Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Percepatan reformasi struktural dan transformasi ekonomi merupakan salah satu alasan disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah pun telah menyelesaikan turunan dari UU Cipta Kerja yang terdiri dari 52 peraturan pelaksanaan dengan rincian 48 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang disusun bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga sesuai klasternya masing-masing. Dari 11 klaster yang diatur dalam peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, klaster 9 merupakan pengelompokan dari peraturan pelaksanaan tentang Konstruksi dan Perumahan yang terdiri dari 5 PP dan 1 Perpres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitu pun dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meyakini bahwa UU Cipta Kerja bakal memacu pembangunan perumahan di Indonesia, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sekaligus mendorong capaian Program Sejuta Rumah.
Hal tersebut disampaikan oleh Dewi Chomistriana, Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, beberapa waktu setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja. Menurutnya, “Ada sejumlah kemudahan yang terjadi pada layanan publik di sektor jasa konstruksi setelah lahirnya UU Cipta Kerja. “Pertama, penghapusan izin usaha jasa konstruksi sehingga hanya perlu sertifikat keahlian saja," ujarnya dalam webinar “Prospek Investasi dan Pelaksanaan Jasa Konstruksi Setelah UU Cipta Kerja”.
Selain itu, dia memaparkan, lewat UU Cipta Kerja pemberdayaan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional bakal semakin ditingkatkan. Kemudahan lainnya, penerapan Online Single Submission (OSS) yaitu pengajuan perizinan berusaha berupa sertifikasi badan usaha, sertifikasi kompetensi konstruksi, dan nomor induk berusaha dilakukan melalui satu pintu saja, yakni OSS.
Kemudahan lainnya yang timbul pada klaster “Konstruksi dan Perumahan” UU Cipta Kerja adalah akan menguatkan masyarakat jasa konstruksi nasional, dalam penyelenggaraan sistem sertifikasi kompetensi kerja konstruksi, maupun sertifikasi badan usaha. Lalu, memastikan dilaksanakannya konsolidasi sertifikasi, berupa konsolidasi sertifikasi kompetensi kerja konstruksi dan surat tanda registrasi arsitek. “Dan terakhir, integrasi data yang dimulai dari data jasa konstruksi, sertifikasi, pengalaman kerja konstruksi, badan usaha jasa konstruksi, dan lainnya," ujar Dewi.
Mengingat UU Cipta Kerja diharapkan memberikan dampak positif untuk kemajuan sektor jasa konstruksi melalui kemudahan perizinan berusaha, penguatan peran masyarakat jasa konstruksi, dan inovasi proses bisnis, maka untuk melaksanakannya dibutuhkan peraturan pelaksana yang menguraikan lebih detail dan lebih lengkap berbagai norma aturan di dalamnya.
Terdapat tujuh Undang-Undang Sektor PUPR yang terdampak UU Cipta Kerja, salah satunya adalah Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UUJK).
Selanjutnya, terdapat tujuh Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja yang terkait sektor Konstruksi dan Perumahan, yaitu: Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; PP No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan PP No.13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.
Berkutnya PP No 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 22 Tahun 2020 tentang Perpu No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi; PP No.15 Tahun 2021 tentang Perpu No.6 Tahun 2017 tentang Arsitek; dan Perpres Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. (*)