Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO JABAR - Pemerintah Provinsi Jawa Barat serius menangani persoalan pencemaran di Sungai Citarum. Berbagai usaha dilakukan demi menangani persoalan pencemaran air di sungai terkotor di dunia itu. Kini persoalan sampah sudah hilang secara signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Gubernur Deddy Mizwar menyatakan hal itu dalam rapat koordinasi penanganan Sungai Citarum yang dipimpin Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di aula barat Gedung Sate, Bandung, Selasa, 16 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hadir pula dalam acara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, para bupati dan walikota, Kodam III Siliwangi, Kepolisian Daerah Jawa Barat, serta sejumlah komunitas masyarakat. "Dulu, kita bisa berjalan di atas sungai melewati tumpukan sampah yang sangat tebal. Alhamdulillah saat ini, sampah sudah hilang secara signifikan," ujar Deddy.
Menurut Deddy, masalah yang terus muncul di sepanjang Sungai Citarum adalah limbah cair dari pabrik dan rumah tangga. Ditambah banjir yang masih sering terjadi karena alih fungsi lahan di hulu sungai. "Masalah alih fungsi lahan juga menciptakan banjir karena sedimentasi yang sangat tinggi. Ini pun perlu pendekatan dan penegakan hukum," ucapnya.
Untuk mengedukasi peran masyarakat dalam menjaga sungai, Deddy melakukan pendekatan kultural dengan membangun masyarakat ecovillage sejak dua tahun lalu di 130 desa di sepanjang Sungai Citarum. "Kami harapkan sungai ini menjadi yang terbersih di Jabar (Jawa Barat), minimal. Untuk itu, semua pihak harus bekerja sama, baik pemerintah, akademisi, komunitas, masyarakat, maupun para pengusaha di sepanjang DAS Citarum. Tanpa kerja sama tidak akan optimal," katanya.
Menteri Luhut mengatakan pihaknya bersama kementerian terkait lainnya sangat serius menangani persoalan Sungai Citarum dan kini menjadi salah satu program prioritas pemerintah pusat. "Paling tidak, lima tahun ke depan sudah semakin baik airnya dan aman dikonsumsi. Yang pasti harus kita mulai, kita harus konsisten. Makanya sosialisasi ini menjadi penting," ujarnya.
Luhut menjelaskan, menangani persoalan Sungai Citarum tidak bisa diselesaikan masing-masing daerah, tapi harus secara holistik antara pusat dan daerah. "Kami juga sudah melaksanakan rapat koordinasi lebih dari 11 kali. Jadi sekarang sudah waktunya kita sosialisasikan lebih jelas. Kita berharap Februari sudah bisa eksekusi rencana ini dan kita tidak main-main dalam hal ini," tuturnya.
Menurut Luhut, biaya menangani Sungai Citarum mencapai triliunan rupiah. Anggaran diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 10 kabupaten/kota, serta pihakswasta. “Bantuan internasional juga banyak yang nawarin, tapi belum kita putuskan," ujarnya.
Sungai Citarum yang bersih sepanjang 297 kilometer menjadi sangat penting karena menyuplai sebanyak 80 persen air minum bagi penduduk Jakarta. Citarum dengan luas daerah aliran sungai sepanjang 1.132.334 meter persegi ini juga mengairi lahan pertanian seluas 420 ribu hektare, pembangkit listrik tenaga air sebesar 1880 megawatt, dan 27,5 juta masyarakat di Jabar dan DKI Jakarta memanfaatkannya.
Luhut berharap masyarakat Jawa Barat dan pelaku industri di sepanjang DAS Citarum bertekad membenahi Sungai Citarum, yang kini telah terkontaminasi limbah industri dan rumah tangga. "Kita harus betul-betul bertekad, apa mau nanti generasi orang Jabar yang hidup di sepanjang DAS Citarum terkontaminasi logam-logam cair itu," ucapnya.
Sedangkan Menteri Wiranto menyoroti persoalan hukum dalam penanganan Citarum. Menurut dia, saat ini, masih ada praktek-praktek pungutan liar dan para broker yang membuat air Citarum menjadi kotor tatkala mereka menguasai dataran sungai.
"Tadi dilaporkan bahwa ada perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum, ada palak-memalak, pungli, calo-calo, juga broker-broker yang membuat Citarum jadi lebih kotor lagi taktala menguasai dataran sungai, kemudian menyewakan dan sebagainya. Ini semua masalah hukum," kata Wiranto. (*)