Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Belakangan ini gencar diberitakan bahaya BPA pada kemasan. Muncul juga istilah BPA-Free dalam iklan AMDK yang mengesankan hal tersebut lebih sehat dan aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah pakar mengingatkan masyarakat agar jangan terkecoh dengan istilah BPA-Free sudah pasti terhindar dari reaksi zat kimia pada kemasan. Pasalnya, kandungan Etilen Glikol pada kemasan berbahan PET jauh lebih berbahaya bila terjemur di sinar matahari karena dapat mengeluarkan zat antimoni trioksida yang bersifat karsinogenik dan diduga menjadi pemicu pertumbuhan sel kanker dan penyakit tidak menular lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil penelitian Universitas Texas menemukan bahwa sebenarnya plastik yang tergolong BPA-Free juga mengandung komponen berbahaya. Dari 500 lebih produk rumah tangga yang digolongkan bebas BPA, sebanyak 92 persen mengandung zat berbahaya yang bisa larut ketika produk plastik itu dicuci, dipanaskan, maupun terpapar matahari.
Para peneliti juga menemukan bahwa produk bebas BPA itu ternyata juga mengandung bahan kimia yang meniru hormon estrogen dalam kadar cukup tinggi. Bahan kimia berbahaya itu paling tinggi ditemukan dalam produk botol bayi yang mengandung Polyethersulfone (PES) atau polyethylene terephthalate glycol (PETG) yang kandungan BPA-nya sudah diganti.
Dr Kenneth Spaeth, Kepala Bagian Kesehatan Okupasional dan Lingkungan di Northwell Health, New York, mengatakan dari sudut pandang konsumen, label bebas BPA tidak bisa diartikan lebih aman atau sehat. Sulitnya, konsumen tidak bisa tahu apakah produk yang dimilikinya mengandung kimia apa saja. "Saya rasa konsumen tidak memiliki pilihan tentang bagaimana membuat pilihan yang informatif," katanya.
Hal ini diperkuat oleh Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma. Menurutnya, kemasan yang tidak mengandung BPA itu belum tentu aman-aman saja. "Di dalam kemasan PET itu ada kandungan antimon, Asetaldehyde, Etilen Glikol, dan lain-lain yang juga berbahaya," katanya.
Isu BPA bisa memberikan kesalahan persepsi di konsumen bahwa kemasan galon guna ulang itu berbahaya, sementara kemasan plastik lainnya terkesan aman. Namun, kata Nugraha, resiko dari galon sekali pakai yang bebas BPA ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Sebenarnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan sudah mengatur batas migrasi dari zat-zat kimia yang ada dalam kemasan, antara lain tentang Asetaldehyde, Etilen Glikol (EG), dan Dietilen Glikol (DEG).
"Ini menunjukkan bahwa zat-zat kimia yang ada dalam galon sekali pakai itu juga bisa berbahaya bagi kesehatan jika melewati batas aman yang telah ditetapkan,” ucap Nugraha.
Melansir WebMD, jika berada di tempat dengan suhu sangat tinggi, senyawa antimon trioksida dan ftalat dapat larut. Senyawa antimon merupakan zat karsinogenik atau yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Paparan yang berlebihan juga bisa memicu masalah pada kulit, menstruasi, dan kehamilan pada wanita.
Sementara itu, ftalat dari plastik PET dapat mengganggu sistem endokrin, kelenjar yang menghasilkan hormon. Oleh karena itu kemasan plastik PET jangan diletakan ditempat yang terpapar sinar matahari langsung dan tidak boleh digunakan berulang kali.
Meski tidak ada kandungan BPA, kemasan sekali pakai juga berisiko terkontaminasi bakteri saat digunakan kembali. Makin sering digunakan, bakteri makin berkembang biak. Pasalnya, lapisan botol plastik PET makin menipis sehingga memudahkan bakteri masuk ke dalam kemasan. Jika dibiarkan, bakteri bisa menyebabkan gejala keracunan makanan, seperti mual, muntah, bahkan diare. Selain itu, penyimpanan kemasan plastik ini juga perlu diperhatikan. (*)