Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Arab Saudi</font><br />Pangeran 'Hangat-hangat Kuku'

Pangeran Nayef bin Abdul Aziz al-Saud diramalkan menjadi putra mahkota dan Raja Arab Saudi. Seorang konservatif yang tak mau dikritik.

31 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Undangan makan malam itu datang dari Pangeran Nayef bin Abdul Aziz al-Saud, Kamis pekan lalu. Di kediaman pribadinya yang nyaman di Riyadh, Arab Saudi, kepada para editor dan wartawan, sang pangeran memberikan ceramah tentang pergolakan demokrasi di kawasan Arab. Ia menganalisis beberapa peristiwa yang terjadi di Tunisia, Mesir, dan Libya.

Dengan bersemangat, Nayef menuturkan yang terjadi di Tunisia sama halnya dengan yang terjadi pada penduduk Prancis di Kota Cairenes Louche. Warga di kota tersebut dianggap Nayef tidak menikmati sistem tradisional politik mereka. "Tidak seperti penduduk Arab Saudi yang sejahtera karena menikmati sistem politik tradisional," ujar Pangeran Nayef.

Pangeran Nayef merupakan veteran politik Arab Saudi. Pria kelahiran Taif, 78 tahun lalu, itu diperkirakan menjadi calon terkuat penerus Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz dari Klan Sudairi (Al-Saud). Nayef diperkirakan akan menggantikan Pangeran Sultan bin Abdul Aziz al-Saud, yang wafat dua pekan lalu, sebagai putra mahkota.

Mengawali karier sebagai Gubernur Riyadh pada 1950-1975, Pangeran Nayef kemudian diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri. Ia menggantikan Pangeran Fahd bin Abdul Aziz al-Saud, yang lantas menjadi Raja Saudi kelima, setelah pemegang takhta sebelumnya, Raja Faisal bin Abdul Aziz meninggal karena dibunuh.

Sejak kecil, Nayef dididik di sekolah khusus pangeran dan keluarga Kerajaan. Ia berada di bawah bimbingan dan pengawasan ulama tingkat tinggi. Saat masih mengenyam pendidikan, Nayef sangat suka membaca buku tentang politik, diplomasi, dan keamanan.

"Nayef secara luas dipandang sebagai sosok konservatif garis keras yang memiliki semangat 'hangat-hangat kuku' dalam proses reformasi yang dicetuskan Raja Abdullah," demikian tertulis pada salah satu kabel diplomatik Amerika pada 2009 yang dibocorkan WikiLeaks.

Aktivis liberal Arab Saudi menyebut Nayef sebagai konservatif pragmatis yang meyakini bahwa stabilitas dan keamanan adalah satu-satunya cara menjamin kesejahteraan rakyat Arab Saudi. WikiLeaks menggambarkan sang pangeran sebagai pribadi yang memiliki banyak segi. Ia sukar dipahami, ambigu, tidak imajinatif, tapi cerdas dan blak-blakan.

Nayef dikenal tak antusias terhadap proses reformasi yang sedang berlangsung di Arab Saudi. Ia juga ­antipati terhadap proses revolu­si yang terjadi di negara Arab. Ia cenderung berhati-hati meng­ambil ­kebijakan sosial-politik dan ­selalu mengutamakan keaman­an nasional daripada kebijakan luar negeri.

Sejak Dinasti Al-Saud memerintah pada 1932, setiap Raja Saudi memilih sendiri siapa penerusnya. Namun, dengan reformasi yang coba dijalankan Raja Abdullah, pemilihan penerus raja diserahkan kepada Dewan Kepatuhan. Sebanyak 33 anggota Dewan Kepatuhan dapat menggunakan hak prerogatif untuk memilih siapa pun penerus raja.

Raja Abdullah juga menyebut nama lain secara tersurat, yaitu Pangeran Talal serta saudara-saudara Pangeran Nayef. Namun siapa yang akan dipilih belum bisa dipastikan, dengan alasan menunggu prosesi pemakaman Pangeran Sultan rampung seluruhnya.

"Semua orang benar-benar merasa khawatir bagaimana suksesi dilakukan," ujar Khalid Dakhil, analis politik Arab Saudi. Dakhil menilai ada kecenderungan kuat Raja Abdullah akan menyerahkan pemilihan ini kepada Dewan. "Pada intinya, pemilihan ini akan memiliki dasar hukum, institusi, juga sesuai dengan prosedur hukum," Dakhil menambahkan.

Bagaimanapun, warga Saudi menghendaki pemimpin yang reformis. Saat ini, 60 persen penduduk Saudi terdiri atas golongan muda berusia di bawah 30 tahun. Kendati secara politik masih menganut sistem monarki absolut, mereka memiliki koneksi luas dengan dunia luar. Pada akhirnya, mereka juga memiliki tingkat kekritisan yang tinggi dibanding generasi sebelumnya.

Cheta Nilawaty (New York Times, Dawn, Economic Times, Wikipedia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus