Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

130 Contoh Peribahasa Indonesia dan Artinya yang Penuh Makna

Berikut ini 10 contoh peribahasa Indonesia dan artinya dengan makna mendalam. Peribahasa ini bisa dijadikan pembelajaran dalam hidup.

4 Oktober 2024 | 14.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Murid kelas tiga terpaksa belajar di ruang perpustakaan dampak dari ambruknya atap kelas mereka di SDN Dahniar, Desa Bandasari, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 8 Agustus 2024. Ambruknya atap kelas diduga karena kualitas konstruksi atap yang buruk. Untuk sementara murid yang di kelas terdampak belajar berdesakan di ruang perpustakaan. TEMPOPrima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peribahasa merupakan salah satu kekayaan bahasa Indonesia yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara bijaksana dan tersirat. Dalam kehidupan sehari-hari, peribahasa kerap digunakan sebagai nasihat atau petuah. Berikut adalah contoh peribahasa Indonesia dan artinya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, peribahasa didefinisikan sebagai kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan). Daya tarik peribahasa terletak pada isinya yang ringkas dan padat, serta penggunaan persajakan, ironi, metafora, dan perbandingan. 

Contoh Peribahasa dan Artinya

Ada ratusan contoh peribahasa Indonesia yang hingga kini masih sering digunakan dan dipelajari, baik di lingkungan sekolah maupun dalam keluarga. Berikut beberapa diantaranya:

  1. Ada air ada ikan: Dimanapun kita tinggal, rezeki akan selalu ada. 
  2. Ada asap ada api: Tak dapat dipisahkan, munculnya suatu kejadian / masalah pasti ada penyebabnya. 
  3. Ada gula ada semut: Dimana banyak kesenangan disitulah banyak orang datang. 
  4. Ada harga ada rupa: Harga suatu barang tentu disesuaikan dengan keadaan barang tersebut. 
  5. Ada udang di balik batu: Ada suatu maksud yang tersembunyi. 
  6. Adat muda menanggung rindu, adat tua menahan ragam: Orang muda harus bersabar, dalam meraih cita-cita. 
  7. Air beriak tanda tak dalam: Orang yang banyak bicara biasanya tidak banyak ilmunya. 
  8. Air diminum rasa duri, nasi dimakan rasa sekam: Tidak enak makan dan minum  (biasanya karena terlalu bersedih/duka). 
  9. Air susu dibalas dengan air tuba: Perbuatan baik dibalas dengan perbuatan jahat. 
  10. Air tenang menghanyutkan: Orang yang kelihatannya pendiam, namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.
  11. Angin tak dapat ditangkap, asap tak dapat digenggam: rahasia itu tidak selamanya dapat disembunyikan, suatu waktu akan terbuka pula.
  12. Bagai musang berbulu ayam: Orang jahat bertingkah laku sebagai orang baik. 
  13. Bagai pungguk merindukan bulan: Seseorang yang membayangkan atau menghayalkan sesuatu yang tidak mungkin.
  14. Bagaimana bunyi gendang begitulah tarinya: sesuatu itu harus dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya.
  15. Bahasa menunjukkan bangsa: baik atau buruknya tabiat dan sifat seseorang dapat dilihat dari tutur kata (bahasa)-nya.
  16. Bak bergendang ke Sirukam, perut kenyang emas dapat: diperintahkan untuk mencari ilmu dan juga diberi upah untuk itu.
  17. Bagaikan api makan ilalang kering, tiada dapat dipadamkan lagi: Orang yang tidak mampu menolak bahaya yang menimpanya. 
  18. Bagaikan burung di dalam sangkar: Seseorang yang merasa hidupnya dikekang. 
  19. Bak ilmu padi, kian berisi kian runduk: Makin berilmu tidak sombong.
  20. Barangsiapa menggali lubang, ia juga terperosok ke dalamnya: Bermaksud mencelakakan orang lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka. 
  21. Belum beranak sudah ditimang: Belum berhasil, tetapi sudah bersenang-senang lebih dulu. 
  22. Berguru kepalang ajar bagai bunga kembang tak jadi: Belajarlah sungguh-sungguh jangan tanggung-tanggung(ragu-ragu). 
  23. Bermain air basah,bermain api hangus: Setiap pekerjaan atau usaha ada susahnya. 
  24. Bagai anak sepat ke tohor: Bermalas-malasan di tempat orang lain.
  25. Bagai ayam bertelur di padi: Seseorang yang mencintai hidup mewah.
  26. Bagai ayam dibawa ke lampuk: Seseorang yang terheran-heran.
  27. Bagai ayam lepas bertaji: Serba berbahaya.
  28. Besar pasak daripada tiang: Besar pengeluaran daripada pendapatan.
  29. Bagai galah di tengah arus: selalu berkeluh kesah karena mendapatkan kemalangan (kesusahan).
  30. Bagai galah dijual: sudah habis binasa harta kekayaannya.
  31. Bagai garam jatuh ke laut: nasihat (saran) yang mudah diterima orang lain.
  32. Bagai itik pulang petang: amat lambat perjalanannya.
  33. Cepat kaki ringan tangan: Suka menolong sesama umat. 
  34. Cuaca di langit pertanda akan panas, gabak di hulu tanda akan hujan: Sesuatu pasti akan ada identitas atau tanda khususnya. 
  35. Dalam lautan dapat diduga, dalam hati siapa tahu: Kita tidak mengetahui isi hati orang lain. 
  36. Daripada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah: Daripada hidup menanggung malu lebih baik mati. 
  37. Daripada hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang: Lebih baik mati daripada menanggung malu. 
  38. Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri: Sebaik-baik negeri orang tidak sebaik di negeri sendiri. 
  39. Datang tampak muka, pulang tampak punggung: Datang dan pergi hendaklah memberi tahu. 
  40. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung: Kita harus menyesuaikan diri dengan adat dan keadaan tempat tinggal yang kita tempati. 
  41. Digenggam takut mati, dilepas takut terbang: Serba salah sama-sama merugikan. 
  42. Duduk sama rendah, tegak sama tinggi: sama kedudukannya (tingkatannya atau martabatnya). 
  43. Dagangan bersambut yang dia jual: Menceritakan cerita berdasarkan cerita dari orang lain.
  44. Dahan pembaji batang: Orang kepercayaan yang menyalahgunakan harta benda tuannya.
  45. Dahulu bajak daripada jawi: Orang muda yang belum memiliki pengalaman dijadikan pemimpin orang tua yang berpengalaman.
  46. Dahulu duduk dari cangkung: Cepat marah sebelum mengetahui perkara sebenarnya.
  47. Di laut boleh diajak, di hati siapa tahu: Apa yang tersembunyi dalam hati seseorang tidak dapat diketahui.
  48. Elok basa akan kekal hidup, elok budi akan bekal mati: Orang yang baik budi balasannya akan disayang orang selama hidup dan setelah mati pun akan dikenang orang. 
  49. Enak makan dikunyah, enak kata diperkatakan: Sesuatu hal haruslah dimusyawarahkan terlebih dahulu.
  50. Esa hilang, dua terbilang: Berusaha terus dengan keras hati hingga maksud tercapai.
  51. Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak: Kesalahan/aib sendiri yang besar tidak tampak. 
  52. Gigi dengan lidah ada kalanya bergigit juga: Walau persahabatan sangat akrab ada kalanya berselisih juga. 
  53. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari: Kelakuan orang bawahan selalu mencontoh kelakuan atasannya.
  54. Habis manis sepah dibuang: Sesudah tidak berguna lagi lalu dibuang / tidak dipedulikan lagi.
  55. Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua: Budi pekerti, amal kebaikan, akan selalu dikenang meski seseorang sudah meninggal dunia. 
  56. Harapkan guntur di langit, air di tempayan dicurahkan: Mengharapkan sesuatu yang belum tentu, barang yang sudah ada dilepaskan.
  57. Hasrat hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai:Keinginan atau cita-cita yang mustahil dapat dicapai. 
  58. Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai: Orang yang hidup hemat akan menjadi kaya, orang yang rajin belajar akan menjadi pandai. 
  59. Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah: Selama hidup orang harus taat kepada adat kebiasaan dalam masyarakat. 
  60. Hujan emas di negeri orang, hujan batu dinegeri sendiri, baik juga di negeri sendiri: Betapa senang dan bahagi di perantauan, tentu lebih senang dan bahagia di negeri sendiri. 
  61. Jangan disesar gunung berlari, hilang kabut tampaklah dia: Hal yang sudah pasti, kerjakanlah dengan sabar tidak perlu tergesa-gesa. 
  62. Jauh di mata dekat di hati: Dua orang yang tetap merasa dekat meski tinggal berjauhan. 
  63. Kalah jadi abu menang jadi arang: pertengkaran/permusuhan akan merugikan kedua belah pihak (sama-sama merugi). 
  64. Jika ditampar sekali kena denda emas, dua kali setampar emas pula, lebih baik ditampar betul-betul: Setiap perbuatan jahat itu sama saja akibatnya, meski besar ataupun kecil. 
  65. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga: Karena kejahatan atau kesalahan yang kecil, hilang kebaikan yang telah diperbuat. 
  66. Katak hendak jadi lembu: Orang hina/miskin/rendah hendak menyamai orang besar/kaya; congkak; sombong. 
  67. Kecil-kecil cabai rawit: Kecil, tetapi cerdik/pemberani /membahayakan.
  68. Kepala sama berbulu, pendapat berlain-lainan: Setiap orang berbeda pendapatnya. 
  69. Lain di mulut lain di hati: Yang dikatakan / diucapkan berbeda dengan isi hatinya. 
  70. Lain dulang lain kaki,lain orang lain hati: Setiap orang punya pendapat, kehendak dan perasaan yang berbeda. 
  71. Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya: Tiap-tiap negeri atau bangsa berlainan adat kebiasaannya. 
  72. Lancar kaji karena diulang, pasah jalan karena diturut: Segala sesuatu harus dilakukan berulang ulang supaya paham. 
  73. Lemak manis jangan ditelan, pahit jangan dimuntahkan: Perundingan yang baik jangan disia-siakan, tetapi hendaknya dipikirkan secara dalam-dalam. 
  74. Lempar batu sembunyi tangan: Melakukan sesuatu, kemudian berdiam diri seolah-olah tidak tahu menahu. 
  75. Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya: Lepas dari bahaya yang besar, jatuh ke dalam bahaya yang lebih besar lagi. 
  76. Lidah tak bertulang; Mudah saja mengatakan / menjanjikan sesuatu, yang berat adalah melaksanakannya. 
  77. Lubuk akal tepian ilmu: Seseorang yang dikenal memiliki banyak ilmu  pengetahuan. 
  78. Luka sudah hilang parut tinggal juga: Setiap perselisihan selalu meninggalkan bekas dalam hati orang yang berselisih, walaupun perselisihan itu sudah berakhir. 
  79. Menambak gunung, menggarami air laut: Memberi bantuan kepada orang yang sama sekali tidak perlu dibantu.
  80. Menepuk air di dulang, tepecik muka sendiri: Jika berbuat sesuatu yang jahat maka akan terkena kembali kepada diri sendiri.
  81. Makan hati berulam rasa: Menderita karena perbuatan orang yang kita sayang. 
  82. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih: Segala sesuatu dalam 
  83. kehidupan bukan manusia yang menentukan. 
  84. Malu bertanya sesat di jalan : Kalau tidak mau berikhtiar tidak akan mendapat kemajuan. 
  85. Membagi sama adil, memotong sama panjang: Jika membagi maupun memutuskan sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah. 
  86. Membelah dada melihat hati : Ungkapan untuk menyatakan kesungguhan. 
  87. Menang jadi arang, kalah jadi abu : Kalah ataupun menang sama-sama menderita. 
  88. Menanti-nanti bagaikan bersuamikan raja: Menantikan bantuan dari orang yang tidak dapat memberikan bantuan. 
  89. Menggantang asap: Melakukan perbuatan yang sia-sia.
  90. Menghela lembu dengan tali, menghela manusia dengan kata: Segala pekerjaan harus dilakukan menurut tata cara aturannya masing-masing. 
  91. Menohok teman seiring dalam lipatan: Mencelakakan teman sendiri. 
  92. Murah di mulut, mahal di timbangan: Mudah sekali berjanji tetapi tidak pernah menepati. 
  93. Musang berbulu ayam: Orang jahat bersikap seperti orang baik. 
  94. Musuh dalam selimut: Musuh dalam kalangan / lingkungan sendiri. 
  95. Nasi sudah menjadi bubur: Sudah terlanjur, tidak dapat diperbaiki atau diubah lagi. 
  96. Nasi tak dingin, pinggan tak retak: Orang selalu mengerjakan sesuatu dengan hati-hati. 
  97. Orang mau seribu daya, bukan seribu dali: Jika menghendaki sesuatu, pasti akan mendapatkan jalan, jika tidak menghendaki, pasti mencari alasan.
  98. Ombak kecil jangan diabaikan: Persoalan kecil jangan dianggap enteng.
  99. Panas setahun hilang oleh hujan sehari: Segala kebaikan terhapus oleh hanya sedikit keburukan atau kesalahan.
  100. Pandai berminyak air: Pandai menyusun kata-kata untuk mencapai maksudnya. 
  101. Pangsa menunjukkan bangsa, umpama durian: Kita bisa melihat perangai seseorang melalui tutur katanya. 
  102. Putih kapas dapat dibuat, putih hati berkeadaan: Kebaikan hati yang bisa dilihat dari tingkah lakunya. 
  103. Sakit sama mengaduh, luka sama mengeluh: Seiya sekata dalam semua keadaan. 
  104. Seberat-berat mata memandang, berat juga bahu memikul: Seberat apapun penderitaan orang yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya. 
  105. Sedap jangan ditelan, pahit jangan segera dimuntahkan: Berpikir baik-baik sebelum bertindak agar tidak kecewa. 
  106. Sehari selembar benar, setahun selembar kain: Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan keyakinan dan kesabaran akan membuahkan hasil yang baik. 
  107. Sekali air pasang, sekali tepian beranjak, Sekali air di dalam, sekali pasir berubah:  Setiap terjadi perubahan pimpinannya, berubah pula aturannya. 
  108. Sekali jalan terkena, dua kali jalan tahu, tiga kali jalan jera: Bagaimanapun bodohnya seseorang, jika sekali tertipu, tak akan mau tertipu lagi untuk kedua kalinya. 
  109. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui: Sekali melakukan pekerjaan, beberapa maksud tercapai. Seludang menolak mayang: Sebutan untuk orang sombong dan melupakan orang lain yang telah berjasa dalam hidupnya. 
  110. Seorang makan cempedak, semua kena getahnya: seorang berbuat salah, semua dianggap salah juga. 
  111. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga: Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga. 
  112. Seperti cacing kepanasan: Tidak tenang, selalu gelisah. 
  113. Seperti durian dengan mentimun: Orang lemah / miskin / bodoh melawan orang kuat / kaya / pandai. 
  114. Seperti lebah, mulut bawa madu, pantat bawa sengat: Berwajah rupawan namun perilakunya jahat. 
  115. Serigala berbulu domba: Orang yang kelihatannya bodoh dan penurut tetapi sebenarnya kejam, jahat, dan curang. 
  116. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna: Pikir dahulu masak-masak sebelum berbuat sesuatu (pikirkan untung dan ruginya).
  117. Setali tiga uang: Sama saja, tidak ada bedanya. 
  118. Tahu asam garamnya: Tahu seluk beluknya/berpengalaman. 
  119. Tak ada gading yang tak retak: Tidak ada sesuatu yang tidak ada cacatnya. 
  120. Tambah air tambah sagu: Tambah banyak permintaannya, bertambah pula biayanya. Bila bertambah anak, akan bertambah pula rezekinya. 
  121. Tangan merentang bahu memikul: Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. 
  122. Terbuat dari emas sekalipun, sangkar tetap sangkar juga: Meskipun hidup dalam kemewahan tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga. 
  123. Terlalu aru berpelanting, kurang aru berpelanting: Segala sesuatu yang berlebihan atau kurang akan berakibat kurang baik. 
  124. Tertangguk pada ikan sama menguntungkan, tertanggung pada rangsang sama mengiraikan: Suka dan duka dijalani bersama. Keuntungan yang didapatkan dinikmati bersama-sama, kesusahan yang dialami diatasi bersama-sama juga. 
  125. Tiada rotan akar pun jadi: Kalau tidak ada yang baik, yang kurang baik pun boleh juga. 
  126. Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi: Orang tua yang bersikap seperti anak muda, terutama dalam masalah percintaan. 
  127. Umur setahun jagung: Belum berpengalaman. 
  128. Untung bagaikan roda pedati, sekali ke bawah sekali ke atas: Keberuntungan atau nasib manusia tiada tetap, kadang di bawah dan kadang di atas. 
  129. Yang buta peniup lesung, yang peka pelepas bedil: Masing-masing ada faedahnya, asal diletakkan pada tempatnya.
  130. Tolak tangan berayun kaki, peluk tubuh mengajar diri: Belajar untuk mengendalikan diri dan meninggalkan kebiasaan bersenang-senang. 
  131. Tong kosong nyaring bunyinya: Orang yang bodoh biasanya banyaknya cakapnya/ pembicaraannya. 
  132. Tong penuh tidak berguncang, tong setengah yang berguncang: Orang yang berilmu tidak akan banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu banyak hal.

Pilihan Editor: Menawarkan Kursus Belajar secara Terstruktur, Apa Itu YouTube Course?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus