Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kita tidak hanya memiliki kesamaan nama, namun juga bumi dan tanggung jawab yang sama pula.” Barack Hussein Obama menyelipkan kata-kata itu di dalam suratnya kepada Wali Kota Keiji Matsuzaki.
Seperti Barack Obama, Keiji menggunakan slogan ”change” dalam pemilihan wali kota yang dimenanginya. Dan kini, Keiji mengeratkan tali yang telah mengikat mereka lebih jauh. Ia berencana membuat patung Barack Obama di depan Balai Kota sebagai lambang kota mereka.
Sejak Juli lalu, kota ini sudah dipenuhi pernak-pernik berbau Barack Obama. Di berbagai tempat, karikatur wajah Obama bergelantungan di atap sepanjang trotoar, diimbuhi dengan tulisan ”I (gambar jantung) Obama” atau ”Obama for Obama”.
Hubungan unik di antara dua Obama ini juga mendapat tempat khusus dalam diplomasi antarnegara. Siaran pers dari Kedutaan Besar Jepang merekam bahwa pada saat Perdana Menteri Jepang Taro Aso memberikan ucapan selamat, ia dan Obama sempat menyinggung soal kota kecil di Prefektur Fukui ini.
Soal nama, William Shakespeare pernah merendahkan artinya dengan menyebut ”apalah arti sebuah nama”. Namun itu tak berlaku bagi Kota Obama. Kesamaan namanya dengan kandidat penghuni Gedung Putih menjadi anugerah. Memanfaatkan momentum pemilihan Presiden Amerika Serikat yang menyedot perhatian dari seluruh dunia, kota kecil yang indah ini mencuri perhatian media massa internasional. Dengan ekonomi yang bergantung pada pariwisata, publisitas berskala global jelas merupakan kesempatan yang tak boleh dilewatkan.
Tingkat kunjungan pariwisata ke kota menunjukkan adanya kenaikan. Kantor Pariwisata Obama menyebutkan bahwa kunjungan wisatawan meningkat 20 persen sejak kampanye ”Obama for Obama” dideklarasikan. Hanya, Yamaguchi, 40 tahun, penjaga toko Wakasaya yang menjual pernak-pernik Obama, mencatat bahwa ”faktor Obama” bukanlah satu-satunya penyebab. Menurut dia, kenaikan jumlah wisatawan domestik sudah terjadi sejak penayangan Chirito Techin, sebuah drama televisi di stasiun NHK, yang menjadikan Obama sebagai lokasi ceritanya. Tapi, untuk wisatawan asing, ”faktor Obama” jelas berpengaruh.
Hamano Miki, petugas Pusat Informasi Pariwisata Tsuruga, mengatakan bahwa jumlah orang asing yang menanyakan jalur ke Obama bertambah sejak Mei lalu. ”Sebelumnya, jarang ada orang asing menanyakan jalur ke Obama,” kata gadis 30-an tahun itu. ”Sekarang, dalam seminggu minimal ada sepuluh orang asing yang datang ke sini untuk menanyakan jalan menuju Obama.”
Berkah ini juga dirasakan oleh ekonomi lokal. Kaus bergambar karikatur Obama yang menghadap ke depan sudah habis terjual. Kalau suka, ada kaus yang bergambar kepala belakang Obama.
Kisah persahabatan itu dimulai dari rentetan kebetulan. Cerita ini diawali dari kejadian kecil di Bandara Narita pada 2006. Waktu itu petugas bea cukai yang bertugas memeriksa dokumen sang senator ternyata berasal dari kota yang bernama sama itu. Si petugas pun bercerita dengan antusias bahwa ia berasal dari Obama. Kebetulan itu pun berlanjut. Tak lama, salah seorang pegawai Pemerintah Kota Obama melihat sang senator bergurau tentang kejadian di Narita dalam sebuah wawancara di satu stasiun televisi. Wali Kota Obama saat itu, Toshio Murakami, berterima kasih atas perhatian Obama serta mengirim surat dan kerajinan sumpit yang merupakan produk khas kota yang dikenal dengan hasil lautnya ini. Surat pertama itu tak berbalas, tapi banyak orang di Obama mulai mengamati karier politikus Amerika ini.
Ternyata mereka tidak salah. Tatkala nama Obama mulai disebut-sebut untuk menjadi kandidat kuat dari Partai Demokrat, kota ini menyambut gembira. Pemerintah kota dan sekelompok pengusaha kemudian menggalang dukungan dengan membentuk kelompok Sukarelawan Pendukung Obama. Demam Obamania pun menyebar bak kilat. Pada 23 Mei 2008, patung Obama diresmikan di depan salah satu pasar swalayan terbesar di kota itu. Poster, bendera, umbul-umbul, dan beragam pernak-pernik Obama pun bertebaran di sepanjang jalan. Toko-toko suvenir mulai menjual kaus dengan karikatur Obama, sementara perusahaan makanan bergegas memproduksi manjuu—kue tradisional Jepang berisi kacang merah— yang bergambar karikatur kepala sang kandidat. Obamania di Kota Obama pun mulai menarik perhatian dunia.
Obama, yang dalam bahasa Jepang berarti pelabuhan kecil, terletak di Teluk Wakasa yang kaya akan ikan. Kota ini merupakan salah satu pintu utama yang menghubungkan Jepang dengan dunia luar sejak periode Asuka (538-710). Pada periode itu, pengaruh asing mulai masuk ke Jepang seiring dengan kedatangan para imigran (torai-jin) dari Semenanjung Korea dan Cina melalui beberapa pelabuhan yang menghadap ke Laut Jepang. Di antara pelabuhan ini, Obama adalah salah satu yang terpenting karena kedekatannya dengan pusat pemerintahan.
Ketika ibu kota beralih dari Asuka ke Nara, Obama tetap ada di peta istana. Pada periode Nara (710-794), kota ini merupakan ibu kota dari wilayah Wakasa. Kekayaan alamnya membuat wilayah ini ditetapkan sebagai penyedia utama makanan berkualitas tinggi untuk kaisar dan para bangsawan ibu kota. Karena itulah, wilayah Wakasa kemudian disebut miketsukuni, negeri yang menyediakan makanan istana. Ketika ibu kota berpindah ke Kyoto pada 794, peran Obama sebagai pelabuhan alami yang paling dekat dengan ibu kota kian penting.
Nasib Obama mulai berubah pada saat Restorasi Meiji (1868) menggeser pusat kekuasaan ke Edo (Tokyo). Walaupun begitu, pelabuhan ini tetaplah merupakan salah satu urat nadi perekonomian di wilayah Chubu dan Kansai (Jepang Barat).
Roda zaman terus berputar. Industrialisasi yang digalakkan di seantero Jepang memunculkan kota-kota baru yang tumbuh dengan pesat. Perikanan yang dulu merupakan basis perekonomiannya tidak mampu menjaga nilai strategis kota pelabuhan ini, apalagi dengan semakin terbukanya Jepang terhadap produk laut dari Cina dan negara lain yang jauh lebih murah. Obama pun kini menggantungkan ekonominya pada pariwisata. Lambat-laun, pamor Obama meredup. Sensus terakhir yang dilakukan pada 2005 menyebut bahwa penduduk kota ini hanya 32.185 orang, jauh di bawah Nagoya, yang berpenduduk 2.236.000 jiwa. Padahal keduanya masuk wilayah Chubu.
Dengan kemenangan Barack Obama, warga berharap pariwisata kota masih akan terus berkembang. ”Setidaknya masih ada empat tahun untuk mempromosikan kota ini,” kata Matsuki Kenji, yang memasang kliping koran tentang kemenangan Obama di kantornya.
Namun, di balik gegap-gempita dua Obama ini, ada saja warga yang tidak peduli. ”Kankenai (tidak ada hubungannya),” kata Fuku Ichiro, 23 tahun, menjawab sambil tertawa ketika ditanya pandangannya tentang kemenangan Obama. ”Obama kan Presiden Amerika, enggak ada hubungannya dengan Jepang,” kata pria yang bekerja di Restoran Otani ini.
Senada dengan Ichiro, penjaga toko perabot rumah tangga, yang memajang foto Obama di etalasenya, pun tidak terlalu peduli terhadap politik global Amerika Serikat. Pria bernama Matsuda ini bahkan tidak tahu siapa yang menjadi pesaing Obama dalam pemilihan presiden. ”Saya menyukainya karena namanya sama dengan kota ini. Itu saja,” katanya. ”Tapi, ya, semoga semuanya bisa jadi lebih baik,” ujar pria 50 tahunan ini.
Lantas, bagaimana jika tokoh fenomenal itu menyambangi kota itu? ”Jika Obama datang, saya akan mengibarkan bendera yang ada gambar wajahnya,” kata Matsuki Kenji bersemangat.
Shofwan Choiruzzad (Obama, Jepang), mahasiswa Universitas Ritsumeikan, Kyoto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo