Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abdullah Badawi kerap memainkan jurus guyonan dalam berdiplomasi, apalagi jika yang dihadapi adalah negeri serumpun seperti Indonesia. Suatu ketika ia pernah bilang bahwa Indonesia dan Malaysia itu begitu dekat. ”Renang saja sudah tiba.” Gaya semacam itu juga disampaikan sang perdana menteri dalam pertemuan antara Indonesia dan Malaysia di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis, pekan lalu.
Dalam acara tatap muka para menteri kedua negara, rombongan Malaysia membawa lebih dari 40 orang. Ada menteri, pengusaha, juga menteri besar. Entah rikuh dengan banyaknya peserta yang ikut, Badawi berujar, ”Kalau berkunjung ke jiran memang banyak sekali yang minta ikut.” Suasana pun cair. Para petinggi Malaysia, katanya, bahagia nian berkunjung ke Indonesia. Aduh, Mak!
Tentu saja, ia juga bisa serius, terutama jika membicarakan masalah penting. Pertemuan di Bukittinggi memang bukan sekadar persuaan saudara serumpun, tapi juga membahas soal pelik seperti tenaga kerja ilegal Indonesia dan sengketa perbatasan yang kerap menyulut amarah kedua negara.
Lahir di Kepala Batas, Penang, 26 November 1939, Abdullah Ahmad Badawi datang dari keluarga yang terbiasa dengan bahasa diplomasi politik. Ayahnya, Ahmad Badawi, adalah pendiri Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO)—kini partai berkuasa di Malaysia. Sang ayahlah penempa utama Abdullah muda di arena politik.
Memulai karier politik sebagai asisten Sekretaris Majelis Gerakan Negara, 1969, karier Abdullah Badawi cepat melejit. Pada 1974, dia didaulat sebagai Deputi Sekretaris Jenderal Kementerian Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga. Jabatan itu diemban hingga 1978. Pada 1984, ia menjadi Deputi Ketua UMNO, organisasi yang dulu dirintis sang ayah. Dua tahun kemudian,1986, ia menduduki kursi Menteri Pertahanan.
Ia menjadi Menteri Luar Negeri Malaysia dari 1991 hingga 1999. Jabatan ini kemudian ditanggalkan setelah Mahathir Mohammad, perdana menteri ketika itu, mengusungnya menjadi Deputi Perdana Menteri merangkap Menteri Dalam Negeri.
Dialah deputi perdana menteri keempat dalam 22 tahun masa kepemimpinan Mahathir. Jika tiga deputi perdana menteri sebelumnya, Musa Hitam (1986), Ghafar Baba (1993), dan Anwar Ibrahim (1998), menunjukkan ambisi menggantikan Mahathir, tidak demikian dengan Abdullah Badawi. Dia tampak lebih sabar, setia pada Mahathir. Barangkali itu sebabnya, Mahathir merasa lebih aman bila Abdullah yang berada di pucuk pimpinan menggantikannya. Abdullah Badawi akhirnya menggantikan Mahathir pada Oktober 2003.
Berbeda dengan Mahathir yang meledak-ledak, Abdullah Badawi tak suka banyak bicara. Ia murah senyum. Orang menyebutnya Mr Nice Guy. Abdullahlah Perdana Menteri Malaysia pertama yang secara pribadi mengirim 1.500 kartu ucapan selamat Natal kepada para pastor, pendeta, dan petinggi gereja di Malaysia pada 2003. Para penyokongnya percaya Abdullah memiliki gaya diplomasi yang khas dan itu menjadi kekuatannya. Abdullah yakin bahwa segenting apa pun perkara, duduk membicarakannya adalah jalan termulia.
Sejumlah persoalan pelik antara Indonesia dan Malaysia seperti tenaga kerja ilegal, tapal batas tadi, katanya, bisa diatasi jika dua negara duduk memperbincangkannya. Itu sebabnya ia percaya ”tidak ada isu yang hot atau yang cool antara Indonesia dan Malaysia” seperti dikatakannya kepada Tempo. Di Bukittinggi pekan lalu, sejumlah persoalan genting antara kedua negara dibicarakan penuh persaudaraan.
Mengenakan baju khas Melayu, ditemani beberapa stafnya, ia menerima Dyah Prabandari dan Faisal Assegaf dari Tempo, Jumat pekan lalu. Wawancara berlangsung di President Suite di Hotel Pusako di Bukittinggi, Jumat pekan lalu.
Apa isu yang paling alot dalam pembicaraan dengan Indonesia selama di Bukittinggi?
Saya tidak tahu. Tidak ada yang hot ataupun yang cool. Yang dibicarakan adalah isu biasa yang telah disetujui untuk diselesaikan.
Mengenai perlindungan tenaga kerja informal (pembantu rumah tangga), apa kemajuan yang dicapai dalam perundingan?
Sekarang kita sedang bincang. Telah maju di beberapa tingkat oleh pihak pemerintah baik Indonesia maupun Malaysia. Telah ada perbincangan lagi. Ada beberapa hal tertentu yang belum dapat disetujui bersama.
Misalnya?
Tak bolehlah itu dibicarakan. Biarlah mereka selesaikan. Yang penting kita berusaha menyelesaikan persoalan itu.
Apakah isu gaji, jam kerja, juga spesifikasi pekerjaan para pekerja pembantu rumah tangga ini yang menjadi soal?
Apa jua (apa pun—Red.) yang belum dapat diselesaikan, mesti dibincang. Mereka perlu menjelaskan apa yang penting-penting itu, satu per satu. Dan itu akan dibicarakan di tingkat teknis.
Bagaimana kerja sama penanganan tenaga kerja Indonesia tak berdokumen di Malaysia? Adakah kesepakatan baru?
Kita hendak mengurangkan kedatangan mereka. Dalam hal ini, kedua pihak harus memainkan peranan sebab ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang mencari kesempatan mengirim orang-orang ini, meski tidak ada visa atau tanpa izin. Tapi, malangnya, di sebelah sana (Malaysia—Red.) juga ada yang menerima mereka. Itu yang membuat masalah bagi kedua pihak. Dan hasilnya menimbulkan reaksi rakyat yang nyata sekali tidak senang dengan apa yang berlaku.
Banyaknya warga Indonesia yang datang ke Malaysia termasuk yang tak berdokumen karena tingginya pengangguran di Indonesia. Apakah Malaysia berniat berinvestasi di Indonesia untuk memberi kesempatan kerja lebih besar?
Itu yang sedang berjalan. Peladangan-peladangan baru yang dibuka memerlukan tenaga kerja yang banyak.
Apakah hanya di perbatasan di Kalimantan?
Tidak. Termasuk yang di Sumatera. Soal perbatasan, Malaysia menawarkan kerja sama pengelolaan blok Ambalat antara Pertamina dan Petronas. Apakah Malaysia merasa tidak yakin menang dalam perundingan?
Kenapa semua berpikir begitu? Sedangkan kita berpikir hendak kerja sama. Dengan negara-negara lain kita sudah bekerja sama, kenapa dengan Indonesia begitu jelek pikirannya? Kalau kita hendak selesai, kita boleh tunggu hingga selesai. Malaysia merasa wilayah ini kami punya. Indonesia juga mengatakan kawasan ini Indonesia punya. Hendak cari pihak ketiga, katanya ada sedikit keengganan. Tak mau ada pihak ketiga. Jadi, mau tidak mau, kita harus terus bincang. Kesempatan itu harus kita ambil. Kalau kesempatan itu tidak diambil, kita sama-sama rugi.
Adakah jangka waktu yang ditetapkan Malaysia untuk menyelesaikan masalah perbatasan baik yang di darat maupun laut?
Tergantung kedua belah pihak, sejauh mana perundingan yang dilakukan bisa mencapai penyelesaian. Yang penting kita tak hendak menangguhkan. Kalaupun ada kerja sama antara Petronas dan Pertamina, ini tidak menjadi satu tanda bahwa kita hendak menangguhkan perbincangan soal hak atas wilayah. Isu ini memang harus dibincangkan.
Jadi, kedua hal itu, perundingan penetapan batas wilayah dan kerja sama pengembangan wilayah, berjalan bersama?
Kita selesaikan dulu. Tunggulah berapa lama ini berjalan. Banyak peluang yang kita bisa ambil sekarang ini, karena harga minyak sekarang sedang tinggi. Sedangkan kita perlu minyak yang banyak dan kita perlu membayar harga minyak yang tinggi. Jadi, mengapa kita tidak mengambil kesempatan ini?
Bagaimana pembagian keuntungan yang akan ditawarkan Malaysia?
Apa kata orang nanti—belum duduk, belum bincang, tiba-tiba mengeluarkan pernyataan seperti itu?
Banyak pengungsi politik asal Aceh yang berada di Malaysia, baik yang di bawah perlindungan Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) ataupun yang tidak. Malaysia berniat memulangkan mereka setelah tercapai kesepakatan damai di Aceh?
Kalau mereka di bawah UNHCR, tinggallah di UNHCR. Orang Aceh dari dulu sudah ada di Malaysia. Bahkan ada dari mereka yang sudah menjadi warga negara Malaysia.
Ada niat untuk memulangkan para pengungsi politiknya?
Bila ini terlibat dengan UNHCR, akan lebih rumit untuk menyelesaikannya. Tetapi umumnya antara Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sudah ada pencapaian kesepakatan dan kedamaian. Ini perkembangan yang baik. Untunglah sekarang sudah ada kedamaian di Aceh sehingga masalah-masalah lain bisa diselesaikan. Yang pasti, masalah pokoknya sudah ada kedamaian.
Amendemen undang-undang keluarga Islam Federal sekarang ramai diperdebatkan di Malaysia. Bagaimana perkembangannya?
Masalah-masalah yang timbul karena perkara ini perlu dihalusi sekarang ini. Persoalan ini diserahkan kepada Jaksa Agung. Di mana perlu, diadakan perbincangan dengan para aktivis lembaga swadaya masyarakat dan ahli syariah Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo