggilan telepon.

Kami juga mengirim surat kepada Kepala Staf Kepresidenan Anto Mukti Putranto. Purnawirawan letnan jenderal itu menyerahkan jawaban kepada Kantor Komunikasi Kepresidenan serta Kementerian Komunikasi. Adapun Menteri Komunikasi Meutya Hafid tak menanggapi surat yang dikirimkan ke nomor telepon pribadinya hingga edisi khusus ini terbit.

Kami menghubungi sejumlah pejabat dan juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan. Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan, tak merespons pesan dan panggilan telepon hingga Kamis, 30 Januari 2025. Tiga juru bicaranya, Philips J. Vermonte, Prita Laura, dan Ujang Komarudin, menyebutkan bahwa mereka baru bisa memberi penjelasan jika sudah ada persetujuan dari pimpinan Kantor Komunikasi. Dari pelbagai narasumber, kami mendengar ada instruksi lisan agar semua pejabat negara tak melayani wawancara Tempo untuk edisi khusus ini.

Pembaca, inilah potret 100 hari kabinet Prabowo, yang didominasi tentara dan bertumpu pada program-program populis. Selamat membaca.

Edisi Khusus 100 Hari Kabinet Prabowo

Penanggung Jawab: Bagja Hidayat
Kepala Proyek: Yandhrie Arvian, Anton Septian
Penulis: Avit Hidayat, Caesar Akbar, Egi Adyatama, Erwan Hermawan, Dewi Rina Cahyani, Fajar Pebrianto, Fery Firmansyah, Francisca Christy Rosana, Ghoida Rahmah, Hussein Abri Dongoran, Istiqomatul Hayati, Khairul Anam, Lani Diana, Mohammad Khory Alfarizi, Retno Sulistyowati, Riky Ferdianto, Savero Aristia Wienato, Yohanes Paskalis, Yandhrie Arvian
Penyunting: Agoeng Wijaya, Bagja Hidayat, Dody Hidayat, Fery Firmansyah, Iwan Kurniawan, Mustafa Silalahi, Stefanus Pramono
Penyumbang Bahan: Anwar Siswadi (Bandung), Dian Rahma Fika, Ilona Estherina, Han Revanda Putra, Septia Ryanthie (Solo)
Penyunting Bahasa: Edy Sembodo, Hardian Putra Pratama, Iyan Bastian
Desainer: Diankan Rinya, Imam Riyadi, Novandy Ananta, Rio Ari Seno, Riyan R Akbar, Rudi Asrori
Ilustrator: Alvin Siregar, Kendra H. Paramita
Periset Foto: Agung Chandra, Charisma Adisty, Fardy Bestari, Gunawan Wicaksono
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Blunder Kabinet Bongsor

Yandhrie Arvian

Yandhrie Arvian

Alumni Teknik Fisika ITB dan Crawford School of Public Policy, Australian National University (ANU). Menerima Mochtar Lubis Award 2011 dan Adiwarta Award 2014 untuk liputan Investigasi. Mengikuti program Jefferson Fellowship 2009 dan Economic & Financial Reporting dari the International Institute for Journalism (Berlin) 2011. Menjadi Redaktur Eksekutif sejak 2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus