Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua ratus delapan belas ribu orang memblokade jalan di sepanjang Distrik Wan Chai, pusat pemerintahan Hong Kong, Jumat dua pekan lalu. Mereka mengusung dua lukisan besar, Ketua Dewan Eksekutif Pemerintah Hong Kong David Tsang serta taipan Li Ka Shing, yang diberi tanduk iblis dan taring drakula.
Polisi sibuk menahan massa dengan menyemprotkan bubuk lada ke arah mereka. Seribu orang ditangkap, dibawa ke dalam truk untuk diinterogasi, dan ditahan, termasuk seorang fotografer dan reporter magang di New Tang Dynasty Television (NTD TV), Wenwen Cai dan Kiri Choy, serta jurnalis lepas dari Green Radio, David Cheung.
"Saya tidak mengira, setelah menangkapi demonstran, polisi menangkap dan menahan kami," ujar Wenwen Cai. Penangkapan itu langsung menuai reaksi dari Federasi Internasional Jurnalis (IFJ). IFJ menuntut kepolisian Hong Kong melepaskan ketiganya tanpa syarat serta menghormati tugas mereka dalam menyebarkan informasi publik.
Jumat itu Hong Kong memperingati 14 tahun pengembalian wilayah tersebut dari Inggris. Perayaan itu diwarnai protes besar-besaran oleh warga dan organisasi swadaya masyarakat atas kenaikan harga properti. Mereka juga menagih janji pemerintah Cina untuk menerapkan kebebasan politik dan demokrasi dalam konstitusi Hong Kong.
"Ini saatnya bagi rakyat Hong Kong untuk memperjuangkan sistem politik satu orang, satu suara, dalam memilih pemimpin," kata salah satu anggota Dewan Legislatif Hong Kong, Alan Leong.
Sejak dikembalikan oleh Inggris, Hong Kong tetap mempertahankan sistem pemerintahan gaya Barat, termasuk dalam hal kebebasan sipil dan pers. Namun rakyat Hong Kong belum bebas dalam berpolitik. Mereka baru bisa memilih pemimpinnya sendiri pada 2017 dan memiliki anggota legislatif sendiri pada 2020.
Pengunjuk rasa yang turun ke jalan di antaranya anggota parlemen Hong Kong dari kelompok radikal. Mereka menutup jalan dan membentuk rantai manusia, yang menyebabkan lalu lintas terhenti. Mereka menentang usul pemerintah untuk mengisi kursi kosong dewan legislatif berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.
"Tindakan mereka merupakan ide gila dan melecehkan pemikiran warga Hong Kong," kata aktivis demokrasi Martin Lee. Sebelumnya, pemerintah Cina membatalkan hasil pemilu legislatif Hong Kong, dan mengisi kursi dewan legislatif dengan pejabat lama.
Laku ini memicu kemarahan warga Hong Kong dan mundurnya lima anggota dewan legislatif yang menginginkan referendum soal pemilihan umum dilakukan secara bebas.
Warga Hong Kong juga memprotes cara pemerintah Cina mengurus perekonomian, khususnya di bidang properti. Mereka menuduh pemerintah dan developer telah melakukan monopoli. Akibatnya, harga rumah melonjak tajam dan banyak warga tidak lagi sanggup membayar cicilan. Mereka kehilangan rumah, sedangkan para pedagang kehilangan tempat berjualan.
Padahal, dua pekan lalu, pemerintah Hong Kong berencana memberi jaminan kesejahteraan untuk setiap warga sebesar HK$ 6.000 (sekitar Rp 7 juta). Tapi rencana itu dibatalkan menjelang akhir bulan. Warga berang dan mulai turun ke jalan. Soalnya, bantuan itu sangat dinanti guna mengganjal biaya hidup yang melonjak akibat inflasi 4,5 persen tahun ini.
Gagalnya peluncuran dana kesejahteraan berujung tuntutan agar Menteri Keuangan Hong Kong John Tsang mundur dari jabatannya. Meski begitu, Tsang tetap bertahan. "Saat ini waktunya bagi saya untuk mengkonsolidasikan kondisi perekonomian yang lebih baik," ujarnya.
Tidak hanya menangkapi para demonstran berusia dewasa, kepolisian Hong Kong menangkapi dan menahan anak-anak usia 11-14 tahun. Polisi curiga mereka terkait dengan partai politik radikal prodemokrasi, Liga Sosial Demokrat. Akibatnya, seorang anak berusia 8 tahun terluka dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Sabtu dua pekan lalu, 213 pengunjuk rasa telah dibebaskan. Juru bicara pemerintah Hong Kong melalui siaran pers menyatakan akan memperhatikan dan mempertimbangkan semua tuntutan warga. "Kami akan mendengarkan secara hati-hati dan mempertimbangkan tuntutan dengan pikiran terbuka," tulis rilis tersebut.
Cheta Nilawaty (AFP, IFJ, The Epoch Times, Belfast Telegraph, Irishtime.com, Al-Jazeera.net)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo