Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk menawarkan layanan Advanced Cardiac Care Clinic (ACCC) sebagai pendukung pelayanan konsultasi di klinik spesialis jantung yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Layanan ini hadir untuk memberikan perawatan komprehensif pasien dengan penyakit jantung yang kompleks seperti misalnya gagal jantung.
Layanan ACCC di RS Siloam Kebon Jeruk bertujuan untuk memberikan pendekatan holistik dan terkoordinasi dalam perawatan pasien dengan penyakit jantung yang kompleks, khususnya gagal jantung, dengan fokus pada peningkatan kualitas hidup dan pengelolaan jangka panjang secara berkesinambungan.
Tim yang berdedikasi khusus di ACCC terdiri atas dokter umum, perawat, farmasi klinis dan ahli gizi yang dilatih khusus dan tersertifikasi nasional untuk pelayanan khususnya di bidang gagal jantung. Adapun layanan ACCC antara lain berupa: edukasi pasien, monitoring rutin, konsultasi nutrisi, dan farmasi klinis.
Adapun dokter yang dapat ditemui untuk berkonsultasi seputar permasalahan kardiomiopati dan gagal jantung yakni dr. Leonardo Paskah Suciadi, Sp.JP, FIHA, FAPSC, FESC, FHFA. Untuk lebih mudah mendapatkan booking jadwal konsultasi dokter dapat menggunakan aplikasi MySiloam atau kunjungi https://www.siloamhospitals.com/cari-dokter
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Leonardo Paskah Suciadi, Sp.JP, FIHA, FAPSC, FESC, FHFA merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dengan subspesialisasi di Gagal Jantung Lanjut dan Kardiometabolik. Menurut Leonardo, salah satu kondisi jantung yang mungkin belum familiar bagi banyak orang adalah kardiomiopati.
Kardiomiopati adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan kelainan pada otot jantung dikarenakan sebab yang spesifik. Pada hakikatnya, jantung merupakan organ otot, sehingga apabila otot jantung mengalami perubahan struktural atau fungsional, maka kemampuannya untuk memompa darah ke seluruh tubuh dapat terganggu. Kondisi demikian dikenal sebagai gagal jantung.
Kardiomiopati dapat berkembang secara bertahap dan sering kali tidak menunjukkan gejala khas pada awalnya, sehingga banyak orang baru menyadari kondisi ini saat sudah dalam tahap lanjut. Kondisi ini dapat berdampak signifikan pada kualitas hidup dan memerlukan perhatian medis yang intensif. Apalagi kebanyakan kasus kardiomiopati terjadi pada usia muda, yaitu puncaknya di sekitar usia 30-40 tahun.
Leonardo mengatakan, terlepas dari usia atau jenis kelamin. Beberapa kelompok lebih berisiko terkena kardiomiopati diantaranya, bagi yang memiliki Riwayat keluarga, genetic, Riwayat infeksi atau peradangan jantung (miokarditis), penyakit sistemik, dan penyintas kanker. Sementara itu, terdapat beberapa jenis kardiomiopati yang perlu diwaspadai yakni, Kardiomiopati Dilatasi, Kardiomiopati Hipertrofik, Kardiomiopati Restriktif, dan Kardiomiopati Aritmogenik.
Untuk mengetahui gejalanya, menurut Leonardo, gejala kardiomiopati sering kali bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit. “Gejala umum yang mungkin dialami meliputi sesak napas, kelelahan, pembengkakan, nyeri dada, berdebar, dan pingsan.”
Untuk mendiagnosis kardiomiopati, kata Leonardo, beberapa metode pemeriksaan spesifik selain pemeriksaan fisik digunakan, antara lain: elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, laboratorium darah, MRI jantung, tes genetic, biopsi jantung.
Leonardo mengatakan, sebagian besar kasus kardiomiopati dapat menimbulkan risiko terjadinya aritmia fatal dan henti jantung yang berakibat pada kematian jantung mendadak. “Sering kali kejadian ini justru dialami pada penderita yang relatif bergejala ringan atau bahkan tanpa gejala sebelumnya. Dengan kata lain, komplikasi fatal ini dapat terjadi sebagai manifestasi awal pada penderita dengan kardiomiopati, sebelum gejala lain atau gagal jantung muncul,” kata dia.
Sementara itu, komplikasi lanjut dari kardiomiopati umumnya berupa gagal jantung yang ditandai dengan gangguan jantung dalam memompa darah dengan efektif ke seluruh tubuh, baik dikarenakan oleh kontraksi ototnya melemah atau sebaliknya relaksasi otot yang terganggu. Kondisi ini akan mengakibatkan bendungan darah di berbagai organ tubuh seperti paru, perut, ginjal, dan kedua tungkai sehingga pasen akan mengeluhkan sesak napas dan bengkak badan.
Leonardo kemudian mengungkapkan perbedaan serangan jantung dan kardiomiopati takotsubo. Kardiomiopati takotsubo atau dikenal sebagai “broken heart syndrome” adalah kondisi unik yang gejalanya mirip dengan serangan jantung, yaitu berupa nyeri dada atau sesak napas yang mendadak. “Namun, kondisi ini tidak disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner, melainkan oleh karena kerusakan sementara dari otot jantung yang dipicu oleh hormon stres yang dilepaskan secara berlebihan yang bersifat toksik bagi otot jantung,” kata dia.
Menurut Leonardo,hal ini sering kali ditemukan pada wanita usia pasca menopause sesaat setelah dipicu oleh stres emosional atau fisik yang berat, termasuk pasca kejadian penyakit akut lain yang berat, misalnya perdarahan otak.
Untuk penanganannya, jika terlihat indikasi kardiomiopati dilakukan rehabilitasi jantung yang melibatkan program latihan, edukasi, dan dukungan psikologis untuk membantu pasien dengan kardiomiopati meningkatkan kesehatan jantung dan kualitas hidup. “Ini termasuk latihan fisik yang aman, manajemen stres, dan perubahan gaya hidup,” kata dia. Untuk mencegah kardiomiopati, kata Leonardo, dapat dilakukan diet sehat, menurunkan berat badan, olahraga teratur, dan menghindari alkohol dan rokok.
Sedangkan transplantasi jantung biasanya dipertimbangkan jika kardiomiopati sudah menyebabkan gagal jantung terminal yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan atau intervensi lain. “Hal ini adalah langkah terakhir untuk memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita,” kata Leonardo. (*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini