Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Potensi dan Tantangan Pemerintah Daerah Menuju Carbon Trading

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca pada atmosfer bumi saat revolusi industri, meningkatkan kadar CO2, metana dan asam nitrat di atmosfer bumi.

31 Mei 2024 | 14.46 WIB

Potensi dan Tantangan Pemerintah Daerah Menuju Carbon Trading
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL –   Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca pada atmosfer bumi saat revolusi industri, meningkatkan kadar CO2, metana dan asam nitrat di atmosfer bumi. Kegiatan ini bisa menghasilkan jutaan ton emisi karbon per tahunnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini menjadi tantangan bagi seluruh negara di dunia termasuk Indonesia untuk mengurangi pemanasan global, salah satunya lewat perdagangan karbon. Perdagangan karbon atau carbon trading adalah kegiatan jual beli kredit karbon. Pembeli adalah mereka yang menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan, dan penjual adalah negara-negara yang memiliki hutan sebagai media penyerapan karbon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebagai peluang bisnis baru yang bisa meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan daerah, Indonesia telah memiliki peraturan perdagangan karbon yang diatur dalam Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional. Perdagangan karbon juga diatur dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 21 tahun 2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon.

Sebagai dukungan menyambut peluang bisnis ini, Tempo Media menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Perdagangan Karbon untuk Pembangunan Daerah” di Gedung Tempo Media, pada Kamis, 30 Mei 2024. Menghadirkan beberapa kepala daerah, pemerhati dan peneliti, diskusi ini mengupas proses jual beli karbon sampai ke potensi daerah dalam mengolah karbon agar bisa meningkatkan pendapatan daerah.

Chairman Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA), Riza Suarga mengatakan, ada dua bentuk peluang yang bisa dilakukan untuk memulai carbon trading. Pertama, nature-based yang memanfaatkan alam seperti hutan, mangrove, gambut, ataupun hutan kering. Kedua yakni  technology-based sebagai proyek mitigasi pengurangan emisi gas rumah kaca sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Penyelenggara Bursa Karbon di Indonesia. Menurutnya, peluang mengolah nature-based memiliki potensi yang sangat besar dan bisa dimanfaatkan dengan maksimal di daerah.

Beberapa daerah di Indonesia memang memiliki banyak potensi untuk melakukan perdagangan karbon. Sebagai contoh, Jawa Timur memiliki luas hutan mangrove sebesar 27.221 hektare (ha) atau 48 persen dari hutan mangrove se-Jawa.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur yang mewakili Pj. Gubernur Jawa Timur, Nurkholis mengatakan, pihaknya masih harus banyak belajar untuk mengubah karbon menjadi pendapatan bagi daerah.

“Nanti belajar. Ketika kami bergerak terkait dengan mangrove, kami bergerak terkait dengan rehabilitasi hutan dan sebagainya. Maksudnya jangan hanya ini sedekah oksigen. Mudah-mudahan ke depan kami diajari Pak bagaimana perdagangan karbon ini sehingga ada peluang baru,” ujarnya, saat menjadi pembicara di FGD, Kamis, 30 Mei 2024.

Wakil Bupati Kabupaten Siak, Husni Meza juga memaparkan potensi alam yang berada di daerahnya. Saat ini, Kabupaten Siak memiliki lahan gambut seluas 52 persen dengan rata-rata kedalaman 5 meter dan terdalam bisa sampai di atas 30 meter.

“Kita punya danau gambut terbesar kedua setelah Brazil. Jadi secara wilayah itu kita punya luasan itu seluas 8.556,09 km persegi. Kita punya 14 kecamatan, ada 220 perusahaan di kita. Kemudian luas gambut kita itu ada 607.143 hektare. Luas hutan kita 415.799 hektare. Sementara luas mangrove kita ada 1186 hektare jadi kita punya potensi yang bisa kita tradingkan,” ujarnya.

Adapun Bupati Kabupaten Bengkulu Selatan, Gusnan Mulyadi mengatakan, meskipun Bengkulu Selatan tidak memiliki lahan gambut atau potensi lainnya yang bisa di manfaatkan untuk proses trading carbon, Gusnan Mengaku pihaknya berkontribusi dalam penurunan emisi karbon dengan upaya pengolahan sawit yang ramah lingkungan.

“Ada teknologi baru yang nanti akan coba dikembangkan di wilayah kita bersama dengan rekan usaha. Itu pengolahannya tanpa limbah cair dan tanpa asap. Tanpa limbah cair limbahnya dalam bentuk padat dan kering tentu ini akan mengurangi emisi yang cukup besar,” kata dia.

Forest Conservation & Climate Changer Specialist Yayasan KEHATI, Ahfi Wahyu Hidayat mengatakan, untuk bisa melakukan perdagangan karbon, kepala daerah tidak bisa berjalan sendiri. Menurutnya, harus ada kebijakan yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.

“Jadi perdagangan karbon sebagai instrumen kebijakan lingkungan berbasis pasar itu harus terintegrasi dengan kebijakan mekanisme yang lain seperti penghutang karbon gitu ya kemudian juga dia harus beriringan dengan kebijakan lingkungan command and control misalkan untuk pengawasan lingkungan dan sebagainya,” katanya.

Menurut Ahfi, jika beberapa prinsip dasar dari perdagangan karbon tidak dilaksanakan, efisiensi sumber daya tidak akan bisa maksimal.

Founder & Direktur Policy+, Raafi Seiff berpendapat, untuk bisa melakukan carbon trading dan menambah pendapatan daerah, pemerintah harus memiliki roadmap yang jelas. Menurutnya, membuat roadmap sulit dilakukan jika subsektornya belum komplit.

“Jadi Bapak Ibu bicara tentang insentif. Insentif sangat penting. Tapi bagaimana kita bisa berangkat ke insentif kalau ekosistemnya itu belum selesai Bapak Ibu. Itu challenge kita sebagai bukan saja pemerintah daerah, tapi pusat, pengusaha dan peneliti,” ujarnya.

Namun, menurutnya, sembari menunggu semua stakeholders mematangkan rencana carbon trading dan menunggu kebijakan pemerintah baru di Oktober mendatang, pemerintah daerah bisa memulai dengan memperkaya diri dengan informasi dan data, agar siap ketika semua roadmap sudah matang.

“Saya rasa yang kita butuhkan sekarang menanti Oktober adalah informasi. We need more information, we need more data, dan kita membutuhkan kebenaran. Supaya kita bisa prepare skenarionya kedepannya. Jadi ketika krannya sudah dibuka, pemerintah daerah sudah siap,” kata dia.

Sebagai upaya mengedukasi kepala daerah mengenai carbon trading, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Research Center for Climate Change Universitas Indoesia (RCCC UI) membuat sebuah buku panduan berjudul “Panduan Pengembangan Perdagangan Karbon Sektor Energi Untuk Daerah” yang bisa digunakan sebagai pegangan para kepala daerah untuk persiapan menyambut peluang bisnis baru ini.

“kita didukung oleh Foundation, kami bekerjasama dengan Kemendagri. Hanya saja panduan ini baru kita selesaikan awal tahun ini dan itu nanti akan disosialisasikan oleh Kemendagri,” kata peneliti senior RCCC UI, Riko Wahyudi. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus