Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

<font face=arial size=1 color=brown>Malaysia</font><br />Upaya Membungkam Bersih

Pemerintah Malaysia mempersempit ruang gerak pendukung aksi 9 Juli. Aksi Bersih 2.0 akan digelar pula di luar negeri.

4 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bus berpenumpang 30 orang dari Kedah dengan tujuan akhir Penang, Malaysia, itu mendadak dihentikan polisi. Saat menggeledah, polisi menemukan bendera Partai Sosialis Malaysia, 600 selebaran rapat Bersih, serta lebih dari 6.000 salinan selebaran dalam bahasa Malaysia, Cina, dan Tamil. Lantas 16 pria dan 14 wanita, yang berada di atas bus dan mengenakan kaus kuning dengan logo Bersih, digelandang ke kantor polisi. Barang-barang itu disita.

Sejak pekan lalu, pemerintah Malaysia menangkapi orang yang dicurigai berkampanye dan terlibat dalam rencana rapat umum politik Bersih 2.0 pada 9 Juli mendatang. Bersih adalah sebuah pertemuan akbar koalisi partai oposan atau disebut Koalisi Damai untuk Pemilu Bebas dan Adil.

Ada delapan tuntutan yang akan dideklarasikan dalam pertemuan Bersih 2.0, yaitu pembersihan daftar pemilih, reformasi pos suara, penggunaan tinta yang tidak bisa dihapus, minimal 21 hari masa kampanye, bebas dan adil, akses ke media, penguatan lembaga-lembaga publik, serta penghentian korupsi dan politik kotor.

Tapi pemerintah menuding kaum oposan berupaya menghidupkan ideologi komunis. ”Ini skema oposisi untuk menciptakan kekacauan dan merongrong pemerintah,” kata Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pekan lalu.

Untuk mempersempit ruang gerak mereka, pemerintah mengharamkan rencana aksi serta mengancam media massa yang membantu penyiaran kampanye Bersih 2.0. Toh, para pendukung aksi jalan terus dan melakukan road show di Shah Alam, Kuala Selangor, dan Johor Bahru, serta di Sungai Siput, Perak. Namun ini justru mempermudah polisi menangkapi mereka. Sampai saat ini, sudah sekitar 80 aktivis ditahan.

Penahanan aktivis ini menandai eskalasi ketegangan antara pemerintah—yang selama beberapa dekade didominasi koalisi Barisan Nasional—dan pesaing politiknya, menjelang aksi 9 Juli mendatang, yang mungkin menjadi yang terbesar di Malaysia selama empat tahun terakhir. Rabu pekan lalu, polisi menggerebek kantor sekretariat Bersih, menyita kaus-kaus kampanye dan pamflet untuk mempromosikan aksi 9 Juli.

Bukan tanpa alasan Malaysia mengeluarkan tindakan reaktif. Pada 2007, aksi unjuk rasa serupa, yang disebut Bersih 1.0, mampu menggerakkan 50 ribu orang turun ke jalanan di Kuala Lumpur. Mereka bubar setelah polisi bersenjata menyerang dengan gas air mata dan meriam air.

Wakil Perdana Menteri Tan Sri Muhyiddin Yassin menganggap rencana aksi 9 Juli itu ilegal dan merupakan upaya jalan pintas bagi partai oposisi menuju pusat pemerintahan Putrajaya. Muhyiddin, yang juga Wakil Presiden United Malays National Organization, menuding para oposan bersembunyi di balik organisasi nonpemerintah yang mempermasalahkan sistem pemilihan negara, untuk menumbangkan pemerintahan Barisan Nasional.

Komisi Pemilihan Umum, menurut Muhyiddin, telah berjalan sesuai dengan peraturan. ”Kenapa sekarang mereka baru mengungkit isu pemilihan umum? Mengapa tidak membicarakannya dalam pemilihan yang terakhir?”

Sekelompok aktivis politik independen yang mengorganisasi koalisi partai oposisi membantah tuduhan itu. Mereka menegaskan, tujuan aksi tidak untuk menggulingkan pemerintah, tapi membuat sistem pemilu benar-benar bebas dan adil.

Pemimpin oposisi, Anwar Ibrahim, berpendapat senada dan mendesak polisi membebaskan para aktivis. ”Klaim komunis itu tidak masuk akal,” ujarnya. Menurut dia, para oposan menuduh koalisi Najib yang justru memanipulasi hasil pemilihan untuk mempertahankan kekuasaannya selama hampir 54 tahun.

Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (SUHAKAM) mendesak pemerintah mengizinkan aksi Bersih oleh Koalisi Damai untuk Pemilu Bebas dan Adil. Maria Chin Abdullah, salah satu aktivis oposisi, menyesalkan tindakan pemerintah yang reaktif. ”Kami tidak membuat kekacauan, hanya menggunakan hak berkumpul.”

Pada 9 Juli nanti, mereka berencana juga menggelar unjuk rasa di luar negeri. Pelaksanaannya berlangsung bersamaan, yaitu di London (Inggris), Seoul (Korea Selatan), Canberra, Melbourne, Sydney (Australia), Osaka (Jepang), Los Angeles, San Francisco, dan New York (Amerika Serikat).

Nieke Indrietta (AFP, AP, anwaribrahimblog.com, New Straits Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus