Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dermaga Penantian Thaksin

Bekas Perdana Menteri Thailand sibuk mencari negara yang bisa melindungi dia dari kejaran ekstradisi. Sejumlah negara kecil mengincar kekayaannya.

17 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Thaksin Shinawatra kini benar-benar buron kelas kakap. Pemerintah Inggris belum lama ini mencabut visa dia dan visa Khunying Pojaman, istrinya. Alhasil, bekas Perdana Menteri Thailand itu kini sibuk ”menjajakan” diri ke beberapa negara agar sudi melindunginya dari kejaran ekstradisi.

Menteri Luar Negeri Inggris David Miliband buka mulut Selasa pekan lalu. Ia menjelaskan, visa pasangan hartawan ini dicabut karena pengadilan Thailand, lewat sidang in absentia, memvonis Thaksin dua tahun penjara lantaran terbukti menyalahgunakan kekuasaan. Istrinya dihukum tiga tahun karena mengemplang pajak.

Pencabutan visa ini hal yang tak terduga. Sebab, Thaksin sudah berharap bisa nyaman tinggal di Inggris berbekal segepok uang untuk berinvestasi di sana. Ia juga menyanjung sistem demokrasi Inggris. Toh, pemerintah Inggris tak mempan dengan gemerincing kekayaan Thaksin. Mereka tak mau repot oleh urusan ekstradisi yang sedang disiapkan Kejaksaan Agung Thailand. Talak pun jatuh. Thaksin harus keluar dari Inggris dan tak ada pembaruan visa untuk Thaksin dan Pojaman.

Sejak itu, bekas pemilik klub sepak bola Manchester City ini raib. Tapi tak lama. Belakangan pemerintah Cina menyatakan Thaksin sedang berada di Beijing. Thaksin mengaku kepada kantor berita Reuters lewat telepon bahwa dia berada di ibu kota Cina, Senin pekan lalu. ”Saya akan terus bepergian. Saya meninggalkan Beijing untuk sementara,” ujar Thaksin.

Ke mana Thaksin kabur menyelamatkan diri dari kejaran ekstradisi? Ia menolak mengatakan negara tujuannya. ”Saya tak jadi meminta suaka karena saya kira tak perlu,” katanya. Thaksin, yang didepak dari kursi perdana menteri lewat kudeta militer pada 2006, menyebut dirinya sebagai pemenang demokrasi dan ia ingin kebebasan. ”Saya tak suka sesuatu yang menghalangi kebebasan,” ucapnya.

Berbagai spekulasi pun muncul. Bekas menteri luar negeri Noppadon Pattama, yang pernah menjadi pengacara Thaksin, berharap bekas bosnya itu menetap di negara Asia semacam Cina. ”Thaksin diharapkan memilih negara yang menghormatinya dan dia dapat bepergian secara independen,” katanya.

Seorang sumber di partai pemerintah, Partai Kekuatan Rakyat, yang dekat dengan Thaksin mengatakan Thaksin sedang membangun rumah megah seharga 300 juta baht (sekitar Rp 1 miliar) dekat lapangan golf di Beijing. Sumber itu menyatakan Thaksin tampaknya akan pindah ke rumah baru itu jika ia tak bisa lagi tinggal di Inggris.

Rumor sempat muncul: Thaksin akan berlabuh di Manila. Tapi Menteri Muda Luar Negeri Filipina Franklin Ebdalin membantah. Ia mengatakan pemerintahnya akan dengan sopan menolak permintaan Thaksin sebagai pengungsi politik untuk menjaga hubungan diplomatik dengan Bangkok. ”Jika ia (Thaksin) ngotot mengajukan permohonan suaka politik, hal yang pertama dilakukan sebagai negara bersahabat adalah mengirim dia kembali ke negerinya,” ujar Ebdalin.

Sederet negara lain disebut-sebut akan menjadi dermaga pilihan Thaksin, misalnya sejumlah negara kecil di Afrika, Bolivia, dan Uni Emirat Arab. Bolivia, yang dipimpin presiden kiri Evo Morales, akan menawarkan jabatan penasihat ekonomi kepada Thaksin yang dikenal sukses dengan program prokaum duafa.

Sejumlah orang dekat Thaksin menuturkan Thaksin akan memilih Dubai, karena ia punya hubungan baik dengan Syekh Mansour bin Zayed al-Nahyan, keluarga kerajaan Abu Dhabi. Mansour membeli klub sepak bola Manchester City dari Thaksin pada September lalu.

Di antara spekulasi itu, Bahama paling agresif menawarkan diri. Negara kecil di lepas pantai Florida, Amerika Serikat, ini menawarkan kesepakatan kepada Thaksin. Menurut Perdana Menteri Bahama Hubert Ingraham, Thaksin bisa membentuk pemerintahan di pengasingan dan menuntut keadilan atas pencabutan visanya oleh pemerintah Inggris. Laporan media menyatakan Ingraham akan menganugerahi mantan pemimpin Partai Thai Rak Thai itu kewarganegaraan kehormatan.

Kantor berita Thailand, INN, mengutip sumber yang menyatakan pejabat Departemen Luar Negeri Bahama mendapat tugas membantu Thaksin menjelaskan kepada dunia soal pemerintahan pengasingannya itu. INN juga mengutip laporan televisi Bahama, ZNS, yang mengemukakan Ingraham ingin pejabatnya mencari jalan membantu Thaksin.

Laporan sebelumnya menyebutkan Thaksin telah membeli tanah di New Providence Island di Bahama sebagai upaya membuka kesempatan usaha di Bahama. Ingraham berharap memperoleh suntikan dana besar, dengan imbalan paspor Bahama untuk Thaksin dan keluarganya.

Meski separuh kekayaannya sudah dibekukan pemerintah Thailand, menurut Thaksin, penjualan klub sepak bola Manchester City itu menghasilkan keuntungan berlipat. ”Penjualan klub sepak bola itu memberi saya uang cukup untuk mendukung keluarga saya,” ujar Thaksin. Tak mengherankan kini Thaksin dan istrinya menjadi selebritas di Bahama. Media massa Bahama, The Tribune, dan televisi ZNS sibuk memberitakan segala sesuatu tentang Thaksin.

Namun hingga kini negara tujuan Thaksin masih misteri. Diduga Thaksin akan mencari negara yang tak punya perjanjian ekstradisi dengan Thailand. Cina dan Filipina tampaknya tak akan dipilih Thaksin, karena kedua negara itu punya perjanjian ekstradisi dengan Thailand. Meski tanpa perjanjian ekstradisi, kata Sirisak Tiyapan, jaksa senior di kantor Kejaksaan Agung, ”Kami akan terus mencoba memulangkan Thaksin.”

Menurut Sirisak, jaksa masih tetap bisa mengupayakan ekstradisi dengan prinsip imbal balik. Artinya, jika negara itu setuju mengirim pulang Thaksin, Thailand akan menghormati setiap permintaan dari negara itu. Tentu harapan Sirisak ini tak berlaku bagi negara yang lebih butuh uang Thaksin ketimbang urusan ekstradisi.

Sembari sibuk menghindari ekstradisi, Thaksin memasang rencana yang lebih mendesak: menggoyang Thailand. Ia akan kembali berpidato menggunakan telepon kepada pendukungnya di timur laut Thailand, yang dikenal sebagai salah satu basis pendukung kuat Thaksin dalam dua kali kemenangan pemilihan umum. ”Saya akan menelepon dan berbicara dengan rakyat yang mencintai dan percaya kepada saya. Saya akan berpidato lebih lama dan akan menyebut nama orang yang memojokkan saya,” ucapnya.

Pada 1 November lalu, Thaksin berhasil mengumpulkan 70 ribu pendukung di Stadion Rajamankala, Bangkok, untuk mendengarkan pidatonya lewat telepon seluler selama 10 menit dari Hong Kong. ”Tak ada yang dapat membawa saya kembali ke Thailand, kecuali kebaikan hati Yang Mulia Raja atau kekuatan rakyat,” ujarnya.

Menurut Thaksin, banyak negara yang menawarkan kewarganegaraan kehormatan kepadanya. ”Tawaran itu membuat saya sedih, karena saya dapat melakukan banyak hal untuk setiap orang di dunia ini, tapi tak satu pun yang bisa saya lakukan untuk negeri saya,” katanya.

Retorika inilah yang mempesona jutaan pendukungnya dari kalangan rakyat jelata di Thailand. Tapi ia hanya bisa mempesona dari jauh—teramat jauh dari kampung halamannya.

Raihul Fadjri (Bangkok Post, The Nation, Reuters, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus