Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

FPCI Gelar Diskusi Warisan Hasjim Djalal bagi Wilayah Maritim Indonesia

Hasjim Djalal dikenal sebagai pionir dalam bidang kedaulatan maritim Indonesia

12 Maret 2025 | 15.45 WIB

Foreign Community of Indonesia (FPCI) dan Pusat Studi Asia Tenggara (PSAT) dan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam sebuah diskusi karya Prof. Dr. Hasjim Djalal 'The Power of Diplomacy to Reshape World Order: The Craft and Footprint' di gedung Mayapada Jakarta, 10 Maret 2025  . TEMPO/Savero Aristia Wienanto
Perbesar
Foreign Community of Indonesia (FPCI) dan Pusat Studi Asia Tenggara (PSAT) dan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam sebuah diskusi karya Prof. Dr. Hasjim Djalal 'The Power of Diplomacy to Reshape World Order: The Craft and Footprint' di gedung Mayapada Jakarta, 10 Maret 2025 . TEMPO/Savero Aristia Wienanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Foreign Community of Indonesia (FPCI), bekerjasama dengan Pusat Studi Asia Tenggara (PSAT) dan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu), menyelenggarakan sebuah diskusi dalam rangka merayakan karya Hasjim Djalal ‘The Power of Diplomacy to Reshape World Order: The Craft and Footprint’.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diskusi ini dilaksanakan pada Senin, 10 Maret 2025 dan bertempat di Gedung Mayapada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hasjim Djalal dikenal sebagai pionir dalam bidang kedaulatan maritim Indonesia karena banyak memberikan masukan yang penting terkait dengan kepulauan dan perairan di Indonesia.

Salah satu narasumber, Efri Yoni Baikoeni, yang juga penulis buku biografi Hasjim Djalal, menjelaskan bahwa dulunya Hasjim belum fokus pada isu perairan di Indonesia.

Menurut Efri, Hasjim semula hanya berfokus kepada kebijakan Presiden Amerika Serikat Dwight Eisenhower di Timur Tengah. Efri, yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, mengatakan bahwa hal tersebut tidak ada hubungannya dengan kelautan. 

“Lalu ketika doktoral, dia fokus ke perairan itu,” kata Efri dalam kesempatan tersebut.

Efri menerangkan bahwa di masa lalu, lautan menjadi pemisah antar negara, tidak sebagai pemersatu. Sebab, dahulu batas wilayah laut ditentukan hanya 3 mil dari bibir pantai."Indonesia adalah negara kepuaulan yang terpisah-pisah dan batasan lautnya menjadi begitu sulit ditentukan," ujar dia.

Karena itu, jika sudah lebih dari 3 mil, maka sudah dianggap sebagai laut internasional. Hal ini menyebabkan semua pihak asing bisa masuk ke wilayah tersebut.

Deklarasi Djuanda pada Desember 1957 kemudian menjadi jawaban atas kekhawatiran Hasjim Djalal mengenai kerapuhan nasional dan kesejahteraan masyarakat daerah pesisir. 

"Deklarasi ini-lah yang akhirnya menjadi dasar bernegosiasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)," tutur Efri. 

Ketua Program Magister Teknik Geomatika Universitas Gadjah Mada (UGM) Made Andi Arsana, dalam diskusi itu juga menjelaskan tentang bagaimana Hasjim bernegosiasi dalam perundingan hingga akhirnya tawarannnya berhasil diakui secara internasional. 

"Hasjim meyakinkan negara-negara terdekat terlebih dahulu sebagai modal untuk perundingan di negara lain (PBB)," ujar dia. 

Menurut keterangan Andi, Hasjim banyak meyakinkan negara-negara dekat Indonesia seperti Filipina yang sesama negara kepulauan untuk mendukung keputusan ini.

Hingga akhirnya keluarlah ketentuan Konvensi PBB pada1982 yang mengesahkan batas-batas perairan di Indonesia, yang pada awalnya hanya 1,8 km bujur sangkar, kini menjadi 5 juta km. Efri mengatakan dengan adanya ketentuan dari PBB ini, wilayah teritorial Indonesia semakin berkembang.

"Jadi itu peningkatan yang signifikan, dengan adanya pengkuan negara kepulauan (dari PBB)," kata Efri. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus