Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Allahu akbar! Allahu akbar!" Takbir susul-menyusul di seantero Tunis, ibu kota Tunisia, Senin pekan lalu. Di langit kota itu, pijar kembang api bertaburan. Di sebuah sudut kota, di markas Partai Ennahda, suara drum berdentam-dentam dan lagu kebangsaan Tunisia dikumandangkan 300 pendukung partai seusai pemilihan umum.
Mereka tumpah-ruah ke jalan, merayakan kemenangan setelah Komisi Pemilihan Umum menyampaikan hasil perolehan sementara sehari sebelumnya. Partai Ennahda, yang berhaluan Islam moderat, mengklaim meraih 40 persen suara. "Ini adalah kemenangan," kata Rachid Ghannouchi, pemimpin sekaligus pendiri Partai Ennahda, mendeklarasikan kemenangan kepada para pendukungnya.
Ahad pekan lalu, hampir 90 persen warga Tunisia, yang berjumlah 4,1 juta orang, berbondong-bondong menuju bilik pemungutan suara. Mereka mengekspresikan kegembiraan dengan mengacungkan jari bertinta seusai pencoblosan. "Saya senang kematian putra saya telah memberi kesempatan untuk menghilangkan ketakutan dan ketidakadilan," kata Manoubia Bouazizi, 56 tahun, ibu Muhamed Bouazizi, yang menjadi kunci letupan revolusi di Tunisia.
Pemilihan umum ini digelar setelah rezim Presiden Zine al-Abidine Ben Ali, yang berkuasa selama 23 tahun, ditumbangkan rakyat Tunisia sepuluh bulan silam. Pengorbanan Muhamed Bouazizi, penjual sayur, yang membakar diri sebagai protes atas kemiskinan dan penindasan, melahirkan unjuk rasa besar yang memaksa Ben Ali melarikan diri ke Arab Saudi. Revolusi itu kemudian menular ke Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah.
Dari 101 kursi yang diumumkan Selasa pekan lalu, Ennahda telah meraup 41 kursi—total Majelis Konstituante 217 kursi. Pesaingnya, Partai Kongres untuk Republik (CPR), memperoleh 14 kursi. Adapun Aridha Chaabia 11 kursi, Ettakatol 10 kursi, dan Partai Demokratik Progresif 5 kursi. Kelak Majelis Konstituante bertugas menyiapkan konstitusi baru. Majelis juga akan menunjuk presiden baru dan pemerintahan sementara hingga 2013.
Unggul sementara, Ennahda berjanji tidak akan menerapkan hukum syariah atau membatalkan hak-hak perempuan. Ennahda mengklaim akan menerapkan demokrasi gaya liberal seperti di Barat, tak seperti partai Islam lain di Afrika Utara dan Timur Tengah. Aturan Islam mengenai cara berpakaian, minuman beralkohol, dan riba juga tak akan dipaksakan. Mereka juga menaruh toleransi pada wanita berbikini lantaran hal ini berhubungan dengan pariwisata, yang menjadi sumber pendapatan Tunisia. "Ini adalah kebebasan pribadi untuk Tunisia dan orang asing," kata Hamadi Jbeli, Sekretaris Jenderal Ennahda.
Lawan politiknya, Partai Demokratik Progresif dan partai sekuler lain, memang menentang Ennahda menerapkan hukum syariah. Sejumlah kalangan pun menilai kebangkitan Islam sebagai ancaman modernisasi dan nilai-nilai liberal. Tapi Ennahda membuka diri untuk bekerja sama. Mereka siap berkoalisi dengan dua partai sekuler urutan teratas, Partai Kongres untuk Republik dan Ettakatol.
"Kami adalah partai Islam paling progresif. Menerima pluralisme, menerima keberagaman, dan siap bekerja sama," kata Soumaya Ghannoushi, putri pendiri Ennahda sekaligus juru bicara partai.
Fouad Baly, salah seorang petinggi Ettakatol, menegaskan, pembicaraan koalisi sedang berjalan. Menurut dia, Tunisia bisa maju jika semua kekuatan politik bekerja sama. "Partai terbesar di Majelis Konstituante harus berbicara dengan yang lain untuk memajukan negeri ini," kata Baly.
Siapa yang bakal jadi presiden dan perdana menteri? Menurut Jbeli, partainya telah menunjuk dirinya maju sebagai perdana menteri sementara. "Ini normal karena sekretaris jenderal partai yang menang di semua negara demokrasi mengambil pos perdana menteri," ujar Jbeli. Ennahda menawarkan presiden—jabatan seremonial—kepada Beji Caid Essebsi, teknokrat sekuler yang kini perdana menteri sementara. Opsi ini untuk menghapus kekhawatiran lawan Ennahda bahwa partai itu terlalu dominan.
Eko Ari (Reuters, Al Jazeera, AFP, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo