Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menyelamatkan Aset Negara Bermodal Grondkaart

Grondkaart jadi modal untuk menyelamatkan aset tanah milik negara dari penyerobotan dan penguasaan yang dilakukan secara ilegal.

11 Desember 2018 | 05.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ngobrol@Tempo bertajuk "Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum" pada Kamis, 6 Desember 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL-- Berdasarkan catatan sejarah, seiring dengan ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 yang mengakui Kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah Kolonial Belanda menyerahkan semua aset pemerintah kepada pemerintah Republik Indonesia yang berdaulat. Legalitas yang berlaku pada masa itu atas aset tanah ditemukan dalam format Grondkaart (kartu tanah/kartu ukur tanah/peta tanah) sebagai alas hak bukti kepemilikan. Seperti yang dimiliki PT Kereta Api Indonesia (Persero) hasil warisan aset Kereta Api pemerintah Belanda (Staatspoorwegen/SS).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena tidak samanya persepsi akan Grondkaart mengakibatkan sering terjadi konflik kepemilikan lahan. Grondkaart adalah produk hukum yang menjadi bagian sistem hukum pada saat itu, dan walaupun sistem hukumnya sudah tidak berganti namun produk hukum tersebut tetap berlaku secara hukum. Tanah-tanah yang dibestemmingkan (diperuntukkan) untuk kepentingan negara akan diberikan Grondkaart.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Grondkaart merupakan produk hukum masa lalu yang bersifat tetap seperti halnya akta kelahiran atau pernikahan,” sehingga bisa dijadikan sebagai alas hak yang kuat dan sempurna ujar Prof. Djoko Marihandono, Ahli Sejarah dan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dalam diskusi Ngobrol@Tempo dengan tema “Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum” pada Kamis, 6 Desember 2018 di Ballroom Singosari, Hotel Borobudur, Jakarta.

Dalam momen yang sama, Dr. Iing R. Sodikin Arifin, Tenaga Ahli Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengungkapkan bila pada dasarnya Grondkaart sebagai alas hak yang kuat dan sempurna  adalah petunjuk bahwa tanah atau lahan tersebut ada yang memiliki. “Tanah aset perusahaan kereta api negara (SS) diuraikan dalam Grondkaart dan diserahkan penguasannya kepada SS. Berdasarkan S.110/1911 jo S.430/1940 tanah Grondkaart adalah hak beheer (penguasaan) milik SS,” ujarnya.

Di mata hukum, Grondkaart sebagai alas hak yang kuat dan sempurna memiliki fungsi vital. “Posisinya sebagai alat bukti dalam penegakan hukum. Grondkaart  sebagai alas hak yang kuat dan sempurna diteliti sebagai bukti penguasaan secara fisik dan alas hak kepemilikan. Dalam prosesnya akan diteliti keaslian dan asal-usul diterbitkannya Grondkaart yang dipakai sebagai alat bukti kepemilikan,” ujar Dr. Suradi, Kepala Sub Unit II Sub Direktorat II Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Suradi melanjutkan, Grondkaart dapat dikonversi menjadi sertifikat sesuai peruntukannya. “Grondkaart bisa dikonversi melalui pengajuan sertifikat sesuai kebutuhan dari pemiliknya,” kata Dr. Iing. Sehingga, tambah Suradi, ini jadi modal untuk menyelamatkan aset tanah milik negara dari penyerobotan dan penguasaan yang dilakukan secara ilegal. (*)

Abdul Jalal

Abdul Jalal

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus