Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tanggal 8 Juni 2022 Tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem hingga tahun 2024 melalui kebijakan pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data BPS per September 2021 angka kemiskinan nasional sebesar 9,71 persen atau 26,50 juta jiwa. Sedangkan kemiskinan ekstrem sebesar 4 persen atau 10,86 juta jiwa. Adapun target yang ingin dicapai pemerintah sampai akhir tahun 2024 adalah penghapusan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen. Untuk itu, program/kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin sangat mendesak dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, studi kasus di Desa Teluk Labuan, Banten mengonfirmasi bahwa kemiskinan di pesisir dan pulau-pulau kecil (PPK) relatif tinggi, mencapai 32,4 persen (Juliantono JF, 2015). Begitu juga dengan angka kemiskinan di pulau-pulau kecil terluar (PPKT) sekitar 35 persen (DFW, 2017), yang jauh melebihi angka kemiskinan nasional.
Pemicu kemiskinan masyarakat pesisir dan PPK antara lain disebabkan oleh regulasi yang belum tuntas, terbatasnya konektifitas antar wilayah, yang diperburuk dengan minimnya program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Karena itu, pemerintah perlu mengintervensi melalui 3 (tiga) kebijakan strategis dalam jangka pendek, untuk menghapus kemiskinan masyarakat di pesisir dan PPK.
Pertama, menyusun regulasi yang mewajibkan kementrian/lembaga mengalokasikan pembiayaan program/kegiatan pengentasan kemiskinan dalam jangka pendek periode tahun 2023-2024 yang dilengkapi data-data kemiskinan masyarakat pesisir dan PPK (diantaranya nelayan, petambak udang/ikan, buruh, pembudidaya, pengolah).
Regulasi yang segera diselesaikan untuk mendukung kebijakan tersebut, di antaranya revisi Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang didalamnya terdapat program aksi kementrian/lembaga untuk mengentaskan kemiskinan, dibawah koordinasi Menkopolhukam. Demikian juga dengan Peraturan Pemerintah tentang kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota, yang sedang dalam tahap penyelesaian.
Kedua, pengeluaran beban masyarakat pesisir dan PPK diakibatkan oleh tingginya biaya transportasi. Untuk itu, ketersediaan dan kelancaran infrastruktur konektivitas, seperti transportasi laut atau tol laut (termasuk dermaga pelabuhan atau dermaga apung), transportasi udara dan transportasi darat sangat mendesak.
Apabila diperlengkap dengan penyediaan sinyal telekomunikasi/BTS, maka produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat pesisir dan PPK dapat dipromosikan secara online dan didistribusikan ke luar pulau melalui pesisir hingga ke pusat-pusat pemasaran di perkotaan kabupaten/kota, propinsi, nasional bahkan mancanegara.
Kebutuhan lain yang sangat mendesak adalah ketersediaan air minum dan air bersih, listrik, layananan kesehatan, serta penyediaan infrastruktur pendidikan, sangat signifikan meningkatkan kualitas kesehatan dan sumber daya manusia.
Ketiga, peningkatan pendapatan masyarakat secara langsung dalam jangka pendek dilakukan melalui tiga komponen kegiatan, yakni pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dan PPK, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan penguatan kelembagaan masyarakat, yang dilakukan pada 100 kabupaten/kota berpesisir dengan dana satu milyar rupiah per kabupaten/kota, yang dijadwalkan pada periode (tahun 2023-2024).
Komponen pertama adalah kegiatan pengadaan bantuan ekonomi produktif yang digunakan untuk meningkatkan usaha masyarakat secara umum (antara lain alat pengolahan ikan, perahu dan mesin kapal serta alat tangkap, alat pembuatan pakan ikan), maupun bantuan langsung masyarakat berbentuk barang produktif lainnya (seperti alat pengolah mangrove, perlengkapan diving, perahu wisata) ataupun transfer dana langsung kepada masyarakat miskin ekstrem.
Komponen kedua yakni kegiatan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pelatihan dan pendidikan ketrampilan berupa tekhnologi tepat guna maupun pelatihan untuk memanfaatkan jasa-jasa kelautan (di antaranya pemandu diving atau penyewaan alat-alat selam, penyewaan perahu wisata).
Komponen ketiga adalah kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat, seperti kelompok usaha bersama, kelompok penggerak konservasi (KOMPAK) atau pembentukan koperasi perikanan untuk meningkatkan daya tawar masyarakat pesisir dan PPK.
Mengingat pesisir dan PPK sangat rentan terhadap kondisi alam, maka komponen kegiatan dapat ditambahkan, di antaranya pelatihan sekolah pantai Indonesia (SPI), sosialisasi mitigasi bencana untuk mengantisipasi bencana alam yang akan terjadi dan meningkatkan ketahanan terhadap bencana, untuk mengurangi kerusakan akibat abrasi atau gelombang pasang.
Kegiatan tersebut dapat dirangkaikan dengan pelaksanaan restorasi dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan, diantaranya penanaman mangrove, penyulaman dan penanaman vegetasi pantai, pengadaan hybrid engineering, serta pembangunan tracking mangrove.
Kebijakan pemerintah yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat berupa program/kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, diikuti pelatihan dan pendidikan ketrampilan, serta penguatan kelembagaan masyarakat, mendorong masyarakat pesisir dan PPK memproduksi barang dan jasa berkualitas, yang bernilai ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluarga, sekaligus mengurangi kemiskinan di pesisir dan pulau-pulau kecil.
(Rido Miduk Sugandi Batubara, Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP), Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan).