Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iring-iringan kendaraan itu menyesaki ruas jalan yang hanya muat untuk dua mobil. Perayaan Al-Quds kaum Syiah untuk mengecam Israel di Quetta, barat daya Lahore, Pakistan, itu tiba-tiba berubah menjadi histeria dan kepanikan. Peserta pawai berlarian tak tentu arah setelah bom mobil yang diparkir di jalan itu meledak. Darah memercik ke mana-mana. Jerit dan erang kesakitan terdengar memilukan.
Korban tewas akibat kekerasan pada Jumat dua pekan lalu itu tercatat 65 orang. Taliban, kelompok Sunni garis keras, mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Mereka menganggap kelompok Syiah sebagai musuh, tak ada bedanya dengan Amerika Serikat dan sekutunya.
Dua hari sebelumnya, Taliban juga menyerang kelompok Syiah di Lahore. Lagi-lagi mereka menggunakan bom mobil untuk menyerang peraya an keagamaan kelompok Syiah. ”Musuh kami jelas Amerika dan pasukan Pakistan. Syiah juga target kami, karena bukan dari kelompok kami,” ujar Qari Hussain Mehsud, pemimpin Tehrik Taliban Pakistan.
Dia menyatakan tak gentar, bahkan bangga, kelompoknya dimasukkan dalam daftar hitam teroris internasional oleh Amerika. ”Tunggu serangan kami berikutnya di Amerika dan Eropa, persis seperti ini,” dia menambahkan.
Biasanya serangan Taliban dilakukan pada saat perayaan hari raya rutin yang diperingati kaum Syiah, seperti Asyura. Namun kini serangan bersifat anomali. Pawai pada Jumat itu adalah peringatan Al-Quds, yang dilakukan warga Syiah sebagai tanda persaudaraan terhadap bangsa Palestina. Al-Quds alias Masjid Al-Aqsa merupakan simbol pembebasan negeri yang kini masih dijajah Israel tersebut.
Kaum Syiah di Pakistan tergolong minoritas. Jumlah mereka hanya 20 persen dari jumlah penduduk Pakistan yang 170 juta jiwa. Kekerasan di Pakistan semakin menjadi-jadi sejak Taliban berkuasa di Afganistan di akhir Perang Dingin. Ketika Taliban didesak ke perbatasan Pakistan oleh pasukan Amerika pada 2000, serangan terhadap kaum Syiah tak mengendur. Taliban merupakan sekutu dekat kelompok Al-Qaidah, yang menilai tak ada kelompok Islam lain kecuali yang beraliran Sunni.
Menteri Dalam Negeri Pakistan Rehman Malik dengan tegas mengecam serangan itu. ”Mereka ingin mengacau stabilitas dalam negeri,” ujarnya. Tali ban, Al-Qaidah, dan milisi Laskar e-Jhangvi dinilainya sama saja, ikut bertanggung jawab atas serangan ini.
Jumat dua pekan lalu itu memang hari yang berpeluh darah. Dalam sehari, tiga bom bunuh diri menghantam tiga kota di Pakistan. Bom pertama meletup di Peshawar, menewaskan seorang polisi dan puluhan lain luka-luka. Sejam kemudian, bom meledak di masjid Ahmadiyah, di Mardan. Bom ini juga menewaskan satu orang.
Bom paling besar dan berkekuat an dahsyat meledak di Quetta. Ironisnya, sesaat setelah bom meledak, orang-orang Syiah yang berkali-kali diancam bom menembakkan senapan otomatis yang mereka bawa. Tembakan membabi buta terutama diarahkan ke massa yang berada di dekat bom mobil. Akibatnya, puluhan orang luka berat karena diterjang timah panas. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon mengecam keras pengeboman itu tapi tak mampu berbuat apa-apa.
Bom mobil itu berada di antara deretan mobil yang diparkir di dekat Taman Kota. Pemimpin kelompok Syiah, Ulama Abbas Kumaili, meminta para pengikutnya tak membalas serangan itu kepada kelompok Sunni. ”Kita harus paham, ini usaha untuk memecah belah, mengadu domba antara Sunni dan Syiah,” ujarnya.
Quetta, ibu kota Provinsi Baluchis tan, tentu tak asing di telinga pemerintah Barat, apalagi tentara Amerika. Kawasan ini ditengarai sebagai basis Taliban dari Afganistan yang terdesak dan bagaikan hantu membangun markasnya. Pemerintah Amerika tak menyangka akan ada ledakan di sana. Itu berarti daerah tersebut bukan lagi prioritas bagi dan diduga mereka sudah memiliki markas baru.
Hasan Askari Rizvi, pengamat politik dan militer di Pakistan, menilai serangan Taliban selama dua pekan terakhir sangat efektif menyerang wibawa pemerintah Pakistan. ”Itu target utama mereka, pemerintah,” ujarnya.
Saat ini pemerintah Pakistan sedang dihantam krisis kepercayaan dari masyarakat karena tak sigap mengatasi banjir terburuk dalam sejarah Pakistan sehingga korban tewas mencapai 1.600 orang. Bantuan internasional yang terlambat karena lobi yang kurang intensif membuat korban yang sakit dan meninggal bertambah. ”Mereka mengambil keuntungan dari sibuknya tentara dan pemerintah mengatasi banjir,” kata Rizvi.
”Mereka menilai ini waktu yang tepat buat menyerang balik jauh ke kota dari markas mereka,” Rizvi menambahkan. Tak cuma Syiah, kelompok Ahmadiyah pun kerap menjadi korban serangan Taliban. Dalam rentang setahun, tak ada serangan kelompok ini terhadap warga sipil Pakistan yang lain.
Roket Amerika itu meluncur tepat ke markas Taliban di barat laut, perbatasan Pakistan. Ledakan keras kemudian terdengar di beberapa tenda yang ditengarai menjadi tempat berkumpulnya pemuka Taliban. ”Paling tidak tujuh tewas dan lainnya luka-luka,” kata seorang pejabat intelijen Pakistan.
Tak cuma satu target, di arah mata angin yang sama roket Amerika juga menghantam dan membunuh dua orang lainnya. Balas-membalas serangan ini sudah terjadi seiring dengan serangan Amerika ke Afganistan untuk menghantam Taliban yang dituduh bekerja sama dengan organisasi Al-Qaidah. Kelompok pimpinan Usamah bin Ladin itu dituduh berada di balik serangan teror ke berbagai negara, termasuk peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, dan Pentagon, Washington.
Kendati kekuatannya sudah menyusut jauh, serangan sporadis Taliban tetap saja menciutkan pemerintah Pakis tan. Pemerintah memang sudah lama dianggap lemah menghadapi ancaman bom. Situs Wikileaks, seperti dilapor kan tiga media terkemuka di dunia, di antaranya New York Times dan Der Spiegel, bahkan menyebut ada aparat intelijen yang bermain di dua kaki di Pakistan. Satu kaki untuk membantu Amerika, lainnya untuk Taliban.
Dalam sejarahnya, ketika berjuang mengusir Uni Soviet dari tanah Afga nistan, pejuang mujahidin memang dilatih oleh tentara dan intelijen Pakis tan. Senjata mereka berasal dari Amerika dan ideologi dari Arab Saudi. Ketika Uni Soviet angkat kaki, sebagian kelompok mujahidin ini menjelma menjadi kekuatan pemerintahan dengan atri but Taliban.
Dari dokumen rahasia yang dibuka oleh situs Wikileaks, muncul keraguan dari warga Pakistan tentang strategi dan niat pasukan Amerika memerangi Taliban. Dalam rentang hampir sepuluh tahun, memang tak terlihat ada perbaikan kondisi keamanan di Pakistan.
Jaringan sekutu Taliban, Haqqani, yang menguasai wilayah barat laut perbatasan Pakistan di utara Waziristan sepanjang perbatasan dengan Afganistan, sudah berkali-kali dihantam oleh Amerika. Toh, kekuatan mereka belum juga musnah.
Dalam keterpurukan akibat bencana banjir, ancaman terhadap pekerja kemanusiaan yang datang ke Pakistan masih kerap terjadi, terutama di wilayah Sindh dan Punjab.
Sejak tahun lalu, baru kali ini serangan bom diarahkan ke kelompok Syiah. Serangan terakhir terhadap mereka terjadi saat diadakan pertemuan untuk memperbaiki hubungan keduanya.
Sebelumnya, Taliban dan Al-Qaidah di Pakistan lebih memilih kelompok Islam beraliran Ahmadiyah sebagai target. Taliban beberapa kali menghantam masjid dan pertemuan kelompok mereka di Lahore, tempat mayoritas kelompok itu berada.
Yophiandi (Huffington Post, Time, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo