Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merdeka Belajar dalam Kongres Bahasa Indonesia XII: Literasi dan Kebinekaan

Merdeka Belajar dalam Kongres Bahasa Indonesia XII: Literasi dan Kebinekaan

17 Oktober 2023 | 13.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Desliana Maulipaksi, Pranata Humas Ahli Pertama Kemendikbudristek

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII pada tahun ini tinggal dalam hitungan hari. KBI XII akan berlangsung pada 25 s.d. 28 Oktober 2023 di Jakarta dengan mengangkat tema "Literasi dalam Kebinekaan untuk Kemajuan Bangsa". Ada dua kata menarik dalam tema tersebut yang sangat terkait dengan kebijakan Merdeka Belajar yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yaitu literasi dan kebinekaan. Kedua kata tersebut juga memiliki keterkaitan yang erat dengan tujuan Merdeka Belajar, yakni mewujudkan generasi muda Indonesia yang memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), literasi memiliki tiga makna: (1) n kemampuan menulis dan membaca; (2) n pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu: -- computer; (3) n kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Ketiga makna tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan dunia pendidikan. Sementara kebinekaan dalam KBBI berarti keberagaman.

"Literasi dalam Kebinekaan untuk Kemajuan Bangsa" mengandung makna bahwa penguatan literasi baca-tulis perlu ditumbuhkan dari kesadaran tentang kebinekaan yang menjadi fakta keindonesiaan, meliputi adat istiadat, suku bangsa, bahasa, dan agama. Kebinekaan yang merupakan keniscayaan bangsa Indonesia tersebut adalah aset yang dapat menjadi kekayaan dan kekuatan untuk merajut rasa bangga sebagai bangsa yang beragam yang akan menjadi modal yang kuat untuk memajukan bangsa.  

Pada KBI XII, ada tiga subtema, yaitu Literasi Bahasa dan Sastra Indonesia, Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah, dan Internasionalisasi Bahasa Indonesia. Kemudian ada lima topik yang akan menjadi pembahasan dalam subtema literasi, yaitu (1) Literasi di Era Digital, (2) Bahan Ajar Literasi, (3) Pengukuran Kecakapan Literasi dalam Bahasa Indonesia, (4) Peran Masyarakat dalam Penguatan Literasi, dan (5) Pemartabatan Bahasa Negara di Ruang Publik.

Bukan kali ini saja Kemendikbudristek mengangkat isu literasi dan kebinekaan dalam kebijakan utamanya yang diberi jenama Merdeka Belajar. Sebelumnya, dalam kebijakan Merdeka Belajar Episode Pertama yang diluncurkan pada Desember 2019, Kemendikbudristek menghapus kebijakan ujian nasional (UN) dan menggantinya dengan asesmen nasional (AN). Asesmen Nasional tersebut fokus pada tiga bidang: literasi, numerasi, dan karakter.

Dua macam literasi yang diukur melalui Asesmen Nasional adalah Literasi Membaca dan Literasi Matematika (atau Numerasi). Keduanya dipilih karena merupakan kemampuan atau kompetensi yang mendasar dan diperlukan oleh semua murid, terlepas dari profesi dan cita-citanya di masa depan. Literasi juga merupakan kompetensi yang perlu dikembangkan secara lintas mata pelajaran. Dengan mengukur literasi, Asesmen Nasional mendorong guru semua mata pelajaran untuk berfokus pada pengembangan kompetensi membaca dan berpikir logis-sistematis. Karena itulah, Kongres Bahasa Indonesia juga bisa menjadi wadah bagi para guru untuk dapat meningkatkan pemahaman mengenai literasi dan kebahasaan. Tidak hanya untuk literasi bahasa Indonesia, melainkan juga literasi bahasa daerah, seperti salah satu subtema KBI XII, yakni Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah.

Masih dalam konteks kebijakan Merdeka Belajar, Revitalisasi Bahasa Daerah menjadi tema dalam Merdeka Belajar Episode ke-17. Dalam peluncuran Merdeka Belajar episode ke-17 tahun lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, mengatakan bahwa revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan mengingat 718 bahasa daerah di Indonesia, sebagian besar kondisinya terancam punah dan kritis. Nadiem menerangkan, saat ini para penutur jati bahasa daerah banyak yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa ke generasi berikutnya, sehingga khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah terancam punah. Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah. 

Bahasa daerah merupakan salah satu bentuk bentuk kebinekaan yang dimiliki Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek telah melakukan penelitian untuk pemetaan bahasa dan berhasil mengidentifikasi serta memvalidasi 718 bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) dari 2.560 daerah pengamatan. Melalui  Laboratorium Kebinekaan, Badan Bahasa juga memberikan contoh 200 kosakata dasar Swadesh, yaitu kosakata terkait budaya dasar dari berbagai bahasa daerah di Indonesia. Konsep kata berkerabat dari data 200 kosakata dasar Swadesh dapat menyimpulkan bahwa bahasa daerah dari Sabang sampai Merauke, mulai dari Miangas hingga Pula Rote, dikatakan berkebarat satu sama lain karena dapat dibuktikan dari bukti kosakata yang sama, mirip, dan bahkan berbeda tetapi dapat ditelusuri dari asal kata yang sama. Fakta kebahasaan ini semakin meneguhkan semboyan bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.

Keterampilan berbahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah, juga tidak lepas dari kebiasaan membaca dan tingkat literasi yang dimiliki suatu generasi. Karena itu, untuk melengkapi berbagai program penguatan literasi, Kemendikbudristek telah meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia, pada 27 Februari 2023. Program tersebut berfokus pada pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang PAUD dan SD yang disertai dengan pelatihan bagi guru. Kebijakan ini diluncurkan untuk menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia akibat rendahnya kebiasaan membaca sejak dini. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021, Indonesia saat ini sedang mengalami darurat literasi, yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi.

Program pengiriman buku ke sekolah bukan kebijakan yang baru dilakukan Kemendikbudristek. Pada tahun 2022, Kemendikbudristek menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20-ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia. Kali ini, Kemendikbudristek menghadirkan terobosan untuk sejumlah hal, mulai dari jumlah eksemplar, jumlah judul buku, jenis buku yang dikirimkan, pendekatan yang dilakukan dalam mendistribusikan buku, sampai pemilihan sekolah yang menjadi penerima pengiriman buku. 

Dalam kebijakan Merdeka Belajar, selain semangat memajukan literasi, semangat kebinekaan juga menjadi salah satu dimensi dari Profil Pelajar Pancasila. Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Terdapat enam dimensi karakter dalam Profil Pelajar Pancasila, yaitu Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia; Berkebinekaan Global; Gotong Royong; Mandiri; Bernalar Kritis; dan Kreatif. Terwujudnya Profil Pelajar Pancasila adalah visi Kemendikbudristek melalui kebijakan Merdeka Belajar.

Dengan memiliki karakter yang berkebinekaan global berarti pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya dengan budaya luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen dan kunci kebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.

Membahas tema Kongres Bahasa Indonesia XII yang mengangkat isu literasi dan kebinekaan, bahasa Indonesia memang sangat terkait dengan literasi dan kebinekaan. Bahasa Indonesia merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia yang beragam. Sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia mulai mengemban fungsinya sebagai pemersatu bangsa. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang amat pesat sehingga bahasa Indonesia tidak saja menjadi bahasa yang mampu mengikat persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi juga menjadi penghela ilmu pengetahuan. Di sinilah kemudian literasi dibutuhkan.

Sebagai penghela ilmu, bahasa Indonesia telah mampu mewadahi keberagaman konsep pengetahuan, baik konsep yang berakar pada kearifan nusantara yang beragam maupun konsep peradaban modern. Sebagai forum tertinggi yang membahas masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia, KBI XII diharapkan dapat menentukan arah kebijakan pengembangan dan pembinaan bahasa di Indonesia dengan menghimpun semua unsur pemangku kepentingan, termasuk pelaku pendidikan, agar dapat meningkatkan literasi dan menyebarluaskan semangat kebinekaan dalam Merdeka Belajar. Semoga!

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus