Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Daerah aliran sungai di kawasan Puncak rusak karena berbagai aktivitas ilegal.
Kerja sama PTPN dengan berbagai perusahaan juga menyebabkan tumpang-tindih persetujuan lingkungan.
Pesantren milik Rizieq Syihab diduga ikut menghalangi resapan air.
SEBELUM pengembang kompleks Summarecon Bogor membelah bukit di belakang rumahnya pada akhir 2024, rumah Ipah tak pernah kebanjiran. Namun, begitu hujan lebat mengguyur area Gunung Geulis pada Ahad, 2 Maret 2025, halaman rumah perempuan 42 tahun ini terendam air bercampur lumpur setinggi lutut orang dewasa.
Rumah Ipah berada di ujung Kampung Cibedug Mayak, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jaraknya sekitar 10 meter dari proyek Summarecon. “Baru kali ini saya merasakan banjir,” katanya kepada Tempo di rumahnya, Kamis, 13 Maret 2025.
Ipah kerap melihat alat berat hilir-mudik meratakan tanah untuk akses perumahan Summarecon Bogor. Kendaraan proyek juga kerap melintas di sekitar rumah Ipah. Saat Tempo bertandang ke sana, dua ekskavator yang digunakan untuk membuat kolam penampungan air terparkir tak jauh dari kebun singkong.
Perumahan seluas 406 hektare di hulu Sungai Cikeas itu dikembangkan PT Summarecon Agung Tbk. Salah satu pemiliknya adalah keluarga Soetjipto Nagaria. Dari arah danau buatan di atas perumahan menuju bawah dekat rumah Ipah, jalan dibangun menggunakan metode cut and fill.
Masalahnya, penyidik Kementerian Lingkungan Hidup menemukan metode cut and fill menyebabkan sedimentasi di Sungai Ciangsana, anak Sungai Cikeas. Penyidik juga menemukan ada aliran sungai yang dibendung untuk akses kendaraan proyek. “Ini pelanggaran berat, maka kami segel,” ujar Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan di lokasi proyek, Kamis, 13 Maret 2025.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Induk Bala Air Bah